Bupati Majalengka Tolak MoU Pendanaan Bersama Pilkada 2018

Budi Mulia Setiawan
17/1/2017 18:42
Bupati Majalengka Tolak MoU Pendanaan Bersama Pilkada 2018
(MI/ROMMY PUJIANTO)

BUPATI Majalengka Sutrisno menolak menandatangani nota kesepahaman (MoU) pendanaan bersama terkait penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018 di Jawa Barat.

Ia menilai, melalui Pilkada serentak, anggaran yang harus disiapkan justru semakin membengkak, terutama jika dibandingkan dengan Pemilihan Bupati/Wakil Bupati (Pilbup) Majalengka pada 2013 lalu.

Sutrisno menyebut, pihaknya menganggarkan Rp18 miliar untuk Pilkada serentak 2018. Namun, kata dia, dengan adanya pendanaan bersama ini, anggaran yang harus dikeluarkan justru melonjak tajam, yakni mencapai sekitar Rp69 miliar.

"Dalam logika berpikir saya, beban daerah harusnya berkurang, tapi kenyataannya jauh lebih besar," kata dia di Bandung, Selasa (17/1).

Menurutnya, anggaran yang harus dikeluarkan itu terlalu besar. Padahal, pendanaan untuk sebagian Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu sudah didanai Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Dia menyontohkan, KPU mendapat bantuan sebesar Rp19 miliar dari Pemprov Jabar. Namun, KPU mengajukan lagi sebesar Rp31 miliar ke Pemkab.

Begitu pula Panwaslu yang sudah mendapat Rp7 miliar dari Pemprov, masih mengajukan lagi ke kabupaten sebesar Rp11 miliar.

"Jadi kalau ditotal, lebih besar. Saat kondisi negara seperti ini, kemampuan fiskal seperti ini, ini kurang baik," katanya.

Lebih jauh Sutrisno menilai, perencanaan anggaran untuk penyelenggaraan Pilkada serentak 2018 pun tumpang tindih. Bahkan, menurutnya, terdapat pos-pos belanja tambahan yang membengkakkan anggaran.

Dia pun kembali menegaskan pihaknya hanya mampu menganggarkan Rp18 miliar. Jumlah ini tidak lebih besar dari penganggaran Pilkada Majalengka 2013 lalu.

"Masa saya mau tingkatkan anggarannya sampai tiga kali lipat. Duitnya dari mana," kata dia.

Oleh karena itu, pihaknya akan melakukan evaluasi terlebih dahulu terkait penganggaran ini. Setelah itu, pihaknya baru akan menandatangani MoU pendanaan tersebut bersama 15 kabupaten/kota lainnya.

Gubernur Jabar Ahmad Heryawan mengaku tidak mempermasalahkan penolakan yang dilakukan Kabupaten Majalengka. Pasalnya, 15 daerah lain bersedia menandatangani MoU pendanaan bersama Pilkada serentak tersebut.

Dia justru mempertanyakan penolakan yang dilakukan Bupati Majalengka tersebut.
"Kenapa hanya Kabupaten Majalengka yang tidak mau tanda tangan? Ada apa? Buktinya yang lain mau tanda tangan," ujarnya.

Dia membantah anggapan Bupati Majalengka yang menyebut Pilkada serentak semakin membengkakkan anggaran. Menurutnya, dengan adanya pembagian biaya ini akan meringankan anggaran yang harus dikeluarkan.

"Lebih ringan provinsi bisa menghemat Rp300 miliar, gara-gara di-sharing 16 kabupaten/kota terkait," katanya.

Sementara itu, Sekretaris Bawaslu Jabar Eliazar Barus mengatakan, pembengkakkan anggaran yang dimaksud Bupati Majalengka disebabkan beberapa faktor, baik teknis maupun nonteknis.

Menurutnya, alasan Sutrisno membandingkan kebutuhan dana Pilkada Kabupaten Majalengka 2013 dengan saat ini tidak lah tepat.

"Pada 2013 honor masih kecil, sementara sekarang sudah ada kenaikan honor sesuai Peraturan Menteri Keuangan," ujarnya.

Tidak hanya itu, pembengkakkan honor juga terjadi karena ada penambahan waktu tahapan dari biasanya sembilan bulan, saat ini menjadi 12 bulan.

"Tahapan jadi panjang makanya anggaran untuk honor juga akan menjadi besar," katanya.

Eliazar melanjutkan, pada Pilkada 2013 petugas pengawas juga hanya sampai pada PPS atau tingkat kelurahan/desa. Namun, saat ini, sesuai dengan aturan baru, petugas pengawas sampai pada tingkat TPS.

"Petugas pengawas TPS itu memang hanya dibentuk satu bulan, yaitu 23 hari sebelum pencoblosan dan tujuh hari setelah pencoblosan," katanya. (BY/OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya