Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
ANGIN dingin berhembus pelan kemarin pagi di Jalan HR Soebrantas Panam, Pekanbaru, Riau. Cahaya ratusan sepeda motor berjajar redup terselimuti oleh asap pembakaran hutan dan lahan. Di pinggir jalan besar itu, bangunan megah kompleks Babussalam sepi bak rumah hantu.
Fadel Hamizan, 8, siswa kelas III SD Babussalam, bersandar di punggung sang ibu, Delfi, yang memboncengnya di sepeda motor. Keduanya terdiam di depan sekolah, di pinggir jalan itu. Sepintas dahi Delfi tampak berkerut. Ini kali kesekian sekolah harus ditutup.
"Sekolah kembali diliburkan karena asap. Padahal, anak-anak mau ujian midsemester," ujarnya.
Tidak tampak keceriaan di wajah Fadel. Begitu pun dengan aura sekolah yang biasa riuh. Seluruh sekolah di Riau bernasib sama. Ribuan siswa SD, SMP, dan SMA harus diliburkan. Kondisi itu telah berlangsung selama sebulan terakhir. Penyebabnya tak lain kepungan asap pekat akibat kebakaran lahan dan hutan.
Namun, meski diliburkan, tak semua anak bermalas-malasan di rumah. Sekelompok anak di perumahan Jalan Kinibalu, Pekanbaru, misalnya, berinisiatif menggelar belajar bersama. Karena sadar akan ketertinggalan pelajaran di sekolah, mereka rutin setiap pagi belajar secara mandiri di teras dari rumah ke rumah.
"Kami biasa belajar pelajaran bahasa Inggris dan matematika. Yang ikut belajar juga beragam. Ada yang masih SD dan saya sendiri yang sudah SMP," ungkap Rayhan, siswa SMP Negeri 4 Pekanbaru, kemarin.
Ada belasan anak dalam kelompok. Mereka belajar di teras sebuah rumah lalu berpindah lagi ke rumah-rumah warga lainnya.
"Daripada kami mengurung diri di rumah, lebih baik belajar secara mandiri," tambahnya.
Sirma Yeni, guru kimia SMA Negeri 4 Pekanbaru, mengatakan asap benar-benar merugikan siswa dan sekolah.
Untuk mengantisipasi ketertinggalan murid akan pelajaran, para guru pun harus membebani mereka dengan setumpuk pekerjaan rumah.
"Jadi, melalui BBM dan media sosial para siswa setiap hari diinformasikan untuk mengerjakan tugas. Tugas itu harus dikumpulkan lewat e-mail atau pada saat pertemuan di sekolah nanti. Ini bertujuan agar mereka siap menghadapi ujian midsemester."
Kepala Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru Zulfadil mengatakan pihaknya tidak mampu berbuat banyak menghadapi kabut asap. Sepanjang September, para siswa hanya sempat bersekolah sepekan, selebihnya diliburkan.
Toh, selama libur, mereka diminta tetap belajar secara mandiri. Tak cuma di Riau, siswa-siswa di Jambi juga terdampak kabut asap. Ketika asap begitu pekat di level berbahaya, mereka diliburkan.
Pemerintah Kota Jambi bahkan bersikap tegas dengan menegur kepala sekolah yang tak meliburkan siswa dalam kondisi itu.
Namun, apa pun situasinya, para murid tak hendak menyerah pada keadaan.
Di 'negeri asap', mereka tetap gigih menuntut ilmu meski secara mandiri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved