Headline
Konsistensi penegakan hukum perlindungan anak masih jadi tantangan
Konsistensi penegakan hukum perlindungan anak masih jadi tantangan
Di Indonesia, cukai rokok sulit sekali naik, apalagi pada tahun politik.
TIDAK ada diskursus global yang paling penting di tahun silam (2020) dan mungkin akan berlanjut di tahun baru ini 2021, selain diskursus tentang pandemi covid-19 dan upaya masyarakat dalam mempertahankan diri (survive) agar tetap hidup.
Dalam kacamata Heidegger, covid-19 mengingatkan kita bahwa jati diri terdalam manusia ialah 'ada menuju kematian'. Di sini kita sepakat bahwa manusia pada dasarnya terbatas dan mortal (dapat mati). Judul tulisan ini dengan menggunakan frasa 'ret-ret' merujuk pada pergumulan masyarakat lokal yang tidak pernah usai ketika berhadapan dengan pandemi covid-19.
Ketika diskusi-diskusi di berbagai media lebih fokus pada kehidupan baru (new normal) masyarakat urban dengan pemberlakuan work from home (WFH) dan pembatasan berbagai aktivitas publik, izinkan diskusi ini sedikit menjelaskan bagaimana masyarakat lokal bergelut dengan virus yang cukup mengganggu dan mengancam kehidupan mereka.
Walaupun ada studi yang menjelaskan bahwa dalam menghadapi pandemi, masyarakat lokal yang paling memiliki ketahanan (resistansi), untuk tetap bertahan hidup. Namun, studi tersebut patut dikritisi. Alasanya, studi itu hanya berlaku bagi masyarakat lokal yang tinggal di gunung atau di pesisir pantai dengan struktur tanah yang subur.
Studi ini tidak berlaku bagi masyarakat lokal di pesisir pantai yang memiliki kondisi geografis yang gersang dan tidak dapat ditumbuhi tanaman seperti padi atau jagung. Selain itu, masyarakat tersebut tidak memiliki pasar modern untuk bisa memesan bahan makanan secara daring, seperti yang dilakukan masyarakat di kota. Pasar tradisonal, seperti pasar barter menjadi pilihan utama dan tidak bisa berjalan jika tidak ada aktivitas saling bertemu antara pembeli dan penjual.
Bergelut dengan covid-19
Pada April 2019, saya sempat bertemu dengan seorang ibu tua yang bekerja sebagai penjual sayur di Pasar Colombo, Yogyakarta. Ia kebingungan menjual sayuran ketika pasar menjadi begitu sepi pembeli. Saya masih ingat apa yang ia ceritakan bahwa covid-19 menjadi ancaman ekonomi yang paling 'kejam' selama ia menjadi pedagang. Bukan lagi soal ketersediaan pasokan sayur atau sayuran yang rusak.
Cerita yang sama juga saya dengar ketika melakukan penelitian di kampung nelayan, Lamalera, NTT. Masyarakat, yang hanya menggantungkan hidupnya pada laut begitu kesulitan menjual hasil laut, ketika pasar barter Wulandoni ditutup karena covid-19. Bagi masyarakat lokal Lamalera dan di sekitarnya, kehadiran pasar barter menjadi sangat krusial dalam menyediakan bahan makanan pokok.
Bantuan uang tunai dari pemerintah tidak akan perdampak apa-apa jika tidak tersedia pasar, untuk mendapatkan barang pokok. Kedua kisah ini menjadi kisah dari jutaan kisah masyarakat lokal yang bergelut dengan pandemi, yang cukup mengancam kehidupan mereka.
Survive pilihan terakhir
Upaya manusia untuk mempertahankan diri (survive) menjadi pilihan yang paling rasional dan terakhir. Upaya untuk mempertahankan diri menjadi pilihan rasional sebab masyarakat lokal tidak memiliki pilihan lain kecuali tetap mencari jalan untuk mendapatkan pasokan makanan pokok, walau harus melanggar protokol kesehatan yang dianjurkan pihak kesehatan dan negara. Paling urgen bagi masyarakat lokal ialah bagaimana agar tidak lapar.
Dalam upaya mempertahankan diri dari pandemi yang melanda, ada dua hal yang dilakukan masyarakat lokal. Pertama, upaya mempertahankan diri, dilakukan dengan mengurangi konsumsi makanan dari 'lumbung makanan' keluarga. Masyarakat lokal biasanya memiliki tempat penyimpanan bahan kebutuhan pokok untuk 'musim kering atau paceklik'.
Bahan makanan itu hanya dapat dikonsumsi ketika musim kering. Namun, karena ketiadaan persediaan makanan, mereka rela mengonsumsi bahan makanan yang disimpan untuk musim kering. Selain itu, masyarakat lokal memiliki cara lain seperti mengganti bahan makanan seperti beras dengan jagung atau berbagai jenis umbi-umbian.
Kedua, masyarakat lokal berusaha 'melanggar' protokol kesehatan dengan tetap melakukan aktivitas bertemu dengan orang lain, guna melakukan transaksi jual-beli. Masyarakat lokal Lamalera, NTT, misalnya, tetap melakukan tradisi barter (fule-pnete), dengan mendatangi desa-desa tetangga pada awal diperlakukan aturan social distancing, mengingat ikan yang ditangkap harus segera ditukar dengan hasil kebun dari desa pegunungan. Situasi ini semakin diperparah ketika pasar tradisional yang menjadi tempat mendapatkan bahan makanan pokok sempat ditutup selama tiga bulan.
Apa yang dilakukan?
Situasi pandemi ini penuh dengan ketidakpastian. Di tengah retret panjang (baca: pergumulan) masyarakat lokal menghadapi covid-19, butuh sebuah langkah atau tindakan praktis guna 'menjaga' persediaan pangan masyarakat lokal selama masa pandemi. Beberapa langkah sudah dilakukan dengan tepat, seperti pembukaan kembali berbagai pasar tradisional dengan tatap menjaga protokol kesehatan.
Selain itu, para stakeholders butuh untuk menjaga persediaan bahan makanan pokok masyarakat lokal, dengan mengaktifkan kembali beberapa budaya lokal yang sudah terbukti menjaga masyarakat lokal dari situasi kelaparan. Beberapa budaya masyarakat lokal, seperti pembuatan lumbung padi masyarakat dan budaya saling berbagi makanan (food sharing), butuh ditingkatkan demi menjaga kehidupan masyarakat lokal secara lebih layak.
Tahun yang baru ini pastinya tidak akan terasa 'baru' bagi masyarakat lokal sebab masyarakat masih tetap ada dalam retret panjang (baca: pergumulan) untuk tetap bertahan hidup dalam pandemi yang tidak kunjung selesai.
Masyarakat lokal pastinya memiliki cara sendiri dalam bertahan.
Namun demikian, dibutuhkan upaya dan kerja sama dari berbagai pihak untuk saling memberi dukungan, demi kehidupan masyarakat lokal yang lebih baik. Tahun baru ini akan menjadi pembuktian bagaimana masyarakat lokal akan menang dengan berbagai strategi lokal atau kalah dan menyerah terhadap pandemi yang tidak kunjung usai.
Selamat Tahun Baru 2021. Selamat berjuang untuk tetap menjadi pemenang di tengah pandemi ini. God bless!
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved