PARA aktivis lingkungan yang tergabung dalam Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulawesi Tengah mendesak pemerintah dalam hal ini pihak Direktorat Imigrasi mendeportasi ribuan tenaga kerja asing ilegal yang bekerja di wilayah pertambangan.
"Apa sebenarnya yang terjadi dengan negeri ini. Mengapa begitu banyak orang asing yang bekerja di daerah ini. Apa orang-orang di daerah ini tidak bisa," kata Direktur Jatam Sulteng Syahrudin Ariestal Douw saat memimpin sejumlah aktivis Jatam Sulteng berunjuk rasa di Kantor Imigrasi Kelas 1 Palu, Kamis (2/2).
Syahrudin mengaku prihatin dengan banyaknya TKA ilegal yang malang melintang dan bebas bekerja di sejumlah perusahaan di daerah ini, terutama di sektor pertambangan. Kegerahan itu makin menjadi-jadi lantaran data yang disuguhkan oleh intansi terkait hanya menyebut jumlahnya berkisar 1.200-an.
"Faktanya tidak kurang dari 8.000 tenaga kerja asing bekerja di sejumlah perusahaan terutama pertambangan di Kabupaten Morowali. Apa sebenarnya yang terjadi dengan negeri ini," ujar Syahrudin.
Bayangkan, imbuhnya, kalau sekadar menyusun batu bata atau mendorong lori harus dikerjakan orang asing juga. "Kalau sudah begitu mau kerja apa orang-orang di negeri ini. Ini layaknya zaman kolonial Belanda saja," ucap Syahrudin.
Koordiator aksi, Alkiyat menambahkan berdasarkan keterangan sejumlah mantan karyawan dan investigasi di perusahaan-perusahaan tambang, jumlahnya TKA ilegal semakin banyak, tidak kurang dari 8.000-an. Aktivis lingkungan itu yakin bahwa para TKA itu memiliki Keterangan Izin Tinggal Sementara (KITAS) dan Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA).
"Kami datang ke Kantor Imigrasi Palu karena instansi inilah yang paling bertanggung jawab atas masuknya TKA itu," jelas Alkiyat. Dia menyebutkan, dalam kurun delapan bulan terakhir Jatam melakukan investigasi dan menemukan fakta bahwa jumlah tenaga kerja yang masuk di Morowali mencapai 8.000 orang yang tersebar di 13 perusahaan.
Seperti contoh PT. IMIP di Morowali yang mempekerjakan kurang lebih 6.000 tenaga kerja, dengan melihat fakta setiap pergantian kerja dalam sehari sebanyak tiga kali, dalam sekali pergantian kurang lebih sebanyak 1.200 orang.
Alkiyat menyebut banyak pekerja asal Tiongkok bekerja di perusahaan tersebut. "Jika dikalikan tiga maka terdapat 3.600 pekerja asal Tiongkok yang ada disana," ungkapnya.
Padahal, ujarnya, berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: KEP.247/MEN/X/2011 tentang jabatan yang dapat diduduki oleh TKA pada kategori konstruksi adalah komisaris,
direktur, manajer dan ahli teknik.
Pada kenyataannya, PT. IMIP mempekerjakan TKA sampai pada pekerjaan kecil (non skill). "Semuanya dikuasai oleh TKA. Hal ini tidak esuai dengan janji-janji perusahaan dan juga melanggar aturan yang berlaku," ujarnya. Anehnya lagi, kata Alkiyat, para TKA kebanyakan memiliki paspor kunjungan wisata.
Di tempat yang sama, Kepala Imigrasi Kelas 1 Palu Suparman didampingi Kepala Bidang Intelijen Sohirin yang menerima peserta aksi itu mengatakan saat ini pihaknya sedang melakukan pengusutan terutama para TKA yang masuk tanpa izin tersebut.
Ia mengakui dari laporan yang diterimanya, tidak sedikit dari TKA yang masuk ke Morowali melalui Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra). "Karena masuk ke Morowali melalu Kendari, maka perizinannya melalui
Kendari. Karena itu, kami sedang berkoordinasi dengan Kantor Imigrasi di Kendari tentang siapa-siapa dan berapa orang yang memiliki izin tersebut," jelas Suparman.(OL-4)