Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Berefleksi pada Virus Korona

Aries Heru Prasetyo Associate Dean Research and Innovation PPM School of Management
29/1/2020 06:00
Berefleksi pada Virus Korona
(Dok. ppm)

SAMPAI dengan tulisan ini diturunkan, virus korona telah memakan korban sebanyak lebih dari 106 jiwa dengan setidaknya terdapat 2.900 kasus di seluruh dunia. Meski angka penderita virus ini di Indonesia masih rendah, belajar dari bagaimana sejumlah negara menghadapi virus ini kiranya menjadi hal yang sangat penting. Untuk tujuan menahan laju merebaknya virus ke seluruh dunia, pemerintah dari sejumlah negara memberikan larangan bagi warga negaranya dalam melakukan kunjungan ke wilayah-wilayah kritis.

Bagi Tiongkok, realitas merebaknya virus korona ini spontan menciptakan gangguan pada sisi ekonominya. Industri otomotif di beberapa daerah di sana, kini mulai terkena imbasnya. Perusahaan seakan tak mau ambil risiko atas keselamatan karyawannya. Beberapa pabrik otomotif, seperti Honda Motor, diberitakan telah mulai menarik sejumlah karyawannya untuk alasan keselamatan.

Hal ini secara otomatis berdampak pada proses produksi yang tengah dilakukan. Itu karena bisa jadi penghentian aktivitas kini merupakan pilihan terbaik. Ketika keputusan itu diambil, suplai produk akan mengalami keterlambatan dari jadwal sebelumnya. Alhasil, ketika daerah pabrik diputuskan untuk ditutup sementara waktu, penyebaran virus ini secara langsung akan memberikan dampak yang cukup besar bagi industri lokal.

Di Amerika Serikat, beberapa pemain besar, seperti Ford Motor, Fiat Chrysler, dan Volkswagen of America, juga disebut-sebut akan menerapkan kebijakan serupa, melarang adanya kunjungan ke wilayah-wilayah yang terjangkit virus tersebut. Ini secara otomatis akan memutus jalur logistik dan distribusi produk ke seluruh dunia, bukan hanya pada daerah yang terpapar virus. Perlahan, tapi pasti. Terbayang betapa besar kerugian yang akan ditanggung oleh dunia.

Sebagai negara pusat produksi dunia, peran Tiongkok dalam percaturan ekonomi global sangat penting. Masih lekat dalam ingatan bahwa ketika momen World Economic Forum di Davos yang baru saja berlalu dimanfaatkan sejumlah pemimpin dunia untuk membuka akses ekonomi dengan Tiongkok. Kala itu, Amerika Serikat pun memandang kesepakatan perdagangan dan ekonomi dengan Tiongkok masih jauh lebih mendatangkan manfaat lebih daripada alotnya hubungan antara mereka dan Eropa. Hal ini sekaligus membuktikan betapa penting posisi Tiongkok di mata negara-negara maju.

Merebaknya virus yang bersumber di Wuhan tersebut memberi pelajaran yang baik untuk kita. Pertama, edukasi dan komunikasi terkait virus ini sangatlah penting. Dari bagaimana symptom yang ditimbulkan, pola penyebarannya, hingga cara mengantisipasi agar tidak sampai terjangkit. Pola ini akan mampu meredam kepanikan pasar.

Merujuk pada beberapa studi yang dilakukan sebelumnya, ketika virus SARS merebak satu dekade lalu, kondisi psikologis pasar turut mewarnai kinerja ekonomi selama bencana terjadi. Ketika pasar terindikasi dalam keadaan panik, masyarakat pada umumnya mengambil keputusan di luar koridor rasional yang kuat. Seperti, misalnya, pembelian barang dalam jumlah berlebihan atau bahkan melakukan aksi spekulasi.

Kedua, pentingnya kita memiliki rencana khusus dalam menghadapi kondisi luar biasa atau yang secara konseptual disebut dengan manajemen risiko. Secara teori, risiko merujuk pada masalah potensial yang dapat terjadi. Ini berarti dalam terminologi waktu, risiko didefinisikan sebagai suatu kejadian yang berpeluang terjadi. Hal ini berbeda dengan kejadian yang telah terjadi. Untuk konteks tersebut, kejadian telah tertransformasi menjadi masalah.

Merujuk pada kasus banjir pada awal 2020 di Jabodetabek, memiliki sebuah rencana manajemen risiko atas virus korona mutlak perlu segera diinisiasi. Rencana ini bukan hanya untuk kapasitas bisnis dan ekonomi, melainkan juga untuk kehidupan masyarakat. Semua ini bertujuan untuk menjaga stabilitas kehidupan selama epidemi virus terus menyebar.

Ketiga, membangun pola komunikasi yang baik di antara para pemangku kepentingan. Hal ini bertujuan untuk membangun paradigma positif, mengajak peran serta aktif dari seluruh pemangku kepentingan yang ada untuk bergerak bersama-sama dalam menanggulangi setiap kejadian yang ada.

Di sinilah peran media massa maupun media sosial dinilai cukup penting. Karenanya, menyebarkan informasi positif terkait upaya penanggulangan akan lebih baik daripada memublikasikan hal-hal yang berpotensi mendatangkan ketakutan atau kekhawatiran di masyarakat.

Berangkat dari tiga hal di atas, realitas ini kiranya perlu dipandang sebagai peluang bagi dunia akademis di dalam negeri untuk mengedepankan penelitian terkait upaya penanggulangan virus. Ketika itu dapat terjadi, tak sulit untuk menunjukkan kepada dunia bahwa kalangan akademisi Indonesia mampu menunjukkan kontribusinya pada upaya meredakan ketegangan yang ada. Selamat berefleksi, sukses senantiasa menyertai Anda!



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya