Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
KABUPATEN Probolinggo, Jawa Timur, dinyatakan sebagai wilayah yang mengalami kejadian luar biasa (KLB) difteri. Penetapan dilakukan setelah kematian pasien balita di Desa atau Pulau Gili Ketapang, Kecamatan Sumberasih, 28 April lalu.
Dengan adanya penderita difteri tersebut, warga Pulau Gili Ketapang yang mencapai 10 ribu jiwa rentan tertular. Semua biaya untuk kasus difteri dibebaskan dan ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah.
“Satu saja yang terdiagnosis, tanpa menunggu meninggal, sudah kami nyatakan KLB, karena masa inkubasinya sangat cepat, hanya sekitar 2 hingga 5 hari dan penyakit ini sangat mematikan,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Probolinggo, Shodiq Tjahjono, kemarin.
Ia menyampaikan, sejak Januari hingga Mei 2016, ada dua pasien yang terindikasi penyakit difteri. Kasus pertama pada Januari lalu, menimpa seorang anak di wilayah Kecamatan Krucil dan kedua menimpa warga Desa Gili Ketapang.
Penetapan status KLB baru dilakukan setelah kasus kedua yang dinyatakan positif. Pasalnya, pada kasus pertama yang terjadi pada Januari lalu, hasil pemeriksaan laboratorium masih menunjukkan negatif.
Dinkes akan melakukan imunisasi massal tanpa mengenal batasan usia di wilayah Gili Ketapang. “Saat ini kami tengah menyosialisasikan ke warga dan sekaligus memberikan antibiotik.”
Shodiq mengungkapkan, difteri merupakan penyakit yang bersumber dari Corynebacterium diphtheriae yang mematikan. Jika selamat dari penyakit difteri, penderitanya masih menderita kelumpuhan otot tertentu dan kerusakan permanen pada jantung dan ginjal.
Penyebab utama dari difteri ialah kebersihan lingkungan. Karena itu, warga diimbau untuk tidak membuang sampah serta buang air besar (BAB) sembarangan. Anak-anak usia 1 hingga 10 tahun sangat rentan terhadap penyakit itu. Penularannya pun sangat cepat, terutama melalui kontak fisik.
Dari Yogyakarta dilaporkan, jumlah penderita demam berdarah hingga kuartal pertama 2016 cukup tinggi, sebanyak 453 orang. Jumlah itu hampir separuh dari jumlah penderita DB selama 2015 lalu yang mencapai 950 orang.
“Ini harus menjadi perhatian bersama,” kata Kabid Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinkes Kota Yogyakarta Yudiria Amelia. (AB/AU/N-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved