Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
DARI Lampung hingga Sumba (Nusa Tenggara Timur), biogas terus menjadi energi terbarukan yang digencarkan di sentra-sentra peternakan. Meski berhasil membuat limbah jadi bernilai, di beberapa daerah, proses pembentukan biogas kerap dikeluhkan. Ini pula yang telah lama jadi perhatian Satriyo Krido Wahono, Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Yogyakarta.
Proses pembentukan biogas yang terjadi melalui proses fermentasi alami membutuhkan kondisi-kondisi tertentu.
Suhu, tekanan udara, dan kelembapan sangat memengaruhi proses pembentukan biogas. "Kondisi iklim Indonesia yang tropis memang secara umum sudah cocok dengan pembuatan biogas. Tapi untuk dataran tinggi, kelembapannya tinggi, akibatnya mungkin proses fermentasinya itu tidak bagus, terlalu banyak uap air (H20)," jelas Satriyo dalam acara Sosialisasi Hasil-Hasil Riset LIPI 2016 di LIPI, Gatot Subroto, Jakarta.
Di acara itulah Satriyo juga memamerkan temuannya yang mampu mengoptimalkan performa biogas, yakni Zeofilter.
Sesuai namanya, Zeofilter merupakan penyaring yang menggunakan zeolit. Seperti diketahui komponen utama dalam biogas adalah metana (CH4) yang sekaligus menjadi energi yang dapat dimanfaatkan untuk memasak hingga sebagai pembangkit tenaga listrik.
Namun, dalam biogas juga terdapat gas pengotor yang membuat pemanfaatan metana tidak optimal. Selain uap air, gas pengotor itu ialah karbon dioksida (CO2), hidrogen sulfida (H2S), dan sulfur dioksida (SO2). Akibat gas-gas pengotor itu, metana yang dapat menjadi bahan bakar hanya berkisar 40%-75%. Dengan zeofilter, gas-gas pengotor dapat tersaring hingga pemanfaatan metana bisa meningkat.
Kadar metana pun dapat meningkat 25% lebih tinggi. "Dalam penelitian yang kami teliti, gas-gas pengotor itu tertahan oleh zeofilter, sedangkan gas metana yang bisa dimanfaatkan menjadi bahan bakar itu tidak tersaring," terang Satriyo. Satriyo mengaku mendapat ide untuk menciptakan Zeofilter saat ia menguji coba generator biogas.
Dengan kondisi biogas yang buruk, daya listrik yang dihasilkan hanya berkisar 9 Volt atau setara dengan baterai kotak. Satriyo kemudian juga mendapat inspirasi dari penyaring air yang menggunakan juga zeolit. Akan tetapi, zeolit yang digunakan menjadi penyaring gas memang sama sekali belum berkembang. Zeolit ini perlu diaktifkan dan dimodifikasi agar dapat dipergunakan sebagai pemurni biogas.
Pemurni metana dalam biogas dengan menggunakan zeolit ini disebut Zeofilter. Bagi Satriyo, zeolit ini memiliki salah satu komponen unik, yaitu silikon dan aluminium. "Biasanya kan zeolit untuk menyaring air. Nah, kombinasi yang berbeda dari silikon dan aluminium itu bisa menjadikan zeolit untuk menyaring gas," tambahnya.
Satriyo mengaku zeolit alam yang digunakannya ialah zeolit yang berasal dari daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Penggunaan zeolit dari daerah lain harus melalui penelitian terlebih dahulu karena kandungannya akan berbeda di tiap daerah. Kadar aluminium dan silikon dalam zeolit menjadi penentu perlakuan yang harus diberikan hingga dapat dihasilkan zeofilter dengan kualitas yang sama.
Banyak manfaat
Alat yang juga diganjar Innovator Award dari LIPI ini dinilai juga mampu membersihkan biogas dari gas-gas pengotor lain. Alat ini bisa meningkatkan efisiensi energi dalam proses konversi biogas menjadi energi listrik dan energi panas. Kemudian, alat ini dapat mengurangi potensi korosi dan menghilangkan bau kurang sedap dari biogas. Dengan menggunakan zeofilter, proses memasak menggunakan biogas menjadi lebih cepat.
Sebagai contoh, proses pendidihan 200 cc air berlangsung 52 detik lebih cepat. Kualitas kalor juga dapat dilihat dari warna api yang lebih biru. Sementara untuk pemanfaatan sebagai pembangkit tenaga listrik, tegangan listrik meningkat dari 9,5-10,5 V menjadi 222-233 V, atau setara dengan daya listrik satu rumah tangga.
Pada zeofilter generasi pertama, zeolit alam yang digunakan masih berbentuk kerikil. Satriyo kemudian mengembangkannya menjadi bentuk pelet agar pemukaan zeolit menjadi lebih luas hingga lebih maksimal menyaring pengotor. Zeofilter yang dipatenkan pada 2015 ini bisa bertahan hingga enam bulan. Zeolit bekas tersebut masih bisa digunakan, salah satunya sebagai bahan penyerap kotoran hewan. (*/M-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved