Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Di Puncak Harga Sukedi malah Merugi    

Supardji Rasban
02/8/2019 03:20
Di Puncak Harga Sukedi malah Merugi    
Dampak Kekeringan Mahalnya Cabai tak Dinikmati Petani(MI/Supardji Rasban)

HARGA mahal cabai tidak membuat Sukedi senang. Petani cabai di Desa Page-jugan, Kecamatan/Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, itu justru mengaku menderita kerugian besar. 

“Kekeringan membuat produksi cabai menurun drastis. Hasil panen ini hanya 50% jika dibandingkan dengan musim sebelumnya,” ujar Sukedi. 

Siang kemarin, ditemani sang istri, Sukedi memanen cabai. Untuk lahan seluas 3.500 meter persegi, ia sudah mengeluarkan modal Rp15 juta. “Panen sekarang, paling-paling balik modal. Itu belum menghitung tenaga kami,” keluhnya. 

Keluhan juga diungkapkan Kanda, 50, petani cabai di Kampung Singabarong, Desa Suka Setia, Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya. Dia tidak sendiri karena di Tasikmalaya nasib serupa juga dialami petani di Kecamatan Ciawi, Sukaratu, Taraju, Karangnunggal, Rajapolah, Pancatengah, Sodonghilir, Karangnunggal, dan Karangjaya.

“Tanaman cabai kami gagal panen karena kekeringan. Kalau sekarang harga cabai mencapai Rp80 ribu per kilogram, kami tidak bisa menikmatinya, bahkan merugi,” ungkapnya. 

Petani cabai di Banyumas, Jawa Tengah, juga tidak dapat untung dari mahalnya komoditas itu. “Takut gagal panen di musim kemarau, petani tidak ada yang menanam cabai. Biasanya, di Banyumas ada puluhan hektare cabai di Baturraden, Sumbang, dan Kembar-an,” papar Ketua Asosiasi Petani Hortikultura Satria Tani Mandiri Banyumas, Nuryoko Niti Alam. 

Sulitnya mendapat pasokan cabai juga diungkapkan Nurdin, 35. seorang pemasok asal Kecamatan Tegalsari, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. “Sulit mencari pasokan cabai. Saya bisa beli hingga Rp60 ribu per kilogram dari petani,” tandasnya. 

Padi puso
Dampak kemarau juga membuat dunia pertanian terus menghitung rugi. Di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, produksi padi menurun hingga lebih dari 11 ribu ton gabah kering giling atau 2% dari total perkiraan produksi. 
“Potensi kerugian petani mencapai Rp59 miliar,” kata Kepala Seksi Sarana dan Prasarana, Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, Dandan Hendayana. 

Lahan terancam kekeringan mencapai 4.152 hektare dan sudah terdampak seluas 3.737 hektare. Dampak kekeringan ringan mencapai 1.272 hektare, sedang 979 hektare, berat 889 hektare, dan puso 579 hektare.

Petani Karawang juga tak kalah menderita. Sampai kemarin, Badan Penanggulangan Bencana Daerah melaporkan yang terbaru ada 250 hektare sawah kekurangan air di Kecamatan Tirtajaya. “Sebelumnya, kekeringan melanda 30 hektare lahan di Kutawaluya, dan Cilebar 172 hektare,” papar Kabid Kedaruratan BPBD Ruchimat. 

Berbeda dengan komoditas lain, panen melimpah terjadi di area ladang garam. Namun, kembali petani merugi karena harga garam terjun bebas. “Sudah tiga bulan harga garam anjlok,” ungkap Amran Sahura, 60, petani garam di Kelurahan Talise, Mantikulore, Palu, Sulawesi Tengah. 

Saat ini, harga garam Rp150 ribu per karung isi 50 kilogram. Sebelum musim kemarau panjang, harganya mencapai Rp250 ribu. 

Dari sejumlah daerah juga dilaporkan krisis air bersih terus meluas. Distribusi air dilakukan untuk membantu warga mendapatkan pasokan.  

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo bermaksud meminta pengadaan rekayasa cuaca dengan menggulirkan hujan buatan. “Hujan buatan diprioritaskan di daerah pertanian untuk menghindari gagal panen,” tandasnya. (AD/LD/UA/BB/CS/Opn/AS/FB/RF/LN/JL/N-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya