Headline

Penyelenggara negara tak takut lagi penegakan hukum. Kisruh royalti dinilai benturkan penyanyi dan pencipta lagu yang sebenarnya saling membutuhkan.

Isu Buruk Berkembang Liar, Harga Gabah di Aceh Utara Turun Drastis

Amiruddin Abdullah Reubee
24/8/2025 15:20
Isu Buruk Berkembang Liar, Harga Gabah di Aceh Utara Turun Drastis
Petani di Aceh sedang memanen padi.( MI/AMIRUDDIN ABDULLAH REUBEE)

HARGA gabah kering panen (GKP) di kawasan Aceh Utara, Provinsi Aceh mengundang tanda besar di tingkat petani setempat. Pasalnya ditengah musim panen gadu (musim panen kedua) sejak sepekan terakhir harga gabah padi bahan makanan pokok itu terjun bebas dibanding bulan lalu (Juli 2025).

Penurunan harga luar biasa itu memunculkan berbagai kecurigaan tidak sehat. Apakah ada permainan pasar atau ulah pengusaha besar yang melakukan monopoli harga. Juga muncul dugaan liar lainnya seperti sikap tengkulak atau pedagang pengumpul membeli sekehendak hati. 

Amatan Media Indonesia pada Minggu (24/8) di kawasan yang sedang musim panen seperti Kecamatan Matangkuli, Paya Bakong dan Kecamatan Lhok Sukon misalnya. Harga gabah padi kering panen di tingkat tengkulak berkisar Rp 6.600 hingga Rp 6.7000/kg (kilogram). 

Padal sebelum memasuki musim panen atau asih sedang pertumbuhan  pada pertengahan bulan lalu (15 Juli) harga gabah di lokasi setempat sudah mencapai Rp8.000 hingga Rp8.200/kg. Bahkan di tingkat pengusaha kilang padi pada waktu itu lebih tinggi lagi yakni pada kisaran Rp8.500 hingga Rp8.600/kg.

Penurunan harga sampai Rp2.000 hingga Rp2.500/kg sungguh memberatkan petani. Apalagi modal yang dikeluarkan pada musim gadu kali ini lebih besar karena harus merawat dan menyemprot pestisida lebih sering. Pasalnya musim gadu lebih rawan terserang hama dan penyakit. 

"Katanya sesuai kualitas gabah. Gabah disini saat digiling pada kilang padi tidakencapai target beras. Bisa dikatakan kurang bagus gabah padi,  banyak penyakit. Anehnya mengapa pada bulan lalu harganya luar biasa tinggi. Tidak ada alasan gabah disini kurang bagus atau tidak mencapai perelehan target beras," tutur Maimun, tokoh muda Kemukiman Pirak, Kecamatan Matangkuli. 

Arifin ST, tokoh masyarakat Matangkuli lainnya juga mengatakan, alasan kualitas gabah di kawasan setempat tidak bagus, banyak terserang hama penyakit, kulit padi lebih tebal hingga besar tergerus gilingan sudah puluhan tahun lalu digembar gembos tanpa alasan ilmiah. Itu diduga sebuah mitos atau opini jahat yang disebarkan pengusaha besar hingga merasuk iki para tengkulak. 

"Ini isu kalisik merugikan petani. Melalui opini jahat seperti demikian, harga gabah selalu anjlok. Sangat kejam merugikan petani kecil di kawasan pedalaman seperti di sini. Adakan uji ilmiah atau survei akurat yang bisa dipertanggung jawabkan," tutur Alumni S 1 Universitas Syi'ah Kuala itu. 

Dikatakan Arifin, seharusnya pemerintah melindungi petani dari isu negatif yang melahirkan opini buruk merugikan. Untuk membenarkan semua asumsi harus ada kajian ilmiah atau uji laboratorium setiap musim panen. Tidak boleh melabelkan betahun-tahun berkembang liar. 

"Kemajuan teknologi, masih subur praktik pembodohan di tengah publik. Bagaimana memakmurkan cita-cita swasembada pangan. Ini bukan untuk membidani dan tidak memotivasi petani muda," tambah Abdullah, petani lainnya. (H-1)
 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya