DESA Tegalsari merupakan daerah perbukitan di Kabupaten Gunungkidul. Desa itu terletak di perbatasan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, dengan Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Di daerah perbatasan itu dibangun sekolah yang memiliki terobosan baru untuk mampu mengerem urbanisasi. Desa itu juga didorong untuk melahirkan jiwa mandiri, sejahtera, dan memiliki karakter kearifan lokal.
Konsep itu dibangun secara berkelanjutan antara YKP-MDR dan SMKN 2 Gedangsari. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, saat menghadiri peresmian gedung SMKN 2 Gedangsari pekan lalu, mengatakan konsep pendirian sekolah tersebut sangat baik karena mampu mengidentifikasikan potensi lokal yang ada, yakni tradisi batik di Gedangsari.
Dia mencontohkan saat pemerintah membangun sekolah di Kalimantan Timur, dikembangkan muatan lokal berupa kerajinan anyaman. Pasalnya, Kaltim dikenal dengan kerajinan anyamannya.
Demikian juga di Bogor memiliki basis di sektor pertanian, dibangun sekolah untuk mengelola hasil pertanian. "Inilah yang penting, jangan satu model dibangun di semua tempat, tapi sesuaikan sekolah itu dengan lokalnya," kata Anies.
Menurutnya, model sekolah seperti SMKN 2 Gedangsari mampu mengerem laju urbanisasi sekaligus mencetak generasi penerus bangsa yang mandiri dan mampu membangun daerah masing-masing. Dia pun berharap SMKN 2 Gedangsari bisa menjadi model yang bisa ditiru daerah dan perusahaan lain.
Direktur Astra International Djoko Pranoto yang mendampingi Anies Baswedan menambahkan pendampingan pendidikan yang dilakukan Astra melalui YPA-MDR memiliki tujuan untuk memajukan dan memberikan kesempatan kepada generasi muda di daerah, terlebih daerah pinggiran dan perbatasan seperti Gedangsari, untuk memperoleh kesempatan pendidikan yang bermutu baik.
Sudaryono, Kepala SMKN 2 Gedangsari, Gunungkidul, Yogyakarta, memperlihatkan batik khas Gedangsari karya murid-murid SMKN 2
Pengamat pendidikan sekaligus Ketua Dewan Pendidikan DIY Prof Wuryadi menanggapi model sekolah seperti SMKN 2 Gedangsari patut ditiru karena tidak mencabut potensi lokal. "Sebaliknya sekolah ini justru mengembangkan potensi lokal," ujar Wuryadi.
Menurutnya, selama ini sekolah kejuruan atau SMK hanya berorientasi bagaimana caranya menyiapkan lulusan siap kerja dan memiliki keterampilan. Padahal, lanjutnya, pendidikan harus sebagai alat perjuangan budaya dan kebangsaan.
"Pendidikan harus dikembalikan kepada prinsip Ki Hajar Dewantara. Pendidikan adalah alat perjuangan budaya dan kebangsaan," tegasnya.
Selain model pengembangan potensi lokal, pembangunan sekolah di daerah pinggiran merupakan hal yang harus diseriusi. Menurut Wuryadi, politik pendidikan yang harus dikembangkan ialah membangun Indonesia untuk hidup berkelanjutan dan pendidikan untuk semua.(FU/N-4)