Headline

AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.

Fokus

Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.

Lebah tidak lagi Singgah di Pohon Sialang

(Ardi Teristi Hardi/N-3)
18/1/2017 04:25
Lebah tidak lagi Singgah di Pohon Sialang
(MI/ARDI LYSTI)

AMRIS terdiam lama di samping pohon kedondong hutan setinggi lebih dari 30 meter. Ia berusaha keras mengingat sebait mantra berwujud pantun (dombai), yang biasa dilantunkan ketika hendak meninggalkan pohon sialang seusai memanen madu. “Ah, lupa. Sudah lama tidak memanjat,” kata pria yang akrab disapa Si Am. Sejurus kemudian ia pun menyerah. Raut wajahnya tampak sedih bercampur dengan kecewa karena tak mampu mengingat dombai tersebut.

Padahal, dombai saat hendak memanjat dan hendak mengambil sarang lebah masih diingatnya. Namun, Minggu sore, 8 Januari, dombai bagian akhir tidak diingatnya. Wajar saja, sejak 2010 Si Am tidak lagi memanjat pohon sialang (sebutan bagi pohon yang memiliki sarang lebah madu). Selama itu pula, dombai-dombai yang biasa disenandungkan saat memanjat pohon sialang sangat jarang dilafalkan.

Si Am dulunya warga Desa Rambahan, Kecamatan Logas Tanah Darat, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau yang berprofesi sebagai juragan dan pemanjat pohon Sialang secara tradisional. “Saya sudah ikut mencari madu hutan sejak usia 13 tahun, tapi baru memanjat mulai 1998,” kata pria kelahiran 1962 tersebut. Si Am memanjat madu dengan peralatan sederhana, yaitu hanya berbekal tunam yang terbuat dari sabut kelapa dibungkus kulit kayu nilau dan ember kecil dari potongan jeriken. Tunam disulut untuk membuat asap yang kemudian disapukan ke pohon sialang, sedangkan ember digunakan untuk menampung sarang lebah.

Ia memanjat dalam keadaan gelap, dari pukul 20.00 sampai 05.00 WIB, tanpa pelindung tubuh. Tubuhnya yang kurus membuatnya lincah bergerak dari dahan ke dahan. Orang-orang pun menyebutnya ‘si Tupai’. Di wilayah itu ada 10 orang juragan madu yang tinggal dekat Taman Nasional Tesso Nilo. Namun, belakangan para juragan tak lagi memanjat pohon sialang. Penyebabnya, jumlah lebah yang bersarang di pohon Sialang berkurang mulai 2010 hingga sekarang. Sebelum 2010, satu pohon sialang menghasilkan madu sampai 750 kg. Namun, setelah 2010, madu yang dihasilkan sangat sedikit karena sarang lebah makin mengecil.

Bahkan banyak pula pohon sialang yang kini tidak lagi menjadi sarang lebah. Didin Hartoyo, Kepala Urusan Teknis Balai Taman Nasional Tesso Nilo, menanggapi berkurangnya pohon sialang perlu penelitian lebih dalam. “Dari hasil diskusi, banyak faktor yang mungkin memengaruhi menurunnya produksi pohon sialang,” kata dia. Kebiasaan memanjat pohon sialang pada siang hari dan kabut asap kebakaran hutan ikut andil megurangi produksi pohon sialang. Vegetasi tanaman di sekitar pohon sialang yang berkurang juga turut andil. “Vegetasi yang berkurang membuat (bunga-bunga) pakan lebah juga berkurang,” kata dia. (Ardi Teristi Hardi/N-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya