Headline
Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.
Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.
Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.
SUDAH jatuh ditimpa tangga pula. Begitulah ungkapan untuk nasib malang yang dialami Orang Rimba atau Suku Anak Dalam (SAD) dari Kelompok Sikar, yang menumpang hidup di sekitar areal perkebunan kelapa sawit yang dikelola PT Sari Adytia Loka (PT SAL) di dekat Desa Sungai Mandelang, Kecamatan Tabir Selatan, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi.
Betapa tidak! Arogansi dari petugas security PT SAL membuat puluhan Orang Rimba kelompok Sikar yang terancam kelaparan akibat pandemi korona saat ini, tunggang langgang. Sebelas pondok mereka yang berada di area PT SAL dalam sebuah aksi serangan petugas satuan pengaman perusahaan pada Selasa lalu (12/5).
Menurut informasi yang diperoleh Media Indonesia, aksi kekerasan yang dilakukan petugas satpam PT SAL bermula ketika sembilan Orang Rimba, berencana memunguti brondolan buah sawit yang lepas dari tandannya. Namun niatan kesembilan Orang Rimba, yakni Begendang,Parang, Bujang Kecik, Mak Erot, Betenda, Nenek, Natas dan Ebun dihadang petugas satpam perusahaan.
"Kami dihadang dan disuruh balik. Kami nurut baelah (ikut saja)," kata Begendang salah seorang Orang Rimba yang ikut saat itu.
Baca Juga: Khawatir Virus Korona, Orang Rimba Memilih Masuk Hutan lagi
Keadaan menjadi runyam dan berujung bentrokan fisik, ketika sejumlah satpam PT SAL terus mengikuti perjalanan Bagendang dan kawan-kawan yang sudah putar balik. Tidak berhenti sampai di situ bentrok berlanjut sampai ke pemukiman Orang Rimba di Sungai Mendelang. Akibatnya sudung (pondok) dan pakaian Orang Rimba dirusak.
"Termasuk satu motor kanti dibawa orang itu," kata Tumenggung Sikar pimpinan Orang Rimba Sungai Mendelang. Motor Orang Rimba yang dibawa ini kabarnya ditempatkan di kantor polisi.
Sikar menyebutkan, Orang Rimba mengambil brondol, karena perkebunan tersebut berdiri di hutan yang dahulunya rumah mereka. Secara sepihak perusahaan menggantinya dengan kebun kelapa sawit, sehingga Orang Rimba yang sudah di sana tetap bertahan di bawah batang-batang sawit.
"Kami sudah kehilangan sumber penghidupan kami, hopi ado nang bisa di makon, apolagi musim sakin mumpa nio, hopi ado nang membeli bebi kami (tidak ada yang bisa dimakan, sejak musim wabah, tidak ada yang membeli babi)," kata Sikar.
Menurut catatan KKI (Komunitas Kosnervasi Indonesia) Warsi, persoalan Orang Rimba dengan perusahaan PT SAL sudah terjadi sejak tahun 1990-an. Pastinya sejak hutan lebat menjadi rumah yang nyaman bagi Orang Rimba, kemudian berubah menjadi kebun sawit tanpa memperhitungkan Orang Rimba
yang ada di dalamnya. Akibatnya konflik berkepanjangan terus terjadi.
"Kami sungguh menyayangkan, persoalan ini terus berulang karena ketidakpekaan perusahaan dengan Orang Rimba yang ada di dalam perusahaan. Konflik ini adalah ketidakadilan bagi Orang Rimba. Mereka tidak dijadikan sebagai bagian dari perubahan yang dilakukan di hutan yang menjadi sumber penghidupan mereka," kata Robert.
Jika dilihat kasusnya, seolah Orang Rimba yang dianggap mencuri dan perusahaan bisa sewenang-wenang untuk menyerang mereka, menghancurkan rumahnya dan mengambil sepeda motor mereka. "Orang Rimba diperlakukan seolah tidak ada harganya, perlakuan mereka pada Orang Rimba benar-benar telah melecehkan nilai-nilai kemanusiaan," sebut Robert.
Robert menyebutkan nasib yang dialami Kelompok Sikar, akan terus berulang jika tidak ada penyelesaian yang memberikan ruang untuk Orang Rimba. Dikatakan Robert, Orang Rimba di Jambi terdapat 441 keluarga yang hidup dalam perkebunan sawit dan 230 di dalam kawasan hutan tanaman industri (HTI).
Robert berharap negara hadir memberikan jaminan untuk Orang Rimba sebagaimana jaminan diberikan pada masyarakat lainnya.
"Apalagi di musim wabah ini, Orang Rimba sangat rentan terhadap wabah, juga sangat rentan mengalami kesulitan pangan, harusnya mereka masuk kelompok yang dilindungi perusahaan, bagaimanapun perusahaan yang hadir di hutan mereka, bukan mereka yang menumpang di sana, itu yang harusnya di pahami perusahaan," pungkas Robert.
Sampai berita ini dikirim pihak managemen PT SAL belum bisa dikonfirmasi.
Sementara itu Bupati Kabupaten Merangin Al Haris yang tengah berupaya memperhatikan nasib Orang Rimba di wilayahnya yang terancam rawan pangan akibat terdampak pandemi korona.
"Mereka adalah saudara kita juga, masuk kelompok orang miskin, terutama saat wabah virus korona saat ini. Mereka harus dibantu," sebut Haris telah membagikan paket sembako kepada sejumlah Orang Rimba baru-baru ini.(OL-13)
Baca Juga: Banyak Pengecualian PSBB, Ombudsman: Kepatuhan Warga Menurun
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved