DUNIA memang sedang tergoncang oleh kasus coronavirus disease atau dikenal dengan istilah covid-19 sejak akhir tahun lalu. Virus menular yang berasal dari Wuhan, Tiongkok, itu, telah menyebar ke 176 negara dan teritorial dengan angka orang yang terinfeksi sebanyak 219.345 orang dan menyebabkan 8.969 kematian, per Kamis, 19 Maret 2020 (https://www.worldometers.info/coronavirus).
Di Indonesia sendiri terjadi lonjakan yang besar pada kasus covid-19. Jika pada Senin (16/3) kasus terdampak masih 134 orang dengan jumlah kematian lima jiwa, informasi per Kamis (19/3) yang terdampak meroket menjadi 227 dengan kematian 19 jiwa.
Tentu menjadi kekhawatiran karena kasus ini akan terus membesar risikonya dan mengancam banyak sector, termasuk dunia pendidikan.
Respons cepat
Ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Surat Edaran No 3 tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan pada 9 Maret 2020; Surat Edaran Menteri Kesehatan No HK.02.01/MENKES/199/2020 pada 12 Maret 2020; dan Surat Edaran Sekjen Kemendikbud No 36603/A.A5/OT/2020 pada 15 Maret 2020, kasus covid-19 belum lagi ditemukan di Aceh. Namun, pilihan untuk bertindak cepat harus dilakukan.
Atas dasar itulah upaya sebagai rektor mengeluarkan Surat Edaran No 1/UN45/UM.02/2020 pada 15 Maret 2020 tentang Pencegahan Covid-19 di Lingkungan Universitas Malikussaleh. Pilihan ini harus diambil untuk melakukan tindakan pencegahan dan mitigasi yang efektif atas wabah yang kini telah menjadi pandemi global.
Di antara kebijakan yang diambil ialah menonaktifkan kegiatan perkuliahan di lingkungan kampus untuk melakukan sterilisasi serta melakukan karantina mandiri mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan, termasuk tidak melakukan aksi pertemuan di tempat umum sekaligus menghidupkan perkuliahan dan bimbingan tesis/skripsi secara daring.
Kebijakan tersebut aktif mulai 16 Maret hingga 3 April 2020. Tentu ada kesulitan ketika kebijakan baru ini diterapkan. Diterangkan juga bahwa penghentian tatap muka secara langsung bukan berarti bahwa perkuliahan dan bimbingan tidak dilakukan.
Namun, dengan tradisi perkuliahan secara konvensional, pilihan melakukan pembelajaran secara daring dari kediaman masing-masing tidak mudah dilakukan. Pertama, memerlukan kesiapan perangkat dan tentu paket data internet yang masih dikelola secara mandiri.
Kedua, tidak semua dosen dan mahasiswa siap mengoperasikan sistem pembelajaran daring dengan cepat, termasuk juga mempersiapkan bahan perkuliahan secara digital.
Pembelajaran dari luar kampus tentu menjadi bagian yang juga telah diamanahkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, untuk mewujudkan Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka. Memang jika dilihat pada tujuannya, Permendikbud No 3 tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi itu lebih berfokus pada perubahan sistem akreditasi dan debirokratisasi kampus.
Pilihan itu memungkinkan dosen ‘merdeka mengajar’ sehingga lebih memfokuskan diri pada upaya transfer pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa. Kebijakan itu juga bisa mendorong mahasiswa agar bisa lebih inovatif dan kreatif dalam belajar (student centered learning).
Kreatif di tengah musibah
Prahara wabah covid-19 memang telah menjadi keprihatinan global. Wabah ini telah menyebabkan kelesuan pada pelbagai sektor: finansial, perdagangan, turisme, sosial-budaya, dan juga pertumbuhan ekonomi. Namun, tak patut bagi kita terpasung pada kemurungan global berlama-lama.
Ada banyak inisiatif yang bisa dilakukan untuk tetap bersiasat di tengah kesulitan. Di dunia pendidikan, termasuk pendidikan tinggi, bisa memanfaatkan kemerdekaan berpikirnya untuk lepas dari masalah dan menatap masa depan dengan optimistis. Salah satu yang bisa dilakukan perguruan tinggi ialah ‘me-lockdown’ perkuliahan secara fisik--tentu temporer sifatnya--dan memaksimalkan ‘open up’ kuliah model lain dengan memanfaatkan teknologi virtual dan digital.
Revolusi industri 4.0 memungkinkan kita melakukan inisiatif terbarukan untuk memaksimalkan fungsi komunikasi, transfer informasi, dan pengetahuan. Dunia boleh mewabah dan terimpit oleh pertumbuhan yang melambat, tapi dunia pendidikan harus terus berlari demi melanjutkan peradaban.
Memang tetap saja perjumpaan fisik tidak bisa dipinggirkan. Untuk momen seperti yudisium, wisuda, praktik kerja lapangan (PKL), juga kuliah kerja nyata (KKN), dan tentu saja kuliah secara ‘tradisional’, perjumpaan riil dan sosial harus dilakukan. Itu karena tujuan pendidikan tinggi seperti tertuang di dalam UU No 12 tahun 2012 menerapkan nilai humaniora dan pembudayaan demi membentuk manusia Indonesia yang berkarakter harus dilakukan di dunia nyata.
Perjumpaan fisik tetap tidak akan ditinggalkan meskipun kemajuan teknologi virtual dan digital semakin menebal. Meskipun wabah covid-19 ini akan berlangsung lama, kita harus memikirkan pola dan metode pembelajaran fisik dan sosial yang aman bagi semua orang.
Perkembangan teknologi komunikasi dan digital memiliki peran signifikan yang bisa dimanfaatkan seluas-luasnya oleh para akademia untuk menatap hari depan lebih cerah.