Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Bertemu Ksatria Rohan di Hobbiton

Irana Shalindra
27/11/2016 18:41
Bertemu Ksatria Rohan di Hobbiton
(AFP/WARNER BROS)

SAYA baru terbangun dari tidur selama dua jam perjalanan pagi dengan van menuju Hobbiton Movie Set ketika lamat-lamat mendengar suara orang berbicara. Di kursi baris depan, seorang pria berambut putih sedang menjelaskan sesuatu.

"Tempat ini, Matamata, mendapat banyak atensi karena adanya Hobbiton yang sekarang merupakan salah satu destinasi wisata utama di Selandia Baru," jelasnya sambil menengok ke belakang.

Van kemudian berhenti. "Kita break di sini sambil menunggu jadwal tur Hobbiton satu jam lagi," imbuhnya.

Sebelum turun, ia menunjukkan selembar foto. Saya mengenali dari kostum yang dikenakan pria dalam foto tersebut, pastilah ia salah satu karakter dalam film The Lord of The Rings (LOTR).

"Itu saya. Saya berperan sebagai Gamling," kata dia. Mata biru pekatnya menatap saya dan para Pegiat Budaya 2016 yang ada dalam van.

Rombongan sontak kasak-kusuk. Begitu pintu van dibuka, kami pun turun dan berebut berfoto bersama Gamling, alias Raymond Bruce Hopkins. Nyaris seluruh peserta Pegiat Budaya yang plesiran ke Hobbiton, Minggu (27/11), antusias dengan kehadirannya, meski terdengar beberapa pertanyaan senada, "Gamling itu yang mana ya?".

Buat mereka yang belum pernah menonton trilogi film LOTR, Gamling adalah pendamping Raja Théoden, penguasa Rohan. Rohan merupakan kerajaan di Middle Earth, dunia imajinasi JRR Tolkien.

Pada awalnya, Hopkins menjajal audisi untuk salah satu peran antagonis. Audisinya gagal. Namun, 9 bulan setelah syuting LOTR 2: The Two Towers berjalan, ia ditelpon untuk uji coba peran Gamling.

"Karakter itu sebenarnya tidak ada dalam karya asli JRR Tolkien. Namun, pemeran karakter lain yang mestinya mendampingi Raja ternyata tidak bisa bermain pedang. Tapi, karena mereka terlanjur syuting banyak adegan dengan dia, jadilah dibuatkan karakter baru sebagai pendamping raja," tutur mantan guru olahraga itu menjawab Media Indonesia, seusai tur di Hobbiton, Waikato, Selandia Baru.

<b>Tidak kaya</b>

Lokasi Hobbiton adalah bagian dari 500 hektare lahan pertanian milik keluarga Alexander. Setelah syuting selesai, setting dekor yang ada, termasuk lubang-lubang tempat para hobbit, diminta untuk dipertahankan karena menarik minat para fan LOTR maupun Tolkien. Pada 2002, tour Hobbiton diresmikan. Sejak saat itu, perekonomian lokal di sekitaran Hobbiton, seperti di Matamata, tidak lagi bergantung kepada pertanian, tapi juga turisme.

Walakin, LOTR ternyata tidak membawa berkah melimpah ruah bagi Hopkins. Film mahakarya Peter Jackson itu, tidak banyak mengubah kehidupan aktor berusia 60 tahun tersebut. "Aktor Selandia Baru adalah salah satu aktor berbahasa Inggris dengan upah terendah. Jadi, saya tidak mendadak kaya karena LOTR. Dan karena industri film di sini kecil, ia tidak mengarahkan ke proyek-proyek (besar) lain," ujar Hopkins.

Ia pun tetap harus melakukan pekerjaan lain di luar keaktoran untuk membayar tagihan-tagihannya. Jadilah kini ia seorang pemandu wisata, di antara sekian pekerjaan sampingannya yang lain.

"Seusai jumpa penggemar LOTR di berbagai negara, saya menyadari gairah mereka. Saya pikir, mereka pasti akan datang ke sini sebagai turis. Jadi, setelah pulang, saya ambil lisensi untuk menyetir bus dan memandu turis," tuturnya.

Hopkins belakangan mendirikan ActionActors untuk membantu para aktor yang senasib dengannya. ActionActors menjadi agensi pertama di Selandia Baru yang memfasilitasi para aktor dalam mencari pekerjaan temporer. Saat ini, ada sekitar 400 aktor Negeri Kiwi yang menjadi anggotanya. "Ada sekitar 95% aktor di sini yang tidak bisa hidup hanya dari berakting. Maka itu, kami membantu mencarikan kerja sampingan, bisa untuk acara amal, promosi, hospitality dan lainnya," terang dia.

Sulitnya kehidupan aktor di Selandia Baru, menurutnya berelasi dengan kebijakan pemerintah. Di waktu lampau, tidak ada insentif bagi produksi film di situ. Alhasil, Selandia Baru kalah saing dengan negara lain seperti Australia, Inggris, dan Kanada.

Namun, kondisi itu mulai berubah. Hopkins mengatakan, pemerintah Selandia Baru telah memberikan insentif pajak bagi produsen film internasional. Selain itu, sebagian kru perfilman di sana disebutnya sebagai salah satu yang terbaik di dunia. Banyak aktor Selandia Baru telah terlibat dalam film-film internasional.

Hari sudah menjelang sore ketika kami kembali ke pusat kota Auckland. Sebelum berpisah, Hopkins mengeluarkan foto-foto Gamling dari dalam tasnya. "Adakah yang berminat? Sepuluh dolar saja untuk mengganti biaya fotonya," kata dia.

Semua bergeming dan ia bersiap pergi. Salah satu pendamping kami dari Auckland Technology of University, lantas menghampirinya untuk membeli satu foto.

"Buat kamu saja," ucap Hopkins sebelum menghilang pulang menaiki vespa tuanya. OL-2



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya