SAAT ini pemerintah berkonsentrasi memadamkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di enam provinsi, yakni Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur. Namun, api semakin menyebar ke beberapa provinsi lain. Untuk itu sejumlah pihak menyarankan agar pemerintah jangan menolak bantuan negara asing dalam penanganan Karhutla.
Pendapat itu disampaikan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron, dan Manajer Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kurniawan Sabar, saat dihubungi secara terpisah, di Jakarta kemarin.
"Tidak perlu ditolak selama itu niatan yang baik dan membantu secara serius. Hal itu kan termasuk dalam kerja sama bilateral antara Indonesia dan negara yang hendak membantu," terang Herman.
Meskipun demikian, lanjutnya, permasalahan yang terjadi di Indonesia tentunya berbeda dengan yang dialami negara tetangga. Pasalnya, kondisi hutan yang terbakar sangat luas dan tingkat kesulitan untuk menjangkaunya pun sangat tinggi. Sehingga, belum tentu negara luar memiliki teknologi yang lebih baik.
Pendapat yang sama disampaikan Kurniawan. Menurutnya, tawaran bantuan itu merupakan satu bentuk solidaritas yang diberikan oleh negara lain. Apalagi, Indonesia sendiri sudah menandatangani Agreement Transboundary Haze Pollution antarnegara ASEAN.
"Dalam perjanjian itu disebutkan, negara lain yang terkena efek asap, bisa menawarkan bantuan," terang Kurniawan.
Namun, lanjutnya, pemerintah jangan menjadi pihak yang meminta bantuan. Pasalnya, kemampuan dan peran pemerintah dalam melindungi warga negara sedang diuji lewat karhutla itu.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengatakan pemerintah belum perlu menerima bantuan asing dalam pemadaman hutan. Di sisi lain, Wakil Kepala Polri Komjen Budi Gunawan mengatakan, untuk saat ini pemadaman belum perlu mengerahkan personel tambahan dari Mabes Polri.
Dalam hal karhutla, lanjut Budi, Jokowi memerintahkan dua hal utama, yakni pemadaman api serta penanganan kasusnya. (Ric/Kim/X-8)