Headline

Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.

Fokus

Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.

Sumba, Pulau Ikonik Energi Terbarukan

Palce Amalo
14/9/2016 02:00
Sumba, Pulau Ikonik Energi Terbarukan
(MI/PALCE AMALO)

KABUT menyelimuti Desa Kananggar, Kecamatan Paberiwai, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Saat saya mengunjungi desa tersebut pekan lalu, harus melewati jalan berbatu dari pusat kota menuju Desa Kananggar dengan berjalan kaki. Ditambah lagi perbukitan dan lembah-lembah curam menyita perjalanan. Kondisi jalan seperti itu membuat jarak tempuh sejauh 121 kilometer menuju Kananggar yang seharusnya hanya dua jam menjadi empat jam. Desa terpencil ini menyimpan potensi besar. Di sana terdapat air terjun bernama Hiruk Manuk, yang mengalirkan air sepanjang tahun. Mulai 2017, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan memanfaatkan air terjun ini untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) berkapasitas 2 × 100 megawatt (Mw). Konstruksi PLTMH Kananggar dilakukan bersamaan dengan 10 pembangkit lainnya yang tersebar di seluruh Sumba. Jika sudah beroperasi, ada tiga desa di Paberiwai akan menikmati listrik selama 24 jam, yaitu Kananggar, Tana Rara, dan Kakehu.

Sebenarnya, tiga desa ini sudah menikmati listrik dari pembangkit Listrik Tenaga Disel (PLTD) subranting setempat. Namun, jarak tempuh yang lumayan jauh mengakibatkan ongkos angkut solar dari Waingapu ke Kananggar butuh biaya besar. Untuk menghemat pemakaian solar, mesin pembangkit dihidupkan hanya malam. "Lagi pula pada siang hari pemakaian listrik tidak terlalu besar karena warga bekerja di ladang," kata Manager PLN Area, Sumba Faisal Risa. Hal ini juga sejalan dengan program PLN menjadikan Sumba sebagai pulau ikonik energi terbarukan (iconic island of renewable energy). Program ini dimulai 2009 dengan tujuan menyediakan akses energi bersih dan mendorong perekonomian, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sumba. Selain itu, untuk menghapus ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Sumba Ikonik Energi Terbarukan berawal dari hasil penelitian lembaga nonprofit Castle Rock asal Belanda dan Hivos asal Amerika Serikat, yang menyebutkan potensi energi terbarukan terdapat di seluruh wilayah Sumba, meliputi PLTMH, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), dan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLT Biomassa).

Dari potensi tersebut, saat ini PLN telah membangun enam dari rencana 23 pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT). Sesuai Keputusan Menteri ESDM Nomor 3051/K/MEM/2015 yang dikeluarkan 1 Juni 2015, menargetkan ketersediaan EBT di daerah itu mencapai 95% sampai 2020. Tiga pembangkit di antaranya berlokasi di Kabupaten Sumba Barat Daya , yakni PLTMH Lokomboro 2.700 Kw, PLTMH Umbuwango 200 Kw, dan PLTS Bilacenge 500 Kw. Tiga pembangkit lainnya terdapat di Sumba Timur, yakni PLTMH Laiputi 2 x 32 Kw, PLTS Salura 150 Kw, dan PLTMH Mbakuhau 1 x 32 Kw. Dari enam pembangkit yang sudah dibangun, dalam satu tahun terakhir PLN menghemat anggaran sampai Rp14 miliar, atau setara 1,8 juta liter solar per tahun, dengan asumsi harga solar Rp7.500 per liter. Misalnya, produksi EBT pada Juli ini sebesar 757.347 kWh (kilowatt hour) dan harga solar rata-rata Rp5.065 per liter, terjadi penghematan sebesar Rp1,054 miliar. Faisal mengatakan seluruh pembangkit dikelola PLN, kecuali PLTMH Mbakuhau merupakan aset koperasi setempat dikelola dengan sistem kerja sama operasi bersama PLN. Jika seluruh pembangkit terbarukan sudah beroperasi empat tahun lagi, sesuai data PLN, total daya yang terpasang sebesar 26 Mw. Angka itu lebih tinggi dari total beban puncak di Sumba menjadi 16 Mw pada 2020, dengan asumsi pertumbuhan pemakaian listrik 1 Mw per tahun. Adapun beban puncak malam di pulau seluas 10.710 kilometer persegi ini pada Agustus ini sebesar 12 Mw dan beban puncak siang 7 Mw. Akan tetapi, ketersediaan daya dari sejumlah pembangkit tidak membuat PLN senang. Gangguan tetap diantisipasi dengan menyiagakan mesin disel untuk dioperasikan jika terjadi gangguan pada pembangkit terbarukan.

Sehen
Sehen (superekstra hemat energi) adalah listrik tenaga surya yang diciptakan untuk sistem kelistrikan kepulauan dan daerah terpencil, yang belum terjangkau oleh jaringan listrik PLN. Humas PT PLN Wilayah NTT, Paul Bolla, mengatakan Sehen cocok digunakan di Sumba mengingat jarak antara rumah penduduk di daerah itu berjauhan. "Penduduk membangun rumah berjauhan di padang agar mereka bisa leluasa menggembalakan ternak," ujarnya. Sistem itu cukup sederhana, yakni menggunakan sebuah panel kecil yang berfungsi menyerap tenaga matahari dan ditempatkan di atap rumah. Energi matahari yang terserap panel surya diubah menjadi energi listrik melalui kabel yang dihubungkan ke bola lampu sehen. Lampu itu bisa dibawa ke mana pun dalam keadaan menyala karena di dalam lampu sehen sudah tersedia penyimpan daya listrik. Tersedia juga benang penarik yang berfungsi mematikan dan menghidupkan lampu atau mengubah lumen dari redup menjadi terang dan sebaliknya. Pada Agustus 2016, keluarga pengguna sehen di desa-desa terpencil daerah itu mencapai 1.194 pelanggan atau 4,16% dari total pelanggan listrik PLN di daerah tersebut. Satu keluarga diberi satu lampu berkekuatan 220 lumen atau setara 40 watt. Pengguna sehen hanya menyiapkan biaya pemasangan sebesar Rp250 ribu. Jika semua pembangkit termasuk PLTMH Kananggar sudah terkover dengan energi terbarukan pada 2020, efek Sumba iconic island yang diinginkan pemerintah bisa terwujud. (N-3) [email protected]



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya