Headline

DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.

Kedamaian di Tanah Sintuwu Maroso

M Taufan SP Bustan
28/9/2016 00:45
Kedamaian di Tanah Sintuwu Maroso
(MI/TAUFAN SP BUSTAN)

SAAT mendengar nama Poso, Sulawesi Tengah, sejumlah warga langsung mengernyitkan dahi. Mereka terkenang konflik horizontal yang memecah belah umat beragama di daerah itu, konflik antara masyarakat Islam dan Kristen yang pecah pada 1998 hingga 2000. Konflik terbesar itu menyebabkan ribuan orang menjadi korban. Rumah-rumah warga rata dengan tanah karena dibakar massa. Bom pun sering meledak di mana-mana. Bahkan, bunyi tembakan menyalak bersahut-sahutan. "Hampir di setiap titik kota terjadi perang. Kami tidak aman," kenang Abdullah, warga Desa Tokorondo, Kecamatan Poso Pesisir, saat mengenang kejadian buruk itu. Desanya yang semula aman dan tenteram menjadi tidak nyaman lantaran 'perang saudara' di Poso merambat ke mana-mana, termasuk ke pesisir kota, seperti Desa Tokorondo yang berjarak hanya 35 menit dari Poso. Warga Poso, baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak, menjadi korban konflik. Masyarakat nekat meninggalkan kampung halaman dan mengungsi ke tempat yang aman apabila mendengar kampung tetangga sudah porak-poranda.
Konflik komunal itu dianggap selesai oleh kedua belah pihak yang bertikai lewat Deklarasi Malino dengan mediator Menko Kesra pada saat itu, Jusuf Kalla, pada 20 Desember 2001, di kawasan wisata Malino, Gowa, Sulawesi Selatan. Meski Deklarasi Malino telah dikeluarkan, kondisi tanah Sintuwu Maroso, sebutan untuk Poso, tetap belum kondusif. Gangguan terus terjadi sejak beberapa kelompok ekstremis muncul. Kelompok itu kemudian menamakan diri sebagai kelompok sipil bersenjata Mujahidin Indonesia Timur, yang dipimpin Santoso alias Abu Wardah, yang telah tewas ditembak aparat gabungan Operasi Tinombala.
Meski gangguan belum teratasi sepenuhnya, kedamaian dan suasana kondusif kini sudah terlihat di Poso. Di kota itu tidak ada lagi ketegangan antara umat muslim dan nasrani. Mereka bisa hidup berdampingan dan menjalani kehidupan sehari-hari secara normal. "Sekarang semua hidup normal. Islam dan Kristen hidup berdampingan dan saling bahu-membahu membangun Poso," kata Wakil Bupati Poso, Samsuri, kepada Media Indonesia, beberapa waktu lalu.
"Secara keseluruhan Poso itu aman, damai, dan masyarakatnya sangat terbuka bagi siapa saja yang berkunjung. Ini sudah lama terjadi seusai disepakatinya perdamaian melalui Deklarasi Malino," jelasnya.
Warga yang berbeda agama dan keyakinan pun kini bisa saling berkomunikasi. Sopan santun dan etika tetap dijaga. Saat azan berkumandang di masjid, umat nasrani sangat menghargai itu. Begitu juga sebaliknya, jika masyarakat nasrani sedang melakukan misa di gereja, umat Islam menghargai dan menjaga ketenangan selama misa berlangsung.
"Saat ini semua orang tidak memandang agama, suku, dan statusnya. Di Poso, semua orang dipandang sama dan semua patut dihargai. Itu sangat terjaga di Poso. Suasana damai benar-benar terasa," ungkapnya.
Pemerintah Kabupaten Poso berusaha mengembalikan kondisi ibu kota menjadi tempat aman dan nyaman, bukan tempat menyeramkan dan tidak aman.
Samsuri tidak membantah apabila banyak orang bertanya kepadanya tentang keamanan di Poso. Ia pun tidak jemu memberikan penjelasan kepada para tamu atau orang luar bahwa Poso tidak seperti dahulu. "Poso tidak seperti dahulu. Meski pernah menjadi daerah konflik, kondisi kota tetap aman," lanjut Samsuri.
Perubahan wajah Poso saat ini ialah adanya kemajuan pembangunan infrastruktur, mulai akses jalan yang mulai tertata dengan baik hingga pembangunan pusat perbelanjaan di Kelurahan Kayamanya, Kecamatan Poso Kota.
Para investor pun tidak takut menanamkan saham ke Poso karena kondisi sudah aman dan kondusif. "Selain itu, para investor menganggap Poso merupakan tempat yang sangat strategis untuk pusat perbelanjaan."
Selain mal, di Poso ditemukan banyak hotel meski belum berkategori bintang empat. Keberadaan hotel, lanjut Samsuri, sudah sangat membantu kemajuan pembangunan Poso.

Belajar kebangsaan
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo saat berkunjung ke Poso pun memuji situasi yang cukup kondusif di wilayah itu. "Keragaman di Poso ialah anugerah Tuhan sehingga kita tunjukkan kepada dunia bahwa Poso daerah yang aman, damai, sentosa, dan sejahtera," ujar Gatot.
Tujuan kehadiran TNI di Poso ialah melakukan kegiatan operasional teritorial dan membantu masyarakat dalam membangun sarana fisik, seperti percetakan sawah baru, rehabilitasi rumah, dan pembuatan jamban sehat. Selain itu, pembangunan mental juga dilaksanakan, yang berupa kegiatan ceramah wawasan kebangsaan, kesehatan, kesadaran hukum, dan ketertiban masyarakat. "Itu semua dilakukan agar Poso bisa semakin berkembang. Kotanya tetap aman dan masyarakat sejahtera. Pasti kedamaian akan terus terjaga," ujar Panglima TNI. Bupati Poso, Darmin Agustinus Sigilipu, saat mendampingi Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menambahkan keberadaan TNI ikut memberikan partisipasi nyata terhadap masyarakat. "Karya bakti TNI melalui program kegiatannya di Poso merupakan bukti nyata dalam percepatan pembangunan di perdesaan," kata Darmin. (N-3) [email protected]



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya