Headline
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
KALAH atau menang dalam sebuah pertandingan adalah biasa.
Sesuai prinsip utamanya, olahraga selalu menjunjung tinggi sportivitas dan fair play.
Sayangnya, prinsip-prinsip itu kerap ditanggalkan.
Seperti yang terjadi dalam sejumlah pertandingan di SEA Games Kuala Lumpur 2017.
Ironis memang.
Multiajang SEA Games yang seharusnya menjadi ajang persahabatan justru menjadi arena unjuk kecurangan.
Kecurangan demi kecurangan dilakukan wasit demi keuntungan para atlet atau tim tuan rumah.
Tindakan yang merugikan itu pun tidak luput dialami atlet-atlet Indonesia.
Setelah tim takraw putri yang terpaksa walk out, kemudian pesenam putri Rifda Irfanalutfhi yang nyaris dicurangi, terakhir kecurangan diduga terjadi pada cabang pencak silat.
Juri dinilai memberikan nilai yang tak wajar kepada atlet tuan rumah.
Pasangan pesilat Malaysia, Mohd Taqiyuddin bin Hamid dan Rosli bin Mohd Sharif, mendapat emas dengan nilai tertinggi 582.
Sebaliknya wakil Indonesia, Hendy dan Yolla Primadona Jumpil, harus puas dengan raihan perak dengan nilai 554 dan perunggu diraih duet Singapura Muhammad Haziq dan Nujaid Hasif (543).
Mencoloknya kecurangan dan keanehan itu terlihat dari skor.
Diungkapkan manajer tim pencak silat Edhy Prabowo, belum pernah ada sejarahnya nilai 582 di nomor ganda artistik.
"Enggak pernah ada nilai 582 dalam sejarah. Jangankan 582, 570 saja susah. Nilai 570 masih dipegang Hendy dan Yolla yang dibuat di Phuket, Thailand," ujarnya.
"Tapi inilah faktanya. Kita tentu tidak boleh patah semangat. Masih ada 19 nomor, apa yang terjadi tidak boleh jadi penyesalan. Kita patut sedih, kecewa dengan hasil ini, tapi masih ada 19 nomor lagi," lanjutnya.
Edhy menilai kecurangan semacam itu dampaknya lebih ke psikologis para atlet.
Namun, dia mengaku sudah memperkirakan hal itu akan terjadi di nomor-nomor tak terukur.
Senada, Yolla pun mengungkapkan kekecewaannya.
"Kita bertemu bukan sekali-dua kali dan mereka enggak pernah sekali pun naik podium. Pula sepanjang sejarah ganda putra, nilai tertinggi ialah 570. Tapi kita tetap introspeksi diri, tidak merendahkan negara. Semua penonton yang memberikan dukungan dari Indonesia, Singapura, bahkan negara-negara yang tadi menyoraki kita, saya yakin mereka tahu bahwa kitalah juaranya."
Semakin tertinggal
Dengan tambahan hanya empat medali emas, kemarin, posisi Indonesia di klasemen masih tertahan di urutan kelima.
Alih-alih menjadi juara, bahkan untuk mencapai target posisi empat besar pun kian sulit.
Betapa tidak?
Dengan Thailand yang untuk sementara berada di posisi keempat pun kontingen 'Merah Putih' defisit enam emas.
Sementara itu dengan Malaysia yang berada di posisi teratas terpaut 44 medali emas.
Meski begitu, bukan berarti atlet-atlet sudah gagal total. Beberapa cabang bahkan melampau target.
Salah satunya cabang senam. Mereka membawa pulang 1 emas, 1 perak, dan 4 perunggu dari target 1 perak.
"Ini di luar ekspetasi, sungguh sangat membanggakan. Ini memang di luar dugaan, dan menandakan bila atlet kita sudah sangat kuat mentalnya. Mereka memiliki mental juara," ujar Ketua Persatuan Senam Indonesia (Persani) Ilya Avianti saat menyambut para pesenam di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, kemarin.
Kemarin, Indonesia mendapat tambahan empat medali emas.
Keempat emas itu didapat dari cabang bulu tangkis berebut putra, tinju, renang, dan atletik nomor 10 meter putri atas nama Triyaningsih.
(R-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved