Headline

Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.

Ekspansi APBD dan Akselerasi Obligasi Daerah

Tasroh Tim Desain APBD Banyumas Alumnus Ritsumeikan Asia Pacific University, Japan
02/1/2018 06:15
Ekspansi APBD dan Akselerasi Obligasi Daerah
(tiyok)

TAHUN anggaran baru 2018 sudah ditetapkan pemerintah baik pusat maupun daerah. Bagi pemerintah pusat, penetapan anggaran itu dinilai lebih ringan karena banyak sumber pembiayaan pemerintah pusat yang kini berkembang. Namun, tidak bagi pemda. Dengan alasan penghematan anggaran dan keterbatasan sumber pendanaan di daerah, banyak pemda yang akhirnya menyelenggarakan agenda pemerintahan, pembangunan, dan layanan publik ala kadarnya, nyaris tanpa inovasi untuk peningkatan derajat ekonomi dan sosial warganya.

Bahkan lebih tragis, catatan Kemendagri (2017), seperti disampaikan Mendagri Tjahjo Kumolo, ingar bingar pesta pilkada selama ini tidak signifikan menghasilkan agenda pemerintahan, pembangunan, dan layanan publik di daerah yang lebih agresif dengan aneka inovasi. Bahkan, jika dikalkulasi secara ekonomi, besaran biaya dan pengorbanan negara dalam hajatan pilkada langsung serentak berbanding terbalik dengan kualitas kepala daerah terpilih.

Maknanya, biaya besar dan pengorbanan rakyat di daerah untuk dan atas nama seleksi kepala daerah ternyata tidak mampu menghasilkan kepala daerah ideal sesuai janji politiknya. Lantaran dari 540 kepala daerah hasil pilkadal selama ini, sebanyak 85% kepala daerah gagal mewujudkan janji-janji kampanye mereka.

Ironisnya, salah satu alasan disebabkan kesulitan mendapatan sumber pembiayaan pembangunan dan layanan publik di daerah sehingga makna implementasi otonomi daerah berdasarkan UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah pun tak tecermin nyata dalam kehidupan rakyat.

Kesulitan membangunkembangkan sumber-sumber baru pembiayaan pembangunan daerah di hampir semua pemda di RI terjadi karena beberapa faktor fundamental. Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso (2017) menyebutkan pertama, disebabkan krisis kepemimpinan ekonomi di daerah secara akut. Nihilnya kandidat kepala daerah cerdas dan inovatif secara ekonomi di hampir semua daerah. Kebanyakan yang muncul kepala daerah dari hasil kompromi politik yang tidak memiliki jejak prestasi ekonomi yang kredibel.
Kedua, menggantungkan mutlak sumber pembiayaan dan pembangunan di daerah dari anggaran negara, baik dari APBN, APBD, maupun pihak luar lainnya. Catatan OJK, ketergantungan kepala daerah dan DPRD pada anggaran negara (khususnya APBN/APBD) di samping bersifat turun-temurun, juga sebagai jalan paling aman bagi kepala daerah.

Bahkan, tingkat ketergantungan absolut pada APBN/APBD itu tergolong sudah keterlaluan karena banyak kepala daerah yang bahkan menjadikan APBN/APBD sebagai ‘bamper tunggal’ pendapatan dan pengeluaran daerahnya. Lebih tragis, banyak kepala daerah terpilih menjadikan APBN/APBD sebagai medium penebar janji kampanye, dengan selalu menyebut akan meningkatkan dana dalam APBD untuk memenuhi janji kampanye dan membiayai seluruh kebutuhan rakyat di daerah.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani (2017) menegaskan, model kepala daerah membebek dan tidak inovatif dalam memimpin daerahnya, sudah dipastikan menemui banyak kegagalan, bahkan mengancam keuangan negara/daerah. Apalagi, seiring minimnya sumber APBN ke depan, kepala daerah dituntut cerdas dengan visi ekonomi daerah sehingga mampu melaksanakan janji kampanyenya secara mandiri. Pada pendulum inilah, rakyat di daerah harus kian cerdas dan kritis memilih dan mencari sosok kandidat kepala daerah yang tak hanya memiliki integritas prima, tetapi juga lincah mengembangkan dan menciptakan sumber-sumber pendanaan daerah yang otonom.

Prospek obligasi daerah
Ke depan, pemerintah pusat sebagaimana yang disampaikan Presiden Jokowi ketika menutup Bursa Efek Indonesia, akhir 2017, diharapkan segera menerapkan kebijakan otonomi (ekonomi) daerah yang antara lain dengan menggalang partisipasi semua kepala daerah melakukan ekspansi APBD, yakni menciptakan dan mengembangkan sumber pendanaan pembangunan daerah dari obligasi daerah/sukuk daerah (municipal bond).

Obligasi daerah demikian sudah banyak dijalankan di berbagai negara maju, seperti Jepang, Tiongkok, Korsel, atau negara-negara Eropa lainnya. Di Jepang, misalnya, implementasi otonomi daerah dicirikan kemampuan daerah membangun sumber-sumber pembiayaan pembangunan di daerah secara mandiri dengan Green Municipal Bond-GMB.

Paradigma ini sedang ditirukembangkan OJK di RI dengan menerbitkan kebijakan obligasi khusus untuk daerah seperti terbitnya Peraturan OJK No 61/POJK 04/2017 tentang Dokumen Penyertaan Pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah dan atau Sukuk Daerah.

Untuk mempermudah akselerasi obligasi daerah, bahkan OJK telah menerbitkan Peraturan No 62/POJK 04/2017 tentang Bentuk dan Isi Prospektus dalam rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah dan atau Suku Daerah serta Peraturan No 63/POJK 04/2017 tentang Laporan dan Pengumuman Emiten Penerbit Obligasi Daerah dan atau Sukuk Daerah.

Ketiga regulasi baru OJK itu menjadi pelindung sekaligus pengarahbinaan pemda untuk berani melakukan akselerasi obligasi daerah sebagai upaya strategis kepala daerah melakukan ekspansi APBD.
Kebutuhan merealisasikan janji kampanye pilkada mulai 2018 dan seterusnya diharapkan tidak lagi menjadikan sumber keuangan negara murni dari APBN/APBD. Namun, dari obligasi daerah yang berdasarkan riset OJK (2016), seiring dinamika ekonomi di daerah, banyak yang bisa dikembangkan menjadi sumber pembiayaan baru pembangunan di daerah.

Riset LPPM UI (2016) juga menyebutkan, prospek obligasi daerah ke depan semakin baik, terbukti capaian kinerja pembangunan pemerintah pusat, yang dalam 5 tahun terakhir menggalang pendanaan pembangunan dari sumber keuangan di pasar modal. Tercatat, dengan mencari dana pembangunan dari sumber obligasi, pemerintahan Jokowi mampu membangun lebih agresif 10 kali lipat dari rezim sebelumnya.

Dana-dana dari obligasi negara juga terbukti lebih produktif dan efektif membiayai berbagai agenda pembangunan, khususnya di bidang infrastruktur, energi, dan transportasi publik. Catatan Pakar Ekonomi, Chatib Basri (2017), obligasi negara yang dikembangkan pemerintah pusat, bisa diterapkan modelnya untuk pemda, kepala daerah harus mengembangkan kreasi kepemimpinan ekonominya, agar berhenti menjadikan APBD satu-satunya sumber pembiayaan. Di tengah kian terbatasnya APBN, para kepala daerah harus dibangkitkan dari watak ketergantungan kepada APBN/pemerintah pusat, dengan mengembangkan obligasi daerah.

Di sisi lain, dalam mewujudkan akselerasi obligasi daerah itu, pemerintah pusat diharapkan menjadi teladan sekaligus terus melakukan asistensi dan pembinaan secara terintegrasi agar kepala daerah dan pemda berani membangun obligasi daerah secara otonom.
Dalam konteks ini pula pemda/kepala daerah harus memiliki kemampuan ekonomi dan investasi yang memadai agar GMB yang ditawarkan pada investor dan pelaku pasar modal ‘laris manis’ di bursa. BKPM (2016) mencatat terdapat 2.743 potensi dan peluang investasi daerah yang dibiarkan mangkrak dengan alasan keterbatasan sumber daya dan APBD. Dengan hadirnya obligasi daerah diharapkan krisis keuangan daerah bisa dicegah. APBN/APBD juga bisa lebih longgar menjawab tuntutan publik sekaligus menjamin keuangan daerah lebih produktif.

Ke depan, menjadi tanggung jawab mutlak pemda/kepala daerah untuk menjamin agenda pemerintahan, pembangunan, dan layanan publik berjalan dengan back up anggaran yang lebih mandiri. Dengan cara pengembangan obligasi daerah pula, pemda/kepala daerah sudah saatnya berhenti menjual program/kegiatan politiknya dengan back up APBD sehingga belanja daerah lebih fokus membiayai agenda ekonomi rakyat seutuhnya.

Persoalannya kemudian ialah menumbuhkan keberanian dan inovasi di kalangan pemda/kepala daerah, di tengah krisis kepemimpinan ekonomi yang kini melanda di banyak pemda. Hingga saat ini, belum ada pemda/kepala daerah yang mampu menerapkan tawaran obligasi daerah. Inilah PR besar peluang ekspansi APBD yang harus menjadi perhatian pemerintah pusat ke depan.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya