Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Indikasi Antraks di Kulonprogo sudah Ditangani

Ardi Teristi Hardi
25/1/2017 18:38
Indikasi Antraks di Kulonprogo sudah Ditangani
(ANTARA/ANIS EFIZUDIN)

PENYAKIT antraks yang diindikasikan muncul di Kulonprogo, dua pekan lalu, sebenarnya sudah ditangani dan dilokalisasi penyebaran penyakit tersebut berkat penanganan langsung dari pihak terkait.

Namun, penyebaran informasi yang keliru tentang penyakit ini dan beredar luas di media sosial menyebabkan masyarakat resah dan khawatir.

"Penyakit ini sebenarnya sudah terlokalisir. Terlokalisir di satu lokasi. Sudah ditangani. Saat ini bukan antraks yang jadi masalahnya, tapi hoax-nya," kata peneliti Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Dr drh Widagdo Sri Nugroho MP dalam diskusi Workshop Sosialisasi Antraksm, hasil kerja sama FKH dan Fakultas Peternakan UGM yang berlangsung di Auditorium R Soepardjo UGM, Rabu (25/1).

Dikatakan Widagdo, penyakit antraks sebenarnya hampir didapat di semua negara. Bahkan, 94% dari 180 negara yang tergabung dalam organisasi kesehatan hewan dunia juga ditemukan antraks. Sedangkan di Indonesia, sekitar 22 provinsi yang endemik antraks.

"Di Indonesia terindentifikasi sejak 1884 di Teluk Betung, Lampung. Sekitar 22 provinsi saat ini endemik antraks. Yang belum dilaporkan hanya di Aceh, Riau, Bangka Belitung, Maluku Utara, Maluku, Papua dan Papua Barat," terangnya.

Menurut Widagdo, selama bakteri bacillus anthracis, kuman penyebab antrak, tidak terpapar udara, maka bakteri antraks relatif mudah dikendalikan.

"Selama tidak dilakukan bedah bangkai atau sebagainya. Begitu terpapar udara bisa menjadi problem. Karena spora dari bakteri ini mampu cukup lama bertahan di lingkungan, selama lingkungan tidak dikendalikan," tegasnya.

Ia menambahkan, kemunculkan penyakit antraks di suatu wilayah di Indonesia selalu bisa tertangani dengan baik. Pasalnya, antraks tidak ditularkan langsung dari hewan ke hewan.

"Tidak dari hewan, tapi dari sumber bahan yang tercemar,lalu masuk ke dalam tubuh manusia," katanya.

Meski demikian, bakteri antraks ini, menurut Widagdo, bisa mati apabila daging yang dikonsumsi direbus lebih dari 100 derajat Celcius lebih dari 10 menit.

"Spora bakteri ini akan mati," katanya.

Kemunculan antraks, lanjut dia lagi, sering terjadi berulang pada suatu daerah karena spora dari bakteri antraks tersebut bisa bertahan di dalam tanah dalam puluhan tahun. Di masa musim penghujan dengan kelembaban di atas 95%, spora bakteri tersebut akan aktif kembali yang menular lewat tanaman yang dikonsumsi oleh hewan atau lewat bahan lain yang tercemar.

Widagdo menyarankan agar peternak lebih peka terhada hewan yang terindikasi tertular antraks. Peternak dianjurkan memanggil dokter hewan untuk memeriksa kondisi kesehatan hewan ternaknya. Selain itu, hewan yang tertular antraks juga disarankan tidak untuk dijual atau dipotong.

"Jika menemukan hewan sakit karena antraks jangan pernah mencoba untuk dipotong atau disembelih, bahkan untuk nekropsi (bedah bangkai) saja tidak boleh. Hewan yang mati kena antraks seharusnya dibakar, tidak dikubur karena spora bakterinya bisa tumbuh kembali," paparnya.

Hewan yang terkena antraks, terang Widagdo, umumnya mati mendadak karena adanya pendarahan di otak, demam, hewan menjadi gelisah, pada sapi terdapat pembengkakan di leher, dada, dan keluar darah encer kehitaman dari lubang hidung. Hewan yang terjangkiti antraks umumnya diobati dengan pemberian antibiotik.

"Selain pengobatan dilanjutkan dengan vaksinasi hewan yang rentan, daerah yang rentan wajib divaksinasi paling tidak 80% sudah divaksinasi. Perlunya sanitasi lingkungan lewat pemberian desinfektan," ujarnya.

Dokter Spesialis Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UGM, dr Abu Thalib Aman MSc PhD, mengatakan, penularan antraks dari hewan ke manusia bisa melalui kontak kulit yang terluka, lewat inhalasi (udara yang tercemar spora antraks terhirup), dan lewat konsumsi bahan makanan yang tercemar.

Meski demikian, menurutnya, penyakit antraks tidak mudah menginfeksi dan menular ke manusia.

"Kecuali lebih dari 10 ribu spora antraks masuk ke tubuh manusia, itu pun bisa dikendalikan karena di dalam tubuh kita sudah ada antibodi," ujarnya.

Peneliti Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta, Dr Indarto Sudarsono, mengatakan, untuk menguji hewan atau produk asal hewan terkena antraks juga tidak mudah lantaran bakteri bacillus anthracis ini gampang mati apabila tercemar dengan bakteri lain.

Ia mengemukan bakteri antraks sangat mudah mati baik saat vegetatif ataupun dalam bentuk spora.

"Mudah mati karena tercemar kuman lain karena kalah kompetisi," katanya.

Selain itu, bakteri ini sangat sensitif terhadap obat antibiotik dan dapat dimusnahkan lewat desinfektan. Adapun pengujian ditemukan kasus antraks di Kulonprogo lewat pengambilan sampel yang diambil dari daging kambing yang  dibeli konsumen dimana daging tersebut sebelumnya sempat disimpan dalam freezer.

"Saya ambil, kita tahu bakteri antraks ada di dalam darah, kita uji kultur hasilnya negatif (sudah terpapar kuman), tetapi uji lainnya positif," ujarnya. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya