Kesiapan Infrastruktur RI dalam Persaingan MEA

Agus Herta Sumarto Peneliti Indef
05/2/2016 02:35
Kesiapan Infrastruktur RI dalam Persaingan MEA
(ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)

SEBAGAIMANA diketahui bahwa sejak 1 Januari 2016, secara serentak seluruh negara ASEAN memasuki pemberlakuan kerja sama ekonomi dalam satu bingkai pasar tunggal ASEAN atau yang lebih dikenal dengan sebutan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Sejatinya, perumusan konsep pasar tunggal ini sudah dilakukan sejak jauh-jauh hari yaitu pada KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003, saat seluruh anggota ASEAN menyepakati pembentukan komunitas ASEAN yang salah satu pilarnya ialah Komunitas Ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic Community (AEC)/Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Pada KTT tersebut, negara-negara ASEAN berharap dapat membentuk sebuah pasar tunggal pada 2015 atau 12 tahun setelah pelaksanaan KTT Bali. Dengan kata lain, seluruh negara ASEAN menyadari bahwa pembentukan pasar tunggal tersebut tidak mungkin dilakukan secara instan. Perlu persiapan dan perencanaan yang benar-benar matang sehingga tidak ada satu negara pun yang dirugikan dari pemberlakuan pasar tunggal tersebut. Bahkan dalam pelaksanaannya, MEA tidak dilakukan secara serentak di semua sektor ekonomi.

Sebagai pembuka, pelaksanaan MEA ini hanya dilaksanakan di 12 sektor ekonomi dan delapan profesi tenaga kerja terdidik. Dengan dibukanya 12 sektor ekonomi dan delapan profesi terdidik ini diharapkan setiap negara bisa melakukan proses adaptasi dan transformasi ekonomi dengan baik. Setiap negara diharapkan dapat menyesuaikan semua produk ekonomi, regulasi, birokrasi, dan sarana pendukung di negaranya sehingga setiap negara mampu berperan aktif dan mengambil keuntungan ekonomi dari pelaksanaan MEA ini.

Dengan pembukaan ke-12 sektor tersebut, setiap negara ASEAN termasuk Indonesia akan dihadapkan pada permasalahan daya saing. Hanya negara dengan produk yang berdaya saing yang akan mampu memenangi persaingan dalam MEA nanti. Negara yang tidak memiliki daya saing di ke-12 sektor tersebut kemungkinan besar akan tercecer dalam persaingan. Pada akhirnya sektor-sektor yang tidak berdaya saing tersebut akan tersingkir dari persaingan dan digantikan barang dan jasa yang berasal dari negara ASEAN lainnya yang lebih berdaya saing.

World Economic Forum (WEF) telah menentukan 12 pilar yang memengaruhi tingkat daya saing suatu negara dan salah satu yang terpenting ialah kondisi infrastruktur. Dalam dunia ekonomi dan industri, kualitas infrastruktur memiliki peran dan fungsi yang sangat strategis. Kualitas infrastruktur akan emengaruhi biaya logistik yang harus dikeluarkan perusahaan.

Semakin buruk kualitas infrastruktur suatu negara, akan semakin besar biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk menjalankan operasinya baik dalam pengadaan input maupun pendistribusian output. Berdasarkan penilaian WEF, kualitas infrastruktur Indonesia berada di peringkat 62 dari 189 negara yang disurvei. Di antara negara-negara ASEAN, kualitas infrastruktur Indonesia berada di urutan keempat dari sembilan negara ASEAN yang disurvei.

Kualitas infrastruktur Indonesia masih berada di bawah Singapura (peringkat dua), Malaysia (peringkat 24), dan Thailand (peringkat 76).
Kualitas infrastruktur Indonesia hanya lebih baik dari Myanmar (peringkat 134), Laos (peringkat 98), Filipina (peringkat 90), dan Kamboja (peringkat 84).
Lebih parahnya, permasalahan infrastruktur ini merupakan permasalahan klasik yang sudah ada sejak beberapa tahun yang lalu bahkan belasan tahun yang lalu. Setiap pelaku usaha dan industri selalu mengeluhkan buruknya kualitas infrastruktur Indonesia.

Namun, pemerintah seolah-olah tidak berdaya untuk meningkatkan kualitas infrastruktur Indonesia terlepas siapa pun presiden dan rezim pemerintahannya. Hasil survei WEF tentang permasalahan-permasalahan utama dalam menjalankan bisnis di Indonesia, masalah infrastruktur belum pernah sekalipun absen. Bahkan peringkatnya selalu masuk posisi lima besar masalah yang paling sering dikeluhkan dunia usaha. Pada 2013-2014, masalah infrastruktur berada di peringkat ketiga. Pada 2014-2015 masalah infrastruktur kembali menjadi masalah yang banyak dikeluhkan, namun pada 2014-2015 posisinya berubah menjadi peringkat lima, namun dengan nilai yang tidak jauh berbeda.

Pada periode 2015-2016 permasalahan infrastruktur kembali ke peringkat ketiga dengan nilai yang lebih besar dari periode 2013-2014. Hal ini menandakan bahwa kualitas infrastruktur Indonesia saat ini lebih buruk dibandingkan dua tahun yang lalu. Buruknya kondisi infrastruktur ini berdampak langsung pada biaya logistik yang harus dikeluarkan para pelaku ekonomi dan industri. Biaya logistik di Indonesia bisa mencapai 22%-32% (Ina Primiana, 2013) atau 14% dari biaya produksi (LPEM-UI, 2011). Semakin kecil perusahaan, biaya logistik yang dikeluarkan akan semakin tinggi hingga mencapai 32%.

Hal yang mustahil memenangi persaingan dalam MEA jika biaya logistik sangat tinggi dan menciptakan high cost economy dalam seluruh aktivitas perekonomiannya. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur yang mendukung biaya logistik murah menjadi hal yang sangat mendesak dan perlu segera dibangun pemerintah. Namun, menjadi hal yang tidak realistis jika dengan ketersediaan anggaran pembangunan yang terbatas pemerintah memaksakan diri untuk membangun infrastruktur di semua sektor prioritas MEA.

Dalam jangka pendek dan menengah, pemerintah hanya akan mampu membangun infrastruktur utama dan penunjang di beberapa sektor saja. Jika dalam jangka pendek dan menengah pemerintah mencoba untuk membangun infrastruktur di semua sektor, hasilnya tidak akan optimal dan pada akhirnya tidak akan memberikan multiplier effect yang signifikan dalam rangka memenangi persaingan MEA.

Dalam pembangunan infrastruktur jangka pendek dan menengah, sebaiknya pemerintah fokus di beberapa sektor yang dianggap memiliki keunggulan baik keunggulan absolut maupun keunggulan komparatif, sehingga sektor-sektor unggulan tersebut mampu mengambil keuntungan ekonomi yang maksimal dari pemberlakuan MEA saat ini.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya