Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
PANDEMI membuat Sovi Dwi Aprilia, 14, dan keluarganya bekerja lebih keras. Pada saat temannya masih terlelap, remaja siswa kelas 8 Madrasah Tsanawiyah Darul Ulum, Desa Kureksasi, Kecamatan Warung, Sidoarjo, Jawa Timur, itu, sudah harus bangun pada pukul 03.30 WIB.
Ia harus membantu sang ibu, Yeni, 42, memasak. Di rumah satu ruangan berukuran 3 x 4 meter yang dikontrak Rp600 ribu per bulan, itu mereka menyiapkan 50 nasi bungkus per hari.
Beragam menu sebagai teman nasi. Mulai dari telur bali, telur dadar, tongkol, teri, dan ayam. Ssetiap bungkus dijual dengan harga Rp6.000 per bungkus. Sovi dan adiknya, Tri Wahyu Damayanti, 7, yang masih duduk di kelas 1 SDN Inpres Kureksari, bertugas menjualnya di pinggir jalan Perumahan Deltasari, Kecamatan Waru. Jaraknya sekitar 10 menit bersepeda ontel dari rumah.
Sang Ibu, saat matahari sudah muncul dari timur, sudah harus bergegas bekerja di salah satu rumah di Perumahan Deltasari. Gajinya sebagai asisten rumah tangga sebesar Rp800 ribu.
“Kami harus bekerja lebih keras di masa pandemi, karena Sovi dan adiknya harus membeli paket internet. Selama belajar daring di luar sekolah, rata-rata menghabiskan Rp150 ribu per bulan untuk membeli paket internet,” aku Yeni, sang ibu.
Selama berjualan, sambil menunggu pembeli, Sovi dan adiknya memanfaatkan untuk belajar. Mereka selalu membawa buku pelajaran sekolah saat berjualan.
Keduanya bergantian memanfaatkan telepon pintar karena memang hanya ada satu. Namun, seperti kebanyakan anak kecil lainnya, Tri Wahyu kadang iseng membuka laman youtube tanpa sepengetahuan sang kakak. Akibatnya, kuota cepat habis, sehingga mereka harus membeli lagi sebelum waktunya. Mau tidak mau, selama dipegang sang adik, Sovi pun harus terus memelototinya.
Tidak ada kata malu pada diri Sovi. Dia mengaku tetap semangat, tetap bersyukur dan menikmati hidup.
“Nanti, saya ingin berwiraswasta, ingin memiliki usaha sendiri dan punya pekerja,” harapnya.
Berjualan nasi bungkus tidak selalu mujur. Kadang habis dalam waktu hanya dua jam. Tapi, sering juga sampai sore hari nasib bungkus masih tersisa. “Pernah sisa hingga 12 bungkus,” kata Sovi.
Kalau memang tidak habis, makanan itu tidak dibuang begitu saja. “Kami berikan ke teman-teman driver ojek online atau petugas kebersihan,” sambung Yeni, yang siang itu menyusul kedua anaknya ke tempat berjualan.
Keuntungan berjualan nasi bungkus tidak lebih dari Rp100 ribu jika habis semua. Hasilnya sangat berarti bagi keluarga itu.
“Kalau pandemi sudah berlalu, Sovi tetap mau jualan nasi bungkus. Kami bisa lebih hemat, karena tidak usah beli paket internet lagi,” tandas Sovi. (Heri Susetyo/N-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved