Headline

Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.

Memacu Rasio Elektrifikasi di Desa Terpencil

(PO/N-3)
14/9/2016 02:15
Memacu Rasio Elektrifikasi di Desa Terpencil
(MI/PALCE AMALO)

DI depan anggota Komisi VII DPR, Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Benny A Litelnoni, memaparkan secara runut alokasi anggaran, untuk mendanai program pembinaan dan pengembangan ketenagalistrikan di daerah itu. "Kita targetkan rasio elektrifikasi sampai 2018 ada di kisaran 85%," ujarnya dalam pertemuan di Kupang, Agustus lalu. Mencapai target sebesar itu bukan pekerjaan gampang. Apalagi, rasio elektrifikasi di daerah itu sampai Juli ini baru 59,04%. Di sisi lain, alokasi anggaran pemerintah daerah untuk mendanai perluasan jaringan listrik dan pengembangan potensi energi baru terbarukan minim karena keterbatasan anggaran. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) NTT 2016, pemerintah dan DPRD hanya mengalokasikan anggaran pengembangan ketenagalistrikan sebesar Rp10,3 miliar. Padahal, sesuai proyeksi pemerintah pula, kebutuhan anggaran untuk memacu rasio elektrifikasi selama 2016 sebesar Rp52,17 miliar. Kemudian, target rasio elektrifikasi 62,02% sampai akhir tahun ini tercapai. Penggelontoran anggaran untuk menerangi desa-desa gelap gulita pada tahun depan juga masih jauh dari harapan pemerintah. Menurut Benny, plafon sementara anggaran untuk program ketenagalistrikan 2017 naik sebesar Rp1,1 miliar menjadi Rp11,4 miliar.

Lantaran alokasi anggaran masih minim, proyeksi rasio elektrifikasi 2017 yang seharusnya 65,70%, atau menjangkau 753.946 pelanggan bakal kedodoran. "Untuk mencapai persentase sebesar itu, kita butuh anggaran Rp101,56 miliar," kata Benny. Kondisi seperti itu membuat tantangan pemerintah daerah semakin berat. Masyarakat setempat yang antre untuk mendapatkan aliran listrik semakin panjang. Laju perekonomian daerah juga stagnan. Pasalnya, kemajuan daerah tidak lepas dari ketersediaan listrik untuk menopang sektor industri. Semakin tinggi tingkat konsumsi listrik, diharapkan bisa meningkatkan produktivitas. Kendati anggaran minim, Benny mengatakan program melistriki rumah penduduk dan desa-desa yang masih gelap gulita terus jalan. "Fokus kita pada pembangunan pembangkit listrik tenaga surya dan air," ujarnya.

Listrik komunal
Untuk mempercepat desa-desa di Sumba teraliri listrik, satu-satunya cara yang dilakukan ialah membangun pembangkit listrik tenaga surya komunal di desa-desa, mengingat potensinya yang besar di NTT. Kepala Desa Pertambangan dan Energi NTT Boni Marisin menyebutkan ada empat pembangkit komunal mulai dibangun pada 2017. Tiga pembangkit berlokasi di Pulau Alor dan satu pembangkit di Pulau Rote. "Listrik komunal sangat bermanfaat untuk pemerataan listrik di desa-desa terpencil dan wilayah perbatasan negara," kata Boni. Pembangunan pembangkit berbasis energi baru dan terbarukan itu menjadi alternatif untuk menyediakan listrik bagi desa-desa terpencil di daerah tersebut sekaligus secara bertahap meningkatkan penyebaran kelistrikan di desa-desa dari 63,15% pada 2016 menjadi 67,86% pada 2020. (PO/N-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya