Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
KEMENTERIAN Pertanian mendorong petani bawang merah untuk menanam dari biji atau benih untuk mengendalikan harga bawang agar tidak fluktuatif.
"Berfluktuasinya harga bawang merah disebabkan terbatasnya umbi bibit berkualitas. Karena itu pula pada tahun ini pemerintah melalui Bulog mengimpor benih bawang merah sebanyak 1.500 ton," kata Direktur Perbenihan Hortikultura Ditjen Hortikultura Kementan Sri Wijayanti Yusuf saat menghadiri Festival Bawang Merah di Lombok, NTB, Kamis (8/9).
Sri menyatakan apresiasinya kepada perusahaan benih PT East West Seed Indonesia (Ewindo) yang telah memelopori budi daya bawang merah melalui benih atau biji.
Kelangkaan umbi bibit bawang merah juga disampaikan Candra, petani bawang asal Bima, NTB. Menurut dia, berapa pun umbi bibit yang dihasilkan oleh petani penangkar pasti akan diserap oleh petani. Apalagi, jika umbi bibit yang dihasilkan memiliki kualitas tinggi seperti varietas Tuk Tuk dan Sanren.
Candra mengaku telah memesan 20 ton umbi bibit yang diproduksi oleh petani penangkar dari Lombok, NTB. "Umbi bibit yang saya pesan ini masih jauh dari mencukupi jika dibanding dengan jumlah petani bawang di Bima," ujar dia.
Salah seorang petani penangkar bawang merah asal Lombok, Mahli, mengatakan, budi daya bawang dengan menanam dari biji atau benih memang membutuhkan ketekunan dan ketelitian di awal masa tanam.
Mahli, yang baru pertama kali menanam bawang merah dari biji, mengaku sangat puas dengan hasil tanaman bawang merahnya. "Hasilnya hampir empat kali ketimbang jika saya menanam tembakau," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Utama Ewindo, Glenn Pardede, mengatakan, Festival Bawang Merah yang digelar oleh perusahaan bertujuan untuk mendorong produktivitas dan menciptakan pertanian efektif bagi petani dengan memproduksi umbi bibit bawang merah melalui biji.
"Kami berharap dengan dikenalnya cara baru ini akan membuat kesejahteraan petani lebih meningkat," ujar Glenn.
Ewindo sejatinya telah mengenalkan teknologi menanam bawang merah melalui biji sejak hampir 10 tahun silam. Jerih payah yang panjang tersebut kini baru menunjukkan hasil dengan semakin banyak petani yang sukses menanam bawang merah dari biji atau benih.
Lebih lanjut, Glenn menerangkan bahwa dengan menggunakan benih/biji bawang merah varietas Tuk-Tuk, petani akan mendapatkan tiga keuntungan. Pertama, biaya transportasi lebih murah karena berbentuk biji. Kedua, benih bisa lebih lama disimpan dalam gudang penyimpanan (maksimal dua tahun) selama tidak terkena sinar matahari. Padahal, dengan sistem konvensional, umbi hanya bisa disimpan antara 2-4 bulan.
Ketiga, biaya produksi jika bawang merah dipanen dalam bentuk bawang siap konsumsi menjadi lebih rendah. Jika menggunakan sistem konvensional setiap hektar lahan memerlukan sekitar 1,5 ton umbi dengan biaya di kisaran Rp45 juta, sedangkan jika menggunakan metode pindah tanam hanya memerlukan 5 kilogram benih dengan biaya sekitar Rp10 juta.
Selain itu, cara baru budi daya bawang merah dengan menggunakan biji memiliki keunggulan yakni lebih sedikit terserang penyakit karena benih tidak membawa virus dan jamur.
Pemakaian pupuk juga lebih efisien. Hanya dengan menggunakan dosis pupuk setengah dari kebutuhan pupuk dengan metode penanaman konvensional, produksi bawang merah tetap tinggi. Bahkan, hasil panen Tuk-Tuk bisa mencapai 20-25 ton per hektare, lebih tinggi jika dibandingkan dengan teknik budi daya konvensional yang hanya bisa menghasilkan 12-15 ton/ha.
Selain varietas Tuk-Tuk, Ewindo juga berhasil meneliti dan menemukan sejumlah varietas baru bawang merah, salah satunya Sanren F1. Bawang merah varietas baru ini diyakini sebagai bawang merah pertama di dunia yang ditemukan oleh peneliti Indonesia dengan sifat unggulnya antara lain mampu berproduksi maksimal di musim kering dan penghujan. Bawang merah umumnya hanya dapat berproduksi maksimal pada musim kering.
Varietas Sanren F1 juga memiliki bentuk, warna dan aroma yang sesuai dengan selera pasar dan konsumen. Selain itu untuk area tanam seluas satu hektar, benih (biji) yang dibutuhkan hanya sekitar 3 kg. Sementara, hasil produksinya sangat tinggi, yakni bisa mencapai 28 ton/ha. Sanren F1 juga dapat beradaptasi dengan baik ketika ditanam di dataran rendah.
"Pengenalan cara baru budi daya bawang merah dan penemuan varietas-varietas baru ini merupakan sumbangsih kami dalam memacu pertumbuhan dan kemajuan bidang agroindustri khususnya budi daya hortikultura di Indonesia. Kami berharap dengan pengenalan cara budi daya ini mampu mendorong peningkatan kesejahteraan petani bawang merah," kata Glenn. (OL-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved