Headline
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.
SETELAH pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi, Senin (7 Desember 2015) membawa dua implikasi penting. Hal pertama adalah Uji Kompetensi Dokter tetap diselenggarakan Asosiasi Pendidikan Kedokteran bekerja sama dengan Organisasi Profesi sesuai UU Pendidikan Kedokteran. Hal kedua adalah tetap dijalankannya Program Pendidikan Dokter Layanan Primer sesuai dengan amanah UU Pendidikan Kedokteran tersebut. Dalam UU itu dijelaskan dokter adalah dokter, dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis. Hal ini memunculkan nomenklatur 'dokter layanan primer' sebagai salah satu jenis dari dokter yang ada di Indonesia. Di pasal yang lain dalam UU itu dijelaskan dokter layanan primer tersebut setara dengan spesialis. Jika disinkronkan dengan UU Praktik Kedokteran, dokter layanan primer akhirnya dimasukkan ke kategori spesialis dengan gelar Sp.LP (spesialis layanan primer). Nomenklatur Sp.LP ini telah diresmikan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti). Oleh karena itu, dokter spesialis layanan primer yang diartikan oleh UU Pendidikan Kedokteran ini tentu berbeda dengan 'dokter layanan primer nonspesialis' yang kita kenal selama ini dengan istilah 'dokter praktik umum'. Keduanya memang berkompetensi dan berwenang dalam memberikan layanan kesehatan primer (tingkat pertama) dalam masyarakat. Akan tetapi, dokter spesialis layanan primer (Sp.LP) akan diberikan pendidikan dan pelatihan yang lebih mendalam. Hal ini akan mengangkat derajat dan harkat dokter praktik umum yang selama ini telah ada. Oleh karena dari bukti literatur yang ada, ketika dokter praktik umum diberikan pendidikan formal tambahan seperti ini, kepercayaan dan kepuasan masyarakat pun akan bertambah. Dengan pendidikan tambahan berkelas spesialis ini, ranah layanan primer (tingkat pertama) akan menjadi peminatan serius setelah selama ini sering 'hanya' menjadi batu loncatan para dokter untuk mengambil bidang spesialisasi lain. Hal ini tentu diharapkan akan membuat dokter tetap bertahan menjadi dokter di ranah layanan primer (seperti di puskesmas) sehingga kekurangan tenaga dokter di puskesmas juga dapat diatasi. Pendidikan formal tambahan untuk dokter praktik umum ini juga terjadi di negara lain karena dari bukti literatur terungkap kursus dan pelatihan tidak cukup untuk meningkatkan kompetensi dan kepercayaan masyarakat terhadap dokter yang bekerja di layanan primer (tingkat pertama seperti puskesmas, klinik, praktik pribadi, dan lain-lain). Oleh karena itu, kita butuh menyesuaikan diri untuk setara dengan dokter asing dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan menekan angka rujukan pasien ke rumah sakit di era Jaminan Kesehatan Nasional. Di negara lain, dokter spesialis layanan primer ini dinamakan dengan istilah general practitioner (GP) atau family medicine specialist (dokter keluarga). Kurikulum di Indonesia akan disesuaikan dengan situasi dan kondisi negara ini sehingga selain mencakup Ilmu Kedokteran Keluarga, juga mencakup Ilmu Kedokteran Komunitas dan Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Adanya standardisasi
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bekerja sama dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) dan didukun fakultas kedokteran terakreditasi A dan B, telah mendeklarasikan komitmennya untuk mendukung salah satu program prioritas nasional ini. Tentu saja, salah satu poin dalam deklarasi tersebut adalah komitmen dalam hal regulasi, pembiayaan, termasuk melengkapi fasilitas kesehatan dan wahana pendidikan untuk program ini. Perihal kelengkapan fasilitas tentu teramat penting karena kompetensi dokter tentu akan berkurang jika tidak memiliki fasilitas kesehatan yang memadai karena mereka tidak dapat menerapkan ilmunya. Memang kurikulum dokter layanan primer yang sekarang ada juga yang harus diperbaiki, tapi pendidikan dokter spesialis layanan primer ialah suatu keniscayaan yang tidak bisa ditawar di era globalisasi yang menuntut standardisasi dalam banyak hal. Pendidikan dokter spesialis layanan primer ini juga belum diwajibkan bagi dokter yang masih ingin berpraktik di ranah layanan primer. Oleh karena itu, dokter praktik umum yang selama ini ada juga masih dapat berpraktik seperti biasa. Pendidikan dokter spesialis layanan primer ini juga memangkas masa pendidikan dokter yang ingin serius menekuni bidang layanan kesehatan primer karena dokter yang hendak mengambil spesialisasi lain atau bidang lain tidak perlu mengambil pendidikan spesialis layanan primer ini. Dalam masa transisi ini, dokter yang telah memenuhi kriteria pembelajaran, pengalaman, serta penghargaan tertentu, dapat menjalani pendidikan masa transisi selama enam bulan dengan sistem Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL), sedangkan untuk yang belum memenuhi kriteria tersebut, harus menjalani pendidikan selama tiga tahun. Sistem ini telah diatur dalam regulasi yang ditetapkan Kemenristek Dikti. Untuk tahap awal, pemerintah telah menyediakan 300 beasiswa untuk dokter praktik umum di puskesmas. Selamat datang era dokter layanan primer berkelas spesialis. Selamat untuk masyarakat Indonesia yang akan menikmati layanan kesehatan primer yang lebih baik di puskesmas, klinik, praktik pribadi, dan lain-lain. Tentu dengan catatan jika pemerintah berkomitmen serius sesuai dengan cita-cita luhur program ini dengan dukungan segenap masyarakat Indonesia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved