Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
SALAH satu pokok pikiran Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) sampai pada kesimpulan memilih mendukung Presiden Joko Widodo untuk dua periode adalah dengan akal sehat. "Dukungan saya berbasis pertimbangan kemaslahatan bangsa, umat, dan akal sehat," katanya (10/7).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), akal berarti daya pikir (untuk memahami sesuatu dan sebagainya); pikiran; jalan atau cara melakukan sesuatu; daya upaya; ikhtiar. Sedangkan sehat berarti waras; baik dan normal (tentang pikiran). Dengan demikian, secara sederhana, akal sehat bisa diartikan pikiran yang waras.
Hak TGB mendukung Jokowi agar terpilih kembali dalam Pilpres 2019. Karena bersifat pribadi, itu tidak masuk dalam ranah yang bisa dihakimi oleh siapa pun, apakah keputusan itu benar atau salah. TGB sendiri sudah menegaskan bahwa dirinya siap menghadapi atau menanggung apa pun konsekuensi atas pilihannya tersebut.
Tidur di Balekambang
Terkait memilih dengan akal sehat, ada cerita menarik dalam dunia pakeliran. Ini terjadi sebelum pecah perang Bharatayuda ketika Raja Astina Prabu Duryudana (Kurawa) dan Arjuna (Pandawa) dihadapkan pada pilihan, yakni memilih seribu raja atau satu orang (Kresna).
Ini tercerita dalam lakon Kresna Gugah. Alkisah, Kresna sedang tidur di pertapaan Balekambang (ada yang menyebut Jalatunda). Pada saat itu sesungguhnya Kresna tidak tidur biasa, ia sedang laku ngrogoh sukma, sukmanya menuju Kahyangan meninggalkan wadaknya.
Sebelum tidur, Kresna berpesan kepada nayaka praja kepercayaannya, Setyaki dan Udawa, untuk menjaganya. Siapa pun tidak diperkenankan mendekati wadaknya, apalagi sampai menyetuh. Selain kedua kesatria itu, puluhan prajurit Dwarawati juga menjaga pertapaan di ring luar.
Pada suatu waktu, Duryudana dan adik-adiknya beserta nayaka praja teras Astina datang ke Balekambang. Mereka ingin memboyong Kresna. Misi mereka didasari wangsit yang diterima pujangga Astina, Durna, bahwa siapa yang didukung Kresna akan unggul dalam Bharatayuda.
Semula, golongan Kurawa tidak bisa mendekati pertapaan. Mereka dihadang dan dihalau Setyaki dan Udawa. Namun, berkat bantuan Raja Mandura Prabu Baladewa, mereka berhasil masuk ke pertapaan. Mereka kemudian satu persatu membangunkan Kresna dari tidurnya.
Namun, meski sudah menggunakan berbagai cara, upaya Sengkuni, Durna, Karna, dan Duryudana serta adik-adiknya gagal. Malah mereka seperti terkena kekuatan gaib yang melindungi Kresna sehingga terpental.
Baladewa, kakak Kresna, pun tidak kuasa membangunkan adik kandungnya. Ia lalu sadar bahwa ini bukan hal yang wajar sehingga memutuskan untuk sementara menunggu tidak jauh-jauh dari pertapaan. Ia sangat mengenal dan mengerti betul segala 'permainan' adiknya.
Baladewa mengajak Kurawa untuk menanti dengan sabar hingga Kresna bangun dengan sendirinya. Ia yakin upaya apa pun untuk menyadarkannya akan sia-sia karena tidak ada kekuatan yang mampu mengusiknya.
Kehadiran Baladewa di tempat tersebut karena diminta secara khusus oleh Duryudana. Hubungan Baladewa degan Duryudana sangat dekat. Istri Duryudana, Banowati, adalah adik kandung Irawati, istri Baladewa.
Pilih seribu raja
Sesaat setelah Baladewa dan Kurawa menyingkir, datanglah Arjuna. Kedatangannya juga membawa misi sama, membangunkan Kresna dan memboyongnya ke Amarta. Namun, berulang kali Arjuna berusaha, tapi ia juga selalu gagal sehingga nyaris kehilangan kesabaran.
Pada saat itu, Semar yang menyertainya, lalu memberikan nasihat. Ia membisiki Arjuna, bahwa sesungguhnya Kresna bukan tidur. Wadak yang tampak terlelap itu sejatinya tanpa isi, tidak ubahnya seonggok daging. Paham akan nasihat itu, Arjuna segera mengheningkan cipta. Arjuna mengosongkan diri dan sukmanya menyusul Kresna ke Kahyangan.
Pada bagian lain, sukma Kresna sedang menghadap Bathara Guru, raja Kahyangan Jonggring Saloka. Kresna menyampaikan kegelisahannya sekitar apa yang akan terjadi dalam Bharatayuda. Ini perang besar antarsaudara, Kurawa dan Pandawa, yang melambangkan kezaliman dan kebenaran.
Singkat cerita, Kresna berhak mendapatkan Kitab Jitabsara yang berisi skenario perang Bharatayuda. Sebagai gantinya, Kresna harus mengembalikan pusaka Kembang Wijayakusuma kepada Bathara Guru. Kesaktian pusaka itu dapat untuk menghidupkan kembali makhluk yang mati sebelum takdirnya.
Di tengah perjalanan kembali ke marcapada, sukma Kresna bertemu sukma Arjuna. Keduanya kemudian bersama-sama masuk ke wadak masing-masing. Saat keduanya bangun dari tidurnya, di sekeliling mereka sudah ada Baladewa, Duryudana serta para pendukungnya.
Duryudana menyatakan dirinya datang ke Balaikambang demi memboyong Kresna ke Astina. Sedangkan Arjuna menyatakan dirinya datang atas utusan Raja Amarta Prabu Puntadewa juga untuk memboyong Kresna. Kemudian terjadilah perdebatan siapa yang paling berhak.
Kresna menengahi. Ia lalu memberikan pertanyaan kepada Duryudana dan Arjuna. Pertanyaannya sama, memilih Kresna atau seribu raja dengan seluruh angkatan perangnya. Setelah berpikir keras, Duryudana akhirnya memilih seribu raja, sedangkan Arjuna memilih Kresna.
Kresna kembali mengulangi pertanyaan yang sama. Duryudana tetap menjatuhan pilihan kepada seribu raja. Pertimbangannya, dengan seribu raja beserta angkatan perangnya yang berpihak pada dirinya, Kurawa akan gampang melindas Pandawa yang hanya berkekuatan lima orang dan hanya didukung oleh satu orang, Kresna.
Pengatur keadilan jagat
Mendengar keputusan akhir Duryudana, Durna yang mendampinginya menangis penuh penyesalan. Ia mengatakan, meski didukung seribu raja tetapi itu tidak akan ada apa-apanya bila dibandingkan dengan Kresna, yang sejatinya titisan Bathara Wisnu, dewa keadilan jagat.
Arjuna (Pandawa) memboyong Kresna ke Amarta. Raja Dwarawati itu yang pada akhirnya menjadi botoh dan pengatur strategi perang di pihak Pandawa. Singkat cerita, Pandawa memenangkan perang Bharatayuda, sedangkan Kurawa tumpes di Kurusetra.
Dalam konteks akal sehat, Arjuna telah melakukannya dengan pikiran waras. Sementara itu Duryudana, yang kelihatannya memilih dengan akal sehat tetapi sesungguhnya sesat.
Kenapa demikian, karena meski Kresna hanyalah seorang diri sejatinya ialah pengatur keadilan jagat, ia sang penentu. Bahkan, sebelum Bharatayuda pecah, Kresna pun sudah mengetahui apa yang akan terjadi lewat Kitab Jitabsara.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved