Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Di Balik Krisis Politik AS-Iran

Hasibullah Satrawi Alumnus Al-Azhar, Kairo, Mesir, Pengamat politik Timur Tengah dan Dunia Islam.
10/1/2020 06:00
Di Balik Krisis Politik AS-Iran
Opini(Dok.MI/Tiyok)

APA yang akan kembali terjadi di Timur Tengah? Inilah pertanyaan yang hadir di benak sebagian pihak pascaterbunuhnya Jenderal yang sangat (bahkan bisa dibilang) paling berpengaruh di Iran saat ini, yaitu Qassem Soleimani. Sebagian pihak bahkan mengkhawatirkan krisis yang ada berkembang menjadi konflik yang berdampak secara global.

Sebagaimana dimaklumi, Jenderal Qassem Soleimani yang menjabat sebagai Komandan Pasukan Al-Quds (sayap militer luar negeri Garda Revolusi Iran) dibunuh oleh AS melalui serangan drone di sekitar Bandara Baghdad, beberapa waktu lalu. Serangan ini juga menewaskan beberapa pengawal dan kepercayaan Soleimani yang turut serta dalam rombongan, termasuk di dalamnya ialah Hussein Jafari yang oleh sebagian pihak dianggap sebagai 'kotak hitamnya' Soleimani (aawsat.com, 6/01).

Hal yang perlu diperhatikan ialah AS dan Iran dipastikan akan menggunakan peristiwa ini untuk kepentingan politik nasional masing-masing. Trump sejauh ini menyatakan bahwa serangan yang dilakukan untuk melindungi rakyat dan tentara AS di luar negeri, khususnya di Irak.

Secara politik, apa yang disampaikan oleh Trump tak bisa dianggap sebagai isapan jempol belaka. Mengingat dalam beberapa bulan terakhir, Irak memang berada dalam guncangan demi guncangan yang dipelopori oleh para pemuda Irak. Para demonstran menuntut pengelolaan negara yang lebih terbuka, bersih, sekaligus mandiri dari pengaruh negara-negara lain (khususnya Iran dan AS).

Bila gerakan ini terus berjalan, sudah pasti Iran maupun AS akan terdampak pengaruhnya ke depan. Maka itu, sebelum semunya terjadi dan tanpa kontrol, AS dan Iran mencoba untuk memulai semuanya dengan menjadikan Irak sebagai medan tempur dalam perang kepentingannya.

Sebagai Komandan Pasukan Al-Quds yang tak lain ialah sayap militer luar negeri Garda Revolusi Iran, Soleimani dianggap sebagai 'arsitek ulung' sekaigus tokoh karismatik di Iran.

Kemenangan rezim Bashar al-Assad dalam mempertahankan kekuasaannya dari gempuran kelompok revolusi dan juga ISIS dianggap oleh banyak pihak sebagai salah satu buah tangan Soleimani dalam mengembangkan pengaruh poliitk dan militer Iran di kawasan. Sebagai salah satu tokoh militer yang kharismatik, operasi terhadap Soleimani sejauh ini belum menjadi pilihan bagi lawan-lawannya. Hingga akhirnya Trump mengambil keputusan tersebut.

Sudah pasti Trump mencoba untuk menggunakan peristiwa ini dalam kepentingan politiknya, terlebih lagi saat ini Trump berada dalam ancaman pemakzulan. Persoalannya ialah sebagian masyarakat dan tokoh AS justru mengecam keputusan Trump tersebut. Bahkan, secara politik internasional, keputusan membunuh Soleimani justru menyatakan (daripada sebelumnya sekadar) ancaman keamanan terhadap warga dan pasukan AS.

Faktanya, pascapembunuhan Soleimani, kedutaan AS di Irak (dan juga beberapa negara lain) menjadi tempat unjuk rasa yang memprotes keputusan AS membunuh Soleimani. Bahkan, Parlemen Irak pun mengeluarkan pendapat yang mengusir tentara asing (termasuk AS) dari negerinya.

Hal yang kurang lebih sama, Iran juga dipastikan akan menggunakan peristiwa ini untuk kepentingannya. Sebagaimana telah disampaikan di atas, Soleimani selama ini menjadi salah satu otak utama di balik kebijakan militer Iran di kawasan, khususnya di Suriah, Irak, Libanon, Yaman, Gaza, dan yang lainnya.

Juga, sejauh ini tangan dingin Soleimani menghasilkan hal-hal yang sangat besar, seperti keberhasilan mempertahankan rezim Bashar al-Assad di Suriah, menjaga wibawa dan mengembangkan Hizbullah di Libanon, bahkan membuat koalisi Arab Saudi di Yaman hampir mati langkah.

Persoalannya ialah kehidupan nasional Iran bukan tanpa masalah, khususnya setelah negara itu terus mengalami hukuman dari AS dan sekutu-sekutunya. Belakangan, sebagian pihak di Iran melakukan protes terhadap penguasa Iran yang terlalu ambisius dengan pelebaran kekuasaan Iran di kawasan. Sementara itu, kehidupan rakyat Iran masih perlu banyak penguatan, baik secara ekonomi maupun demokrasi.

Persis di sinilah kepentingan politik pemerintahan Iran. Keberadaan Soleimani yang cukup karismatik di kalangan masyarakat Iran akan memudahkan para elite Iran untuk mendapatkan 'dampak positif' dari kematian salah satu tokoh utamanya ini. Bahkan, agresivitas negara luar (khususnya AS dan sekutunya, sebagaimana tecermin dari pembunuhan Soleimani) bisa menjadi pembenaran bagi pemerintahan Iran terkait dengan pentingnya perluasan wilayah kekuasaan di luar Iran.

Menertibkan dunia luar ialah bagian dari kesempurnaan penataan dalam negeri, terlebih lagi sampai menghasilkan keuntungan tertentu dari dunia luar yang akan bermanfaat bagi kepentingan nasional.

Kepentingan kawasan

Pada tahap tertentu, bisa dikatakan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik mutakhir di Timur Tengah ialah pihak-pihak yang memiliki kekuatan juga kepentingan di kawasan. Hal yang harus diperhatikan ialah di luar AS dan Iran, masih ada negara-negara lain yang tak kalah besar kepentingannya, seperti Arab Saudi, bahkan juga Israel. Bahkan, sebagian sumber di Timur Tengah menyebutkan bahwa jauh tahun sebelum sekarang justru Israel yang pernah hampir berhasil membunuh Soleimani sebelum akhirnya digagalkan.

Kepentingan Arab Saudi di Timur Tengah belakangan sudah jelas terlihat, baik yang bersifat ekonomi, politik maupun historis. Terlebih lagi, Arab Saudi sangat berpeluang untuk menjadi negara adidaya di dunia Arab pascakawasan ini dilanda Arab Spring yang tak kunjung stabil hingga hari ini.

Sementara itu, kepentingan Israel lebih pada stabilitas keamanan mereka yang kerap merasa diganggu oleh Iran melalui sekutunya, seperti Hamas di Ghaza dan Hizbullah di Lebanon. Terlebih lagi, Iran saat ini menjadi satu-satunya negara berpenduduk muslim di Timur Tengah yang belum ditaklukkan oleh Israel.

Bila sedemikian megah kepentingan negara-negara besar tersebut di Timur Tengah, tidak demikian bagi negara-negara yang menjadi medan tempur bagi kepentingan negara-negara di atas, seperti Irak, Yaman, Libanon bahkan Suriah itu sendiri.

Negara-negara ini hanya membutuhkan stabilitas politik, pembangunan ekonomi, dan kedamaian bagi segenap warganya. Namun, kepentingan AS, Iran, Arab Saudi, Israel, dan masih banyak negara besar lain yang terlibat konflik di Timur Tengah justru menghancurkan negara-negara seperti Yaman, Irak, Libanon, dan sejumlah negara lain beserta seluruh rakyatnya.

Dilihat dari serangan balasan yang dilakukan Iran terhadap pangkalan militer AS di Irak pada Rabu (8/01) dini hari, tampaknya kedua belah pihak memilih untuk meningkatkan krisis yang ada, setidaknya untuk beberapa waktu ke depan. Sebaliknya, AS dan Iran sepertinya akan melanjutkan perang tak langsungnya dengan menjadikan beberapa negara di Timur Tengah sebagai medan tempur.

AS menegaskan akan memilih menjatuhkan sanksi ekonomi daripada membalas serangan Iran terakhir secara militer. Pun, demikian elite Iran, menganggap serangan kemarin hanya langkah awal dari perjalanan jauh untuk mengusir AS dari Timur Tengah. Bagaimana perkembangannya ke depan? Wallahualam bissawab, hanya Allah yang tahu kebenarannya.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya