Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Pola Menghadapi Kasak Kusuk Pagebluk

Lizzatul Farhatiningsih, Pranata Humas Kementerian Perdagangan, Dewan Pengurus Pusat Iprahumas 
03/11/2020 21:05
Pola Menghadapi Kasak Kusuk Pagebluk
Lizzatul Farhatiningsih(Dok.pribadi)

MASYARAKAT kita saat ini boleh dibilang sedang mengalami kejenuhan informasi, khususnya yang berkaitan dengan pandemi. Kanal media yang beragam membuka kesempatan bagi siapa saja yang ingin membuat dan menyebarluaskan informasi. Media sosial menawarkan kesempatan bagi para ahli dan masyarakat umum untuk dengan cepat menyebarkan informasi ke banyak orang.

Media sosial juga dapat menciptakan echo chamber, ketika orang-orang hanya akan percaya pada apa yang digaungkan oleh suatu komunitas atau tokoh tanpa mau mengetahui kondisi nyata.

Di masa pandemi seperti sekarang ini, para ahli diharapkan dapat mengemas suatu informasi valid guna membantu mengedukasi masyarakat. Namun, rupanya informasi-informasi tersebut bahkan dapat begitu saja tersaingi hoaks yang tidak ada habisnya. Dikutip dari kominfo.go.id, hingga September 2020, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Plate menyebut isu hoaks covid-19 jumlahnya mencapai 1.016. Hal itu menjadi salah satu faktor timbulnya ketidakpercayaan kepada pemerintah hingga memicu munculnya beberapa teori konspirasi di masyarakat.

Masyarakat membutuhkan informasi yang pasti. Sebagai bagian dari pembuat narasi, apa yang dapat kita lakukan? Pertama, kita perlu merencanakannya dengan hati-hati. Perencanaan komunikasi dapat kita lakukan salah satunya dengan melihat formula Lasswell yang sudah sangat akrab dikenal, yaitu who, says what, in which channel, to whom, and with what effect?

'Siapa' yang berhak dan harus tampil berbicara di depan publik menjelaskan situasi dan kondisi terkini sesuai dengan kapasitasnya. Kemudian, 'Apa' yang akan dikatakan. Hal itu kemudian merujuk pada kata kunci yang perlu disampaikan. Selain itu, juga perlu memaparkan data-data yang akurat dan valid. 'Saluran' yang digunakan pun perlu dipertimbangakan dengan matang. Tidak ada salahnya kita lakukan riset tentang media yang paling banyak digunakan masyarakat saat ini, khususnya saat pandemi. 'Target audience' merupakan komponen penting agar pesan dapat tersampaikan dengan tepat. 'Dampak/efek' yang perlu diprediksi sebelum mengkomunikasikan suatu pesan. 

Kedua, penyampaian pesan secara terbuka dan jujur. Pemerintah perlu membuka ruang dialog. Menganggap publik sebagai rekan, mendengar keluhan guna memperdalam kondisi lapangan karena informasi berkembang dari waktu ke waktu. Ketiga, pentingnya empati. Chen dkk (2020) menyebutkan valensi emosi masyarakat rupanya memperkuat keterlibatan (engagement) masyarakat di media sosial pemerintah Tiongkok. 

Valensi emosi melibatkan emosi positif dan negatif yang bersumber dari pengalaman informasi yang dialami secara pribadi. Di sini, menjadi penting bagaimana pemerintah mempelajari gestur dan cara penyampaian informasi kepada publik, khususnya bagi yang terdampak secara langsung oleh pandemi. Publik membutuhkan ambience yang suportif.

Terakhir, evaluasi dan peninjauan kembali strategi. Suatu program membutuhkan penilaian terkait efektivitas penyelenggaraannya. Sehingga, ke depan pemerintah dapat memutuskan untuk melanjutkanya dengan beberapa perbaikan, atau berhenti dan menggantikan dengan perencanaan program yang lain. Pemerintah perlu mengembangkan pesan-pesan baru yang membahas isu-isu yang terus berubah. Dinamika akan selalu terjadi dalam proses komunikasi. Membuat perencanaan yang matang dengan dibekali data-data yang akurat dapat menjadi fondasi dalam menghadapi kasak kusuk pagebluk.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya