Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
MENCEGAH lebih baik daripada mengobati. Melakukan tindakan preventif jauh lebih baik daripada represif. Revisi atas UU Antiterorisme yang baru saja diselesaikan dan disetujui DPR selayaknya kita maknai seperti itu.
Jangan kita baca dan tafsirkan bahwa undang-undang itu untuk menghabisi (membunuh) mereka yang selama ini ditengarai akan melakukan gerakan terorisme.
Akhirnya kita patut memberikan apresiasi kepada DPR yang hari ini (Jumat 25 Mei) menyetujui untuk mengesahkan revisi atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme menjadi undang-undang yang baru.
Sebelumnya DPR memang terkesan "mempermainkan" UU tersebut setelah pemerintah mengajukan revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 dua tahun lalu. Bayangkan, membahas revisi UU, masa sih sampai dua tahun?
Namun, belakangan rakyat akhirnya "maklum", sebab ada motif politik di balik berlarutnya pembahasan atas revisi undang-undang tersebut.
Fakta tidak bisa dimungkiri bahwa di sekitar kita ada sementara kelompok dan kekuatan politik yang mencoba memaksakan berlakunya ideologi tertentu di luar ideologi Pancasila dengan memanfaatkan atau menunggangi gerakan terorisme.
Aksi mereka sangat meresahkan, sebab berkali-kali melakukan tindakan teror yang salah satunya adalah melakukan aksi bom bunuh diri. Aksi seperti itu tidak saja menewaskan sang teroris, tapi juga orang yang tidak tahu apa-apa.
Puncaknya adalah peristiwa maut yang dua pekan lalu terjadi di Surabaya dan Riau. Para dedengkot terorisme tidak lagi memanfaatkan orang-orang sangar, tapi keluarga "baik-baik" (alim) dan anak-anak.
Rakyat sudah teramat gemas, mengapa teror seperti itu terus berulang. Dengan menggunakan UU Tindak Pidana Terorisme yang belum direvisi, polisi memang tidak leluasa melakukan antisipasi, sebab polisi baru bisa bertindak setelah aksi terorisme sudah terjadi.
Dengan adanya UU yang telah direvisi, akan memudahkan bagi pihak kepolisian untuk melakukan penindakan sebelum sang teroris atau calon teroris beraksi.
Kini dengan adanya UU tersebut, kepolisian sudah dapat bertindak bila ada indikasi terorisme terhadap pihak-pihak atau kelompok meskipun masih dalam tahap perencanaan.
Kepolisian juga diberikan wewenang untuk menangkap orang-orang yang melakukan provokasi yang mengajarkan radikalisme. Pasalnya, seperti diungkapkan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, lahirnya terorisme berawal dari radikalisme.
Dengan adanya UU yang telah direvisi, posisi kaum teroris dan pendukungnya -- mereka kerap disebut sel tidur -- akan semakin terjepit.
Tempo hari DPR berdalih pembahasan atas revisi UU No 15/2003 itu alot lantaran ada dua hal krusial yang belum disepakati, yaitu batasan (definisi) terorisme dan keterlibatan TNI dalam menangani tindak pidana terorisme.
Meskipun di saat-saat terakhir pembahasan, di DPR masih ada dua kubu yang berbeda pendapat soal definisi terorisme, akhirnya definisi terorisme yang tertuang UU yang telah direvisi adalah seperti ini:
"Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif politik, ideologi, atau gangguan keamanan."
Lalu bagaimana dengan peran TNI? Pada prinsipnya DPR setuju dengan keterlibatan TNI dalam penanganan tindak pidana terorisme. Namun, rinciannya akan diatur kemudian melalui Peraturan Presiden (Perpres).
Dengan telah selesainya revisi UU tersebut, maka Presiden Joko Widodo tidak perlu merealisasikan "ancamannya" akan mengeluarkan Perppu.
Kecuali sekelompok orang yang tersirat mendukung atau bersimpati kepada aksi terorisme karena punya agenda tersembunyi ingin menggganti ideologi Pancasila, mayoritas rakyat di negeri ini setuju bahwa TNI perlu dilibatkan mencegah dan membasmi terorisme.
Mayoritas rakyat tentunya tidak ingin negeri yang telah memiliki ideologi Pancasila yang sila pertamanya Ketuhanan Yang Maha Esa ini porak poranda hanya oleh begundal-begundal politik yang punya agenda tersembunyi untuk mengganti Pancasila.
Saya perkirakan pasca disetujuinya revisi atas UU No 15/2003 itu, masih ada sisa-sisa begundal politik yang mengungkapkan kekecewaannya dengan mengungkapkan dalih yang seolah-olah masuk akal. Kita tunggu saja.
Keberatan mereka pasti soal keterlibatan TNI. Sudahlah ini lagu lama. Buat rakyat yang waras, buat apa memersoalkan atau takut kepada TNI jika memang kita tidak punya niat mengganti ideologi Pancasila, apalagi dengan jalan terorisme?
Mari kita berpikir positif. Orang yang berpikir positif selalu melihat yang tidak bisa dilihat, merasakan yang tidak dapat dirasakan, dan meraih segala sesuatu yang tampaknya tidak mungkin diraih.
Sebaliknya, orang yang berpikiran negatif, akan berat meraih apa pun karena dibalik kebaikan yang dia terima pun dia tetap melihat ada hal yang negatif.
Gunakan cara pandang dan pikiran yang positif dalam setiap hal yang kita lakukan, pasti kita akan terus termotivasi untuk melakukan yang terbaik. Yang terbaik akan hilang ketika berpikiran negatif, sebaliknya yang buruk justru menjadi baik ketika kita berpikir positif.
Yuk, kita berpikir positif atas disetujuinya revisi atas UU Tindak Pidana Terorisme.
Berpikir negatif meski berdalih "mengkritisi" itu melalahkan.(*)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved