RIBUAN warga korban lumpur Lapindo dari sejumlah desa di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, menggelar syukuran, kemarin, setelah uang ganti rugi atas tanah dan rumah mereka dilunasi. Pelunasan oleh PT Minarak Lapindo Jaya itu menggunakan dana talangan pemerintah senilai Rp767 miliar. Acara digelar di Terminal Pasar Porong Baru, Kecamatan Porong.
Bupati Sidoarjo Saiful Ilah serta perwakilan Panitia Khusus Lumpur DPRD Sidoarjo, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), dan PT Minarak Lapindo Jaya ikut hadir. Syukuran digelar warga sebagai bentuk terima kasih kepada Tuhan, pemerintahan Presiden Joko Widodo, kementerian terkait, PT Minarak Lapindo Jaya, dan BPLS.
Warga mengaku lega setelah sembilan tahun penantian akhirnya uang ganti rugi mereka dibayar lunas. "Hanya, kami masih tetap berharap agar sisa ganti rugi sebagian warga yang belum dibayar segera dilunasi supaya mereka juga mendapat hak seperti yang kami terima juga," kata Mahmudah, warga. Dari 3.331 berkas yang seharusnya dilunasi, sampai kemarin masih ada 79 berkas warga yang belum bisa dibayar karena masih bersengketa dengan PT Minarak Lapindo Jaya.
Saiful mendesak agar warga yang belum menerima uang ganti rugi untuk segera melengkapi berkas yang hingga kini masih belum tervalidasi. Sebanyak 79 berkas warga korban lumpur tersebut bermasalah karena ada perbedaan status tanah serta hak ahli waris. "Tentunya harus segera diperbaiki berkasnya dan ada penyelesaian. Kami akan terus mengawal," kata Saiful Ilah.
Untuk membayar ganti rugi yang menjadi kewajiban PT Minarak Lapindo Jaya, salah satu perusahaan kelompok Bakrie Group, pemerintah mengeluarkan dana talangan sebesar Rp767 miliar. Dari jumlah itu, dana senilai Rp701 miliar sudah ditransfer untuk 3.186 berkas. Sisanya dianggarkan untuk 145 berkas yang belum dibayar, termasuk 79 berkas yang masih berstatus sengketa.
Selain ahli waris, sengketa juga terjadi akibat perbedaan persepsi atas status tanah, yakni soal tanah kering atau tanah basah. Dalam ganti rugi, tanah basah dibayar Rp120 ribu per meter persegi dan tanah kering Rp1 juta per meter persegi. Soal perbedaan versi status tanah tersebut, PT Minarak Lapindo Jaya meminta kasusnya dibawa ke pengadilan. Namun, warga menolak karena khawatir pembayaran ganti rugi akan berlarut-larut.