Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Raih Medali Emas di Saat Pemulihan Cedera

Dero Iqbal Mahendra
17/9/2021 06:00
Raih Medali Emas di Saat Pemulihan Cedera
Pebulu tangkis Indonesia, Leani Ratri Oktila, mengembalikan kok ke arah lawan(AFP)

LEANI Ratri Oktila tidak bisa menutupi rasa lega dan gembiranya saat meraih medali emas perdana untuk nomor ganda putri SL3-SUS bersama Khalimatus Sadiyah di Paralimpade Tokyo 2020. Tidak berhenti di situ, Ratri juga kembali menyumbangkan medali perak di tunggal putri nomor SL4 dan medali emas di ganda campuran SL3-SU5 bersama Hary Susanto.

Putri kedua dari sepuluh bersaudara pasangan F Mujiran, 68, dan Gina Oktila, 54, tersebut sebelum bermain di kelas para sempat menjadi atlet bulu tangkis biasa. Ia sudah diperkenalkan olahraga tepok bulu tersebut sejak usia 7 tahun oleh sang ayah. Ratri pun pernah menjuarai hingga tingkat kabupaten saat masih di bangku SD.

Namun, pada 2011, ia mengalami kecelakaan motor karena menabrak mobil yang membuat kaki dan tangannya patah. Akibatnya, ia tidak lagi dapat bermain badminton karena adanya perbedaan tinggi kaki hingga 11 cm dan otot lengan yang tidak bisa ditekuk sempurna.

Setahun setelah itu, Ratri mendapatkan tawaran bermain untuk National Paralympic Committee (NPC) Riau. Orangtuanya tidak berminat karena tidak memahami NPC.

Diam-diam Ratri kembali berlatih setelah mendapat dukungan dari teman-teman yang juga atlet daerah dari cabor lain. Apalagi, Ratri melihat sendiri atlet para lainnya yang berlatih di GOR milik NPC.

"Saya melihat teman-teman disabilitas saat itu berlatih dengan semangat meski ada yang kaki atau tangannya putus karena kecelakaan. Bahkan ada yang bermain menggunakan kursi rodas, sedangkan saya yang hanya memiliki perbedaan ketinggian kaki sekian sentimeter saja sempat berpikir berhenti. Hal itu yang mendorong saya untuk kembali bermain," ungkap, ” ungkap Leani Ratri Oktila kepada Media Indonesia, Sabtu (11/9).

Ratri pun memberikan medali emasnya saat itu kepada sang ayah. Medali emas itu kini digantungkan di atas fotonya di ruang tamu.

"Belakangan ibu saya cerita bahwa ayahnya mengatakan, dalam posisi susah jalan saja, dia masih membawakan medali untuk saya. Saya terharu karena orangtua saya support saya, mereka hanya khawatir saya kehilangan kepercayaan diri dengan anggapan orang pada dirinya karena bermain di kelas disabilitas," tutur Ratri.

Setahun setelahnya ia ikut Pelatnas di Solo sekaligus membulatkan tekadnya untuk berkiprah di NPC sebagai atlet bulu tangkis.

"Saya merasa hidup saya di sini. Saya punya motivasi lebih di NPC. Saya melihat di tengah keterbatasan mereka, para atlet disabilitas berjuang dengan sangat luar biasa. Mereka memang memiliki kekurangan, tetapi semangat, daya juang mereka melampaui batas mereka sendiri. Mereka ingin membuktikan diri bahwa mereka bisa berdaya dan setara,” imbuh Ratri.

 

Tidak ingin terlihat lemah

Seumur hidupnya Ratri mengaku tidak pernah kecewa dengan dirinya sendiri selain saat kalah di Asia Paragames 2018 dengan Indonesia sebagai tuan rumah.

Ia kalah dari rival sekaligus teman dekatnya, Chen Hefang. Peristiwa itu memacu Ratri ingin tampil lebih baik untuk Paralimpik di Tokyo 2020. Ratri berusaha menghindari hal-hal yang berbau negatif atau mencitrakan image negatif dalam persiapan di Pelatnas.

"Satu ketika fotografer NPC yang mengambil foto saat latihan pernah saya komplain karena mengambil foto saat saya terlihat termenung dan kelelahan. Saya ketakutan sendiri tidak mau ada hal yang menunjukkan aura negatif. Saya memang menghindari hal-hal yang negatif hingga foto yang menunjukkan saya lelah atau termenung karena khawatir berpengaruh kepada saya," tegasnya.

Ratri curhat bahwa dua medali emas dan satu medali perak yang ia peroleh di Tokyo ini didapat dalam kondisi masih pemulihan cedera.

Pada Mei lalu, ia divonis mengalami cedera meniskus, yakni cedera lutut karena otot sobek. Namun, dengan semangat juang baja ia mampu tampil gemilang meski belum pulih dari cedera.

"Saya menangis dan minta sama fisioterapi bahwa berita saya cedera jangan sampai keluar. Saya tidak mau orang tahu saya cedera. Hanya pengurus dan fisioterapi yang tahu dan itu hanya boleh diungkapkan seusai Paralimpiade. Saya juga tidak mau pakai decker karena saya tidak mau menunjukkan kalau saya sedang cedera. Padahal, kaki saya sudah goyang," kenangnya.

Tahun ini Ratri genap berusia 30 tahun. Saat berpasangan dengan Hary Susanto di ganda campuran, Hary berusia 45 tahun. Diakuinya regenerasi atlet para sangat lambat.

Menurutnya, dibutuhkan regenerasi atlet sehingga banyak atlet yang tampil di ajang laga olahraga nasional dan internasional untuk disabilitas. Untuk itu ia berharap dukungan media massa dalam memberitakan kemampuan atlet-atlet disabilitas agar terus bergaung. (N-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya