Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
POTENSI bencana alam di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, bisa dikatakan superlengkap. Bahkan, lebih lengkap dari kebanyakan daerah lain di Indonesia.
Selain banjir, tanah longsor, Sigi juga pernah porak-poranda saat dilanda gempa pada 2018. Bencana jenis lain yang jarang ditemukan di daerah lain, yakni likuefaksi, yang kabarnya menelan korban jiwa hingga sekitar 1.000 orang.
Setelah bencana dahsyat gempa, tsunami, dan likuefaksi pada 2018, Sigi belum boleh melenggang. Banjir dan tanah longsor masih terus terjadi.
Karena kerawanan itulah, pemerintah setempat memperkuat mitigasi bencana dan terus memberikan imbauan kepada masyarakat untuk
selalu waspada.
Kepala BPBD Kabupaten Sigi, Asrul Repadjori, mengatakan saat ini musim penghujan masih berlangsung di sejumlah wilayah di Sigi. “Karena wilayah kami rawan banjir dan tanah longsor, imbauan kepada masyarakat tidak pernah putus dilakukan.”
Ketika daerah lain masih dilanda kekeringan, pada Mei lalu, Sigi sudah dilanda hujan dengan curah tinggi. Banjir bandang dan tanah longsor pun terjadi.
Banjir tidak pada musimnya itu menimpa Desa Omu, Kecamatan Gumbasa, dan Bulubete serta Poi, di Kecamatan Dolo Selatan. Ruas jalan trans- Sulawesi yang menghubungkan Sigi-Kota Palu tidak bisa dilalui karena tertimbun lumpur setinggi 1 meter. Sepekan kemudian, giliran Desa Banggaiba, di Kecamatan Kulawi, yang disergap banjir bandang.
Bisa bernapas beberapa bulan, pada September lalu, bencana datang lagi. Banjir bandang menerjang Desa Poi, Rogo, Oloboju, dan Sidera. Sementara itu, banjir bandang dan tanah longsor parah juga terjadi di Kulawi.
“Upaya-upaya tentu dilakukan, dengan memperkuat mitigasi bencana,” jelas Asrul.
Selain imbauan, Pemkab Sigi juga berencana melakukan relokasi besarbesaran di sejumlah titik rawan bencana. “Seperti di wilayah Poi, Rogo, hingga Kulawi yang permukimannya berada persis di pinggir sungai itu akan direlokasi ke tempat aman,” tambah Asrul.
Pembalakan
Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Pemkab Sigi, Iskandar Nontji, mengaku pihaknya sudah berkoordinasi dengan pemerintah desa dan kecamatan yang warganya akan direlokasi. Inventarisasi berlangsung di Desa Bangga dan Desa Bolapapu, Kecamatan Kulawi.
Menurutnya, koordinasi penting dilakukan agar pemerintah bisa mendapatkan data yang akurat terkait dengan jumlah warga yang akan direlokasi. “Setelah data akurat masuk, baru kita carikan lahan untuk lokasi baru. Tentunya lahan yang aman dan strategis.”
Pemkab Sigi mengakui pembalakan kawasan hutan menjadi penyebab banjir bandang. Untuk itu, pemkab menggiatkan aksi penanaman pohon guna menghijaukan kembali hutan yang sudah gundul.
“Pembalakan di hulu sangat masif. Itu sudah terjadi 10 sampai 15 tahun lalu. Dampaknya terasa sekarang. Material yang dibawa banjir bandang semuanya kayu gelondongan,” ujar Bupati Sigi Mohammad Irwan Lapata.
Kerawanan banjir dan tanah longsor di Sigi juga terpengaruh kejadian gempa bumi dengan magnitudo 7,4 pada 2018. Gempa menyebabkan pergesekan tanah. Saat hujan datang, banjir bandang terjadi, dan dampaknya sangat parah karena membawa kayu gelondongan sisa pembalakan liar.
“Oleh karena itu, kami sudah memprogramkan penanaman 5.000 pohon di setiap desa,” sebut Irwan.
Untuk mengawal program penghijauan, sang bupati sudah membentuk tim khusus. Mereka bertugas merawat bibit yang ditanam hingga menjadi pohon besar.
Untuk menghentikan pembalakan, pemkab sudah berkoordinasi dengan aparat terkait. “Semua elemen harus berkontribusi sehingga bencana tidak terjadi lagi,” harap Irwan. (N-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved