Headline
Konsistensi penegakan hukum perlindungan anak masih jadi tantangan
Konsistensi penegakan hukum perlindungan anak masih jadi tantangan
Di Indonesia, cukai rokok sulit sekali naik, apalagi pada tahun politik.
MARET lalu, Radikin, 41, sempat dibayangi kekhawatiran. Pandemi covid-19 membuat dia dan beberapa petani asal Desa Semedo, Pekuncen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, gundah.
"Kami takut pasar lesu sehingga produksi gula semut kami sulit dijual. Tapi kami bersyukur sampai akhir tahun, ternyata pasar gula semut tidak terdampak pandemi, bahkan permintaan meningkat drastis," ujar Radikin.
Kerja keras Radikin dan pasukan penderes dari Banyumas sepanjang tahun ini berbuah manis. Gula semut dihargai hingga Rp21 ribu per kilogram. Setiap hari, seorang penderes bisa mencetak 5-7 kilogram.
Hasil ini memang layak diterima seorang penderes. Radikin, misalnya, setiap subuh sudah harus keluar rumah menembus kabut dingin. Ia harus memanjat pohon kelapa dengan ketinggian belasan meter. Tidak hanya satu, tapi 30 pohon. Banyak suka dan duka. Namun, Radikin sudah menjalaninya sejak 20 tahun lalu.
"Sebagian warga Desa Semedo hidup sebagai petani dan penderes. Setiap hari mereka memanjat kelapa, setiap hari juga mereka ke sawah," ujar Ketua Kelompok Petani Penderes Margo Mulyo, Sigit Nugroho Widi.
Kelompok petani penderes ini tergabung dalam jejaring pemasaran. Mereka mendapat dukungan dunia usaha, yakni PT Astra Internasional, dengan program Kampung Berseri Astra. Di kabupaten ini, program Kampung Berseri Astra Banyumas Satria digulirkan di Semedo, Cibangkong, dan Petahunan di Kecamatan Pekuncen, serta di Desa Kedingurang, Kecamatan Gumelar.
"Gerakan kewirausahaan sosial ini terbukti kuat menghadapi pandemi yang berdampak besar bagi sebagian besar usaha dan industri," kata Ketua Kelompok Petani Penderes Mugi Lestari, Kusmono Hardi Sumaryo.
Inisiator gerakan dan Koordinator KBA Banyumas Satria, Akhmad
Sobirin, mengatakan gula kristal atau gula semut hasil produksi kelompok-kelompok petani penderes masih tetap dapat dipasarkan di tengah pandemi. "Saat usaha lain terpuruk, pesanan gula kristal malah meningkat signifikan."
Sebelum pandemi, produksi gula semut dari kelompok tani yang masuk jejaring KBA Banyumas Satria mencapai 10-12 ton per bulan. Saat pandemi, justru terjadi lonjakan produksi hingga mencapai 50 ton.
"Semua produk gula semut dari sini diekspor ke Amerika Serikat dan sejumlah negara di Eropa," ujar Sobirin.
Saat ini, seorang petani penderes bisa mengantongi penghasilan Rp100 ribu per hari. Pendapatan itu jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan saat mereka memproduksi gula merah.
Karsini, 55, ingat, pada 2012 saat ia mulai bergabung ke KBA, gula merah dihargai Rp7.000 dan gula kristal Rp11 ribu. "Sekarang, saya bisa menguliahkan anak di Universitas Negeri Yogyakarta." (Liliek Dharmawan/N-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved