Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
SEBANYAK 63.931 bidang tanah di seluruh Indonesia milik PT PLN bermasalah. Persoalan itu terdiri dari yang belum tersertifikasi hingga dikuasai pihak lain.
Meski tidak mengganggu operasional BUMN tersebut, penertiban administrasi dirasa perlu agar tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari. General Manager PT PLN (Persero) Unit Induk Transmisi Jawa Bagian Tengah, Sumaryadi, mengatakan, jumlah tersebut jauh lebih besar dibanding aset tanah yang sudah tertib administrasi.
Baca juga: 2.900 Aduan Pelanggan, PLN Akui Ada Tagihan Listrik Keliru
Berdasarkan data yang dihimpunnya, aset tanah yang sudah bersertifikat baru 28.282 bidang. "Total kami memiliki 92.213 persil tanah. Yang sudah memiliki sertifikat baru 30,67% (28.282), sisanya belum," katanya seusai penandatanganan kerjasama antara PT PLN dengan Badan Pertanahan Nasional, di Bandung, Kamis (16/7).
Mengingat masih banyaknya tanah yang belum bersertifikat, pihaknya memastikan akan berupaya maksimal dalam menginventarisasi aset milik negara tersebut. Setidaknya hingga akhir tahun ini ditargetkan 70% (dari 63.931) bidang tanah harus sudah tersertifikasi.
"Kita percepat target, kita optimistis," ujarnya seraya menyebut aset tanah milik PLN di seluruh Indonesia senilai Rp1.500 triliun. Sebagai contoh, pihaknya akan intensif berkoordinasi dengan BPN untuk menuntaskan persoalan tersebut di Jawa Barat.
Di Jabar, menurut dia terdapat sekitar 7.300 bidang tanah yang belum bersertifikat. Beruntung, untuk proyek-proyek strategis PLN yang berada di Jawa Barat, menurut dia hampir semua lahannya sudah bersertifikat.
"Memang enggak sampai mengganggu operasional, tapi kami ingin tertib administrasi," ujarnya. Adapun aset-aset yang belum bersertifikat ini banyak yang difungsikan untuk tower-tower transmisi. "Rata-rata yang dibangun Belanda, seperti di Dago (Bandung) dan beberapa lokasi lainnya," kata dia.
Senior Manager 10 Unit Induk PLN di wilayah kerja Jawa Barat, Agung, menjelaskan, aset tanah yang belum tersertifikasi terdiri dari empat klaster. Pertama, aset yang sudah ada (hingga sekarang digunakan PLN) sejak zaman kolonial Belanda. "Surat-surat lainnya ada, tapi sertifikat belum ada."
Kedua, aset yang surat-suratnya sudah ada namun belum diperbaharui. "Karena kadaluarsa," katanya.
Ketiga, aset yang surat-suratnya ada namun tanahnya dikuasai/digunakan pihak lain. "Keempat yang asetnya dikuasai pihak lain, suratnya juga enggak ada."
Dari empat klaster itu, menurutnya yang paling banyak yakni klaster I dan II. "Yang klaster IV jumlahnya kecil," kata dia.
Kepala BPN Jawa Barat Yusuf Purnama memastikan pihaknya siap menuntaskan persoalan tersebut. "Kami menunggu inventarisasi dari PLN, aset-aset mana saja yang belum bersertifikat," katanya. (BY/A-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved