Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
BUPATI Purwakarta, Jawa Barat, Dedi Mulyadi (Kang Dedi), menilai penerimaan aparatur sipil negara (ASN) tidak adil dan melanggar hak asasi manusia (HAM).
"Penerimaan pegawai seharusnya menyesuaikan dengan skill dan kebutuhan. Saat ini seleksi tukang sampah atau sopir truk disamaratakan dengan penerimaan administrator yang menggunakan sistem komputerisasi sehingga seleksi dilakukan tidak berhubungan dengan pekerjaan mereka. Ini jelas keliru dan melanggar hak asasi manusia (HAM)," kata Dedi saat berdialog dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Purwakarta, kemarin.
Seleksi ASN dengan sistem komputerisasi, imbuh Dedi, juga kerap mengorbankan guru honorer yang sudah puluhan tahun mengabdi. Para guru honorer kalah bersaing dalam seleksi terkomputerisasi dengan orang yang lebih mudah dan menguasai teknologi.
"Puluhan tahun mengabdi, para guru honorer harus kalah lagi dengan yang baru. Padahal pemerintah seharusnya lebih menghargai mereka," ungkap Dedi.
Menurut Dedi, penerimaan ASN semestinya menyesuaikan dengan profesi yang dicari. Jika tidak, sambungnya, itu hanya akan memperbanyak jumlah pegawai administrasi yang hanya bisa membuat surat perjalanan dinas (SPJ).
Di sisi lain, imbuh Dedi, pemerintah akan memiliki sedikit pegawai yang mempunyai keahlian sesuai dengan bidang yang dibutuhkan publik.
Koordinator Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Komnas HAM Jayadi Damanik mengaku masukan dari Dedi ialah hal baru. Komnas HAM akan mempelajari itu terlebih dahulu sebelum disampaikan ke pemerintah.
"Supaya clear, kami pelajari dahulu. Karena sesuai konvensi internasional tentang HAM ada istilah, hanya kepada mereka yang sama diperlakukan sama, sedangkan bagi yang tidak sama jangan diperlakukan sama," kata dia.
Jayadi mengingatkan seluruh pemerintah daerah agar lebih mengutamakan hak-hak masyarakat.
"Saya gemas jika melihat hak atas kesejahteraan masyarakat belum tercukupi, uang rakyat justru digunakan untuk berfoya-foya, seperti kunjungan kerja ke luar negeri atau menggelar rapat di luar kota."
Sesuai mekanisme
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bangka Belitung (Babel) Yan Megawandi memastikan seleksi honorer telah mengacu pada mekanisme yang berlaku.
"Semua penerimaan honorer sudah sesuai dengan mekanisme yang ditentukan di setiap struktur kerja perangkat daerah (SKPD). Tidak ada yang dimintai uang untuk bekerja sebagai honorer," kata Yan.
Yan juga menjamin tidak akan mengurangi tenaga honorer di Pemprov Babel yang saat ini mencapai 1.810 orang.
Secara terpisah, Gubernur Bali Made Mangku Pastika memarahi ASN yang tidak disiplin lantaran mangkir dari apel setiap Senin. Menurut Pastika, apel ialah cermin kedisiplinan ASN dalam menjalankan tugas dan fungsi masing-masing.
"Kita ke kantor ada tujuan. Bukan hanya duduk dan pulang pada sore hari. Harus ada yang kita kerjakan yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Bekerja sebagai ASN mengemban tugas penting yang merupakan kepercayaan dari masyarakat. Jadi, harus mengingat komitmen." (RF/OL/N-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved