Maestro Bulu Tangkis dunia yang pernah menjuarai All England selama delapan kali Rudi Hartono(MI/SUSANTO)
BUKAN sekadar perkara fisik atau teknik yang menetukan seorang atlet bisa juara atau tidak, melainkan juga karakter juara. Itulah yang selalu dilontarkan salah satu legenda bulu tangkis Indonesia yang dinobatkan majalah Time sebagai salah satu dari 60 Pahlawan Asia, Rudy Hartono Kurniawan.
Pantaslah jika seorang Rudy telah menemukan benang merah faktor juara, mengingat dirinya memegang rekor yang hingga kini belum terpecahkan yakni menyabet gelar All England dari sektor tunggal putra sebanyak delapan kali (1968-1974 dan 1976), tujuh di antaranya berturut-turut.
Berkat keberhasilan Rudy menjuarai All England delapan kali, namanya diabadikan dalam Guinness Book of World Records pada 1982.
Selain All England, dia juga menjadi Juara Dunia 1980. Berbagai kejuaraan seperti US Open, Canadian Open, dan Denmark Open juga beberapa kali dijuarainya. Rudy pun ikut mengantar tim Thomas Cup Indonesia juara sebanyak empat kali (1970, 1973, 1976, 1979).
\"Semua faktor itu penting, tapi yang paling menentukan ialah karakter juara. Jika seorang atlet memiliki karakter juara, dia akan mempersiapkan diri dengan maksimal, tidak akan mudah putus asa, serta punya percaya diri yang bagus,\" jelas pria kelahiran Surabaya, 18 Agustus 1949 itu.
Rudy mengungkapkan, turnamen sekelas All England harus diikuti para atlet berkarakter juara. Sebagai turnamen tertua, All England sangat prestisius dan memiliki atmosfer yang lebih ingar-bingar ketimbang turnamen lain. Bagi Rudy, All England tak jauh beda dengan Kejuaraan Dunia karena menjadi incaran semua atlet kelas dunia hingga menjadi kesempatan menakar kekuatan lawan. Di All England, segenap konsentrasi harus tercurah, tak boleh lengah sedikit pun.
Dalam masa persiapan, lanjut Rudy, fisik pebulutangkis harus dalam keadaan benar-benar fit. Terlalu banyak mengikuti turnamen sebelum turnamen penting juga tak baik. \"Kalau jarak turna men hanya seminggu-dua minggu, rawan cedera. Apalagi kalau usia di atas 25 tahun. Tidak apa-apa, sih, asal jaga diri jangan sampai cedera dan vitalitas menurun atau bisa juga jenuh. Kalau fisik tidak siap, segala model pukulan dan strategi tak bisa berjalan. Dulu, saya beri jarak setidaknya 1,5 bulan untuk ikut turnamen, itu pun bukan turna men sembarangan,\" paparnya. Jangan jadi penggembira Tak bisa dimungkiri, All England juga menjadi ajang adu gengsi. Karena itu, Rudy tak begitu sreg melihat banyak pemain Indonesia yang hanya menjadi penggembira di All England. Misalnya, pemain-pemain yang harus me rangkak dari kualifikasi atau yang berkali-kali dikirim, tapi tak kunjung menunjukkan prestasi. Rudy sendiri tak pernah bertanding di All England dari babak kualifikasi.
Di eranya, kursi kualifikasi kebanyakan hanya diisi oleh tuan rumah.
\"Buat apa, sih itu. Kalau mau cari poin, ya cari saja di turnamen yang lebih rendah, yang mereka bisa juara. Kalau kalah kan poinnya juga malah turun, malah malu-maluin,\" ungkap penasihat PB Jaya Raya itu.
Saat ditanya perbedaan persaingan di era dirinya dengan di era sekarang, Rudy berkata persaingan masa sekarang memang lebih merata. Dulu Korea Selatan dan Jepang belum santer, kini malah mendominasi, bahkan telah mengalahkan Malaysia. \"Persaingan sudah sangat merata, makin banyak pesaing berat. Apalagi turnamen-turnamen kini hadiahnya cukup besar hingga bisa jadi penghasilan.\"
Mengenai kans Tontowi Ahmad/ Liliyana Natsir dan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan untuk mempertahankan gelar, Rudy mengatakan semuanya mungkin. Keempatnya dinilai Rudy telah mempersiapkan diri dengan baik. Kuncinya, mereka tak boleh terbebani pikiran tentang mempertahankan gelar, tetapi harus fokus pada pertandingan. Lawan tak boleh satu poin pun diberi kesempatan. \"Jangan ada itu yang namanya kesalahan-kesalahan sendiri karena lawan akan semakin termotivasi. Mereka sudah pemain senior, pasti sudah tahu di lapangan harus bagaimana. Tadi sudah saya bilang, yang penting karater juara itu harus dijaga,\" pungkasnya.
Keberhasilan Tan Joe Hock menjuarai All England 1959 setelah mengalahkan Ferry Sonneville memang membuat bulu tangkis mulai berkembang di Indonesia. Hampir di seluruh sekolah, kompleks perumahan, juga desa terdapat lapangan olahraga tepok bulu ini saat itu.
Tan Joe Hock dan Ferry memang penting bagi perbulu tangkisan Indonesia. Akan tetapi, Rudy Hartono tetap lebih spesial.
Dominasi Rudy di All England di masanya bermodalkan keseimbangan tubuh yang luar biasa, lompatan yang supel, kekuatan smes yang keras meski melakukannya dari posisi sulit sekalipun, dan kemampuan `tancap gas\' sejak awal pertandingan.
Tidak seperti negara tetangga, Malaysia, Indonesia tidak hanya memiliki pemain terbaik putra, tetapi juga putri. Ada Minarni Soedaryanto/Retno Koestijah, Verawaty Wiharjo dan Imelda Wigoeno, serta legenda Susi Susanti.
Minarni/Retno ialah juara ganda putri All England 1968 dan Verawaty/Imelda juara 1979. Adapun Susi sukses empat kali jadi kampiun All England, yaitu pada 1990, 1991, 1993, dan 1994.
Untuk sektor ganda campuran, setelah Christian Hadinata/ Imelda Wigeona pada 1979, baru pada 2012 Indonesia kem bali mampu juara, yakni lewat Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir. Tontowi/Liliyana bahkan mampu hattrick dengan menjadi juara lagi pada 2013 dan 2014. (Mag/R-3)