Headline
Konsistensi penegakan hukum perlindungan anak masih jadi tantangan
Konsistensi penegakan hukum perlindungan anak masih jadi tantangan
Di Indonesia, cukai rokok sulit sekali naik, apalagi pada tahun politik.
BADAN Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 2.342 bencana terjadi sepanjang 2016. Data BNPB menyebutkan kejadian bencana tahun ini merupakan tertinggi sejak kurun 14 tahun terakhir.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyebutkan bahwa kejadian bencana meningkat 35% jika dibandingkan dengan tahun lalu (2015).
"Dampak yang ditimbulkan bencana selama 2015 cukup besar. Bencana menyebabkan 522 jiwa meninggal, 3,05 juta jiwa menderita dan mengungsi, sekitar 70 ribu rumah rusak dan kerugian ekonomi mecapai puluhan triliun rupiah," kata Sutopo dalam keterangan tertulis kepada media, Kamis (29/12).
Bencana telah mengakibatkan penderitaan masyarakat. Sutopo menekankan pentingnya pengarusutamaan budaya sadar bencana.
Menurut dia, pengetahuan masyarakat mengenai bencana mulai tumbuh pascabencana tsunami Aceh 2004 lalu. Pengetahuan kebencanaan meningkat signifikan. Namun, pengetahuan tersebut belum menjadi sebuah sikap dan perilaku.
"Secara umum budaya sadar bencana di masyarakat masih rendah. Kita masih sering mengabaikan aspek risiko bencana dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya masih sangat minim konstruksi rumah tahan gempa yang dibangun masyarakat maupun swasta. Saat terjadi gempa korban berjatuhan dan dampak ekonominya besar," lanjutnya.
Ia juga menyebut bahwa gempa 6,5 skala Richter yang belum lama ini mengguncang tiga kabupaten di Aceh, Pidie Jaya, Pidie, dan Bireuen, termasuk gempa menengah. Namun, korbannya mencapai 103 jiwa yang meninggal, ratusan luka, dan lebih dari 11 ribu rumah rusak serta kerugian ekonomi yang mencapai Rp2,94 triliun.
"Bandingkan dengan gempa 7,8 SR dengan epicentrum di darat di Selandia Baru, tetapi hanya menimbulkan korban 2 jiwa meninggal dunia karena pemerintah dan masyarakat sangat taat terhadap building code bangunan tahan gempa. Kita perlu mewujudkan budaya sadar bencana, mengingat jutaan masyarakat Indonesia terpapar potensi bahaya yang berujung bencana," katanya.
Sutopo mengatakan bahwa bencana secara langsung telah menurunkan kualitas hidup masyarakat. Pada tahun ini, berbagai bencana menyebabkan sekitar 3,05 juta warga mengungsi dan 69.287 rumah rusak. Dari jumlah kejadian bencana, 92% didominasi bencana hidrometeorologi pada tahun ini, seperti banjir, longsor, dan puting beliung.
"Bencana dapat memicu peningkatan angka kemiskinan. Sebagian besar bencana menimpa masyarakat yang miskin. Bencana melanda daerah-daerah rawan bencana yang menyebabkan keluarga miskin meningkat karena gagal panen, kehilangan aset produksi, dan terganggunya kehidupan sehari-hari. Beberapa penelitian di daerah langganan bencana menunjukkan bahwa keluarga miskin yang terkena bencana, kehidupannya lebih sengsara pascabencana. Dapat dibayangkan apa yang dialami masyarakat di sekitar Sungai Bengawan Solo yang rata-rata 5 kali banjir setiap tahun, di Sampang 15 kali setiap tahun," terangnya.
Menyikapi tahun ini, Sutopo mengimbau masyarakat untuk tetap optimistis dalam penanggulangan bencana tahun depan. Kesiapsiagaan harus tetap menjadi prioritas masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Pada 2017 nanti, Sutopo mengingatkan masyarakat bahwa potensi bencana hidrometeorologi patut diwaspadai pada Januari hingga April, kemudian November dan Desember.
"Juni hingga Oktober perlu diwaspadai potensi kebakaran hutan dan lahan serta kekeringan, dan sepanjang tahun terhadap potensi gempabumi, tsunami, dan erupsi gunung api," ujarnya.
Terkait dengan kebakaran hutan dan lahan (karhulta), tahun depan diprediksikan sebaran yang lebih kecil jika dibandingkan dengan 2015. Sutopo menegaskan perlu kewaspadaan pada wilayah-wilayah yang berpotensi ancaman karhulta seperti di wilayah Riau, Jambi, Sumatra Selatan, dan beberapa di Kalimantan. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved