Headline

Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.

Fokus

Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.

Saksi Bisu Dahsyatnya Letusan sang Ancala

MI
11/4/2015 00:00
Saksi Bisu Dahsyatnya Letusan sang Ancala
(MI/ATET DWI PRAMADIA)
ALUNAN bunyi lonceng kalung leher sapi-sapi penduduk yang tengah merumput di lapangan Dusun Pancasila membangunkan kami pagi itu, Senin (1/4).

Istirahat 'normal' semalaman di homestay membuat tubuh segar setelah harus berjuang ekstra selama 6 hari 5 malam di Gunung Tambora.

"Sarapannya sudah siap, silakan," ujar Saiful Bahri, pemilik homestay, dari balik pintu.

Rencana hari itu, kami akan menyeberang ke Pulau Satonda, salah satu destinasi yang acap dikaitkan dengan Gunung Tambora, dari dermaga di Desa Calabai, sekitar 20 menit dari Dusun Pancasila.

Setelah sarapan dan merapikan bawaan, tiba saat berpamitan kepada tuan rumah. Tidak lupa foto bersama dahulu sebelum berangkat.

Dengan menumpangi ojek bertarif Rp50 ribu, kami sampai di Calabai. Christian, salah satu koordinator para pemandu yang mengantar kami ke kaldera, sudah menunggu di kediamannya.

"Kita akan menyeberang ke Satonda dengan speedboat milik TNI-AL. Kalau dengan perahu nelayan, akan lebih lama," kata Chris sambil menunjuk speedboat yang bersandar di dermaga di depan rumahnya.

Selain dari Calabai, menuju Pulau Satonda bisa menyeberang dari Pelabuhan Nangamiro dan Kenanga. Bahkan jarak yang terdekat dari Nangamiro, dengan kapal nelayan dapat ditempuh hanya dalam 30 menit, sedangkan dengan speedboat sekitar 15 menit.

Adapun tarif menyewa perahu nelayan untuk menyeberang sekitar Rp600 ribu. Padahal, pada 2013 tarifnya masih sekitar Rp200 ribu-Rp300 ribu. Karena ulah penyewa menaikkan harga seenaknya, Chris sempat berang. Ia pun berpesan kepada nelayan ataupun pemilik perahu untuk tidak menaikkan tarif seenaknya.

"Pulau Satonda ini belum terkenal. Kalau belum apa-apa orang sudah tidak nyaman karena tarif yang mahal, gimana mau ramai?"

Pukul 10.00 Wita kami bertolak ke Satonda. Ombak tidak begitu tinggi dan langit cerah berawan. Gunung Tambora terlihat di sisi timur, tidak menyangka 2 hari lalu kami berada di atasnya, bahkan di dalam 'perut'-nya.

Di sisi barat, pemandangan Pulau Moyo tidak kalah indahnya. Menurut Chris, jika ingin diving atau snorkeling, Pulau Moyo ialah salah satu surganya di Sumbawa. Sayang, karena keterbatasan waktu, kami tidak sempat menyambangi pulau itu.

Tidak lebih dari 30 menit, kami tiba di Pulau Satonda. Air laut biru kehijauan nan bening dengan batuan karang yang indah menyambut.

Untuk menjelajahi pulau ini, setiap pengunjung mesti membayar retribusi Rp5.000 pada hari biasa dan Rp7.500 di hari libur. Adapun retribusi bagi turis asing Rp15.000.

Sejak dipugar pada 2011, kini Pulau Satonda dikelola oleh pihak ketiga, yaitu PT Ria-So Mila Pantai Indah.

Pulau yang dilihat dari atas bak bunga ini merupakan salah satu saksi bisu dahsyatnya erupsi sang ancala (gunung) 2 abad silam. Di tengah pulau terdapat danau berluas 0,8 kilometer persegi. Warga lokal menamainya Danau Moti Toi yang berarti Laut Kecil.

Nama itu boleh jadi lantaran keunikan air di danau tersebut.  Alih-alih air tawar, Moti Toi justru berair asin layaknya laut. Bahkan, menurut Chris, kadar keasinan di Danau Moti Toi lebih tinggi daripada air laut.

Ada dua versi terbentuknya danau berair asin di Pulau Satonda. Pertama, saat Gunung Tambora meletus pada 1815, gunung melemparkan material vulkanis berupa bebatuan besar ke berbagai arah. Salah satu arah 'lemparan' sang ancala ke laut di sekitar Pulau Satonda ini.

Besarnya guncangan di air pun menimbulkan gelombang tsunami yang memorak-porandakan pantai dan mengisi Pulau Satonda dengan air laut.

Versi lainnya, Dana Moti Toi di tengah Pulau Satonda ini adalah pucuk dari 1/3 bagian Gunung Tambora yang hilang pascaletusan. Saking dahsyatnya, 'terjangan'dari pucuk Gunung Tambora ini menghunjam daratan Pulau Satonda hingga menembus ke dasar laut dan terisi air laut.

Saya, Atet, dan Chris bergegas menaiki bukit di Pulau Satonda untuk memotret panorama Danau Moti Toi dari ketinggian.

Jalur ke atas bukit di Pulau Satonda ternyata langsung menanjak tanpa kelak-kelok. Beberapa kali saya dan Atet harus berhenti dan menghela napas dalam-dalam sambil beristirahat. Chris yang mengantar kami tertawa meledek, "Ah, turun ke kaldera Tambora saja bisa, masak ke bukit pendek ini enggak kuat."

Setelah sekitar 20 menit trekking, sampailah kami di salah satu bukit yang terbuka. Pemandangan di atas sini teramat indah. Luasnya laut di balik pulau juga terlihat jelas.

Pulau Satonda yang kecil dengan lubang menjelma danau di tengahnya membuat banyak orang mengibaratkan bentuk Satonda seperti donat.

Birunya air di Danau Moti Toi menggoda hati untuk nyemplung. Setelah membujuk Chris untuk menemani, akhirnya kami terjun berenang di danau. Menurut Chris, titik terdalam di tengah Danau Moti Toi ini sekitar 75 meter saat diukur pada 2009.

Pantas saja tekanan air agak kencang saat mencoba berenang ke tengah tanpa pelampung. Kadar garam yang tinggi pun membuat jarak pandang dalam danau terbatas 10 meter saja.

Di sisi danau, ada satu pohon yang unik, yaitu pohon kalibuda. Banyak bebatuan digantung di pohon tersebut. Alkisah, pada 1998 ada pasangan turis asal Belanda yang mengunjungi Danau Moti Toi. Pasangan tersebut belum punya keturunan.

Mengikuti kata orang sepuh se-tempat, mereka pun menggantungkan batu di pohon tepi Danau Moti Toi dan mengucapkan keinginan. Selang 2 tahun kemudian, pasangan itu kembali ke Pulau Satonda dan mengaku sudah memiliki keturunan.

"Bahkan mereka sampai bawa-bawa kambing segala," kata Chris.

Sejak saat itulah kisah 'menggantung batu' menjadi heboh. Belakangan dipercaya, jika ingin memiliki keturunan gantunglah batu di pohon tersebut.

Kini, saat perayaan Tambora Menyapa Dunia, Pulau Satonda dengan Danau Moti Toi sebagai pusat magnetnya merupakan salah satu destinasi tujuan wisatawan.

Semoga keindahan dan kebersihan Pulau Satonda terus terjaga. (Bryanbodo Hendro/X-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya