Headline
Konsistensi penegakan hukum perlindungan anak masih jadi tantangan
Konsistensi penegakan hukum perlindungan anak masih jadi tantangan
Di Indonesia, cukai rokok sulit sekali naik, apalagi pada tahun politik.
DI sebuah kolam dengan kedalaman sekitar 0,5 meter, wajah Warso, 16, berseri-seri karena ada sejumlah sidat yang tertangkap jaring.
Sidat-sidat itu kemudian dipilih untuk dimasak.
Tak berapa lama, Dila, 15, membawanya ke dapur untuk dimasak.
Begitulah sekilas suasana kampung sidat yang dibangun Brilian Institut atau Sekolah Kader Desa Brilian di Desa Singasari, Kecamatan Karanglewas, Banyumas, Jawa Tengah.
Kampung sidat itu memang merupakan tempat budi daya sidat.
Namun, mereka yang berkecimpung di kampung sidat ialah anak-anak kelompok belajar (Kejar) Paket C atau setara SMA dan anak kuliah.
"Saya memang yang membudidayakan sidat ini, tetapi saya juga masih menyelesaikan Kejar Paket C. Sekarang sudah kelas 12 atau kelas III setara SMA. Kalau belajar ya di situ," ungkap Warso seraya menunjukkan sebuah bangunan di tengah kolam dengan ukuran sekitar 4 x 7 meter berbahan bambu.
Di tempat itulah, Warso dan Dila serta teman-teman lainnya belajar menyelesaikan Kejar Paket C.
Warso berasal dari desa pinggiran hutan di daerah Salem, Brebes.
Orangtuanya hanya mampu menyekolahkan dirinya sampai tingkat SMP.
"Namun, saya tetap berterima kasih sama orangtua meski secara ekonomi tidak mampu, saya tidak diminta untuk kerja, malah mendorong agar belajar. Kebetulan, ada Sekolah Kader Desa Brilian yang menampung kami dan memfasilitasi belajar," jelasnya saat ditemui Media Indonesia, Sabtu (4/3).
Hal senada juga diungkapkan Dila yang kini juga menjadi siswa Kejar Paket C di Brilian Institut.
"Karena belajar Kejar Paket C tidak seperti sekolah reguler. Kami harus membagi waktu antara belajar formal serta budi daya sidat. Namun, semuanya telah diatur dan sampai sekarang alhamdulillah lancar," ujarnya.
Koordinator Sekolah Kader Desa Brilian, Muhammad Adib, mengakui di Kampung Sidat Singasari ini juga dibentuk kelompok tani pelajar dan mahasiswa.
"Mereka para siswa Sekolah Kader Desa Brilian. Ada juga mahasiswa yang kini kuliah di Universitas Jenderal Soedirman dan IAIN Purwokerto. Para mahasiswa itu bergabung menjadi kelompok tani karena biaya kuliah mereka diambilkan dari hasil budi daya sidat," terang Adib.
Kini, lanjut Adib, selain untuk operasional Kejar Paket C, hasil budi daya digunakan untuk membiayai 14 mahasiswa.
Kampung Sidat yang didirikan pada November 2015 telah menjadi bagian penting dalam proses pendidikan anak-anak Sekolah Kader Brilian.
Pendapatan budi daya sidat rata-rata menghasilkan 1-2 kuintal setiap bulan, dengan nilai jual Rp130 ribu-Rp170 ribu per kg. (Liliek Dharmawan/N-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved