Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
NELAYAN tradisional di kawasan Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, mengeluh. Pasalnya sejak tiga hari terakhir perolehan hasil tangkapan ikan mereka menurun drastis.
Mereka adalah nelayan pengguna kapal kayu atau perahu kecil yang beraktivitas di perairan Selat Malaka. Setiap hari turun ke laut saat pagi selepas subuh dan mendarat ketika menjelang siang.
Baca juga: Dinkes Palembang Gencarkan Vaksinasi Covid-19
Abdul Mutalib, nelayan di kawasan Desa Pasie Rawa, Kecamatan Kota Sigli, Kabupaten Pidie, kepada Media Indonesia, Minggu (28/3) mengatakan, hasil tangkapan ikan yang biasanya sekitar 20 kg hingga 60 kg, sekarang hanya dapat 1 kg atau 2 kg per perahu kayu.
"Setelah berlayar selama satu jam sejak selepas salat subuh, hanya memperoleh sekitar 1 kg ikan campuran. Harga saya jual Rp 15.000" tutur Abdul Mutalib.
Dikatakannya, karena krisis produksi ikan, banyak nelayan setempat harus berutang di warung-warung langganan mereka. Hal itu harus dilakukan untuk menutupi kebutuhan nafkah keluarga dan biaya sekolah anak.
Lebih parah lagi setiap pagi hendak turun ke laut, mereka harus berutang untuk mengisi bahan bakar minyak. Sayang ketika mendapat hasil tangkapan, jangan kan menutupi kebutuhan dapur, tapi untuk bayar hutang bahan bakar perahu saja tidak cukup.
"Jadi hutang terus bertambah. Namun kami tetap sabar menanti hari esok untuk memperoleh hasil tangkapan melimpah" tutur Abdullah, pemilik perahu kecil lainnya.(OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved