Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
KALANGAN akademisi dan praktisi hukum meragukan pernyataan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menyebutkan 85% kebakaran terjadi di area konsesi yang dikelola untuk kepentingan bisnis perkebunan.
Pasalnya, selama ini, masih terjadi kesimpangsiuran data mengenai luasan lahan yang terbakar di Indonesia, seperti perbedaan data antara yang dipegang KLHK dan Satgas Karhutla untuk kasus kebakaran di Riau.
Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Yanto Santosa menyarankan KLHK sebaiknya mengklasifikasi tiap-tiap luasan konsesi terbakar berdasarkan penanggung jawab konsesi lahan.
Penghitungan jangan hanya dilakukan pada kebun sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI), tetapi juga pada konsesi tanah negara seperti area restorasi ekosistem, area moratorium, area kawasan hutan lindung, area kawasan konservasi, dan taman nasional.
Baca juga: Polisi Turunkan Tim Ahli dan Drone Khusus Selidiki Karhutla Riau
"Dari situ nanti bisa dilihat besaran persentase lahan terbakar berdasarkan kepemilikan serta penanggung jawab konsesi. Kalau penyajian datanya seperti itu, saya berani jamin karhutla di perkebunan sawit dan HTI tidak akan mencapai 85%,” kata ujar Yanto melalui keterangan resmi, Jumat (11/10).
Pemerintah, kata Yanto, harus lebih adil dan bijaksana dalam mengungkap satu permasalahan agar tidak menimbulkan masalah baru.
Seharusnya, para pejabat pemerintah tidak menganggap jumlah institusi yang ditindak sebagai suatu prestasi, karena kontraproduktif bagi iklim investasi Indonesia.
"Hal itu bisa menyulitkan promosi-promosi yang dilakukan baik untuk produk sawit maupun kayu," sambungnya.
Adapun, pengamat hukum lingkungan dan kehutanan Sadino melihat, tahun ini, karhutla justru didominasi kawasan hutan negara yang menjadi tanggung jawab KLHK serta kawasan gambut yang dikelola BRG.
Data Global Forest Watch (GFW) per 1 Januari 2019 hingga 16 September 2019 menunjukkan, di seluruh Indonesia, kebakaran di dalam konsesi sawit mencapai 11%, sedangkan di luar konsesi mencapai 68%.
“Kawasan hutan negara dan gambut yang terbakar, jauh lebih luas dibandingkan kawasan berizin. Pemerintah harus berani menunjukkan tanggung jawab atas konsesi kelolaannya. Apalagi kegiatannya didanai APBN,” kata Sadino.
Sementara itu, Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK Raffles Panjaitan mengatakan, sejauh ini sebagian besar perusahaan sudah melaporkan kepatuhan terhadap Permen LHK Nomor 32/2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.
“Kami akan melakukan evaluasi pada November hingga Desember. Evaluasi juga dilakukan terhadap pemerintah daerah. Sesuai peraturan menteri, pemda baik provinsi hingga kabupaten/kota telah diperintahkan untuk membentuk unit pengelolaan kawasan hutan, juga sarana prasarana, termasuk satuan tugas pengendalian karhutla," tutur Raffles. (OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved