Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Narasi Melawan Perongrong NKRI

MI
10/4/2019 09:40
Narasi Melawan Perongrong NKRI
Tepat di bawah pohon besar yang rindang, grup ebeg banyumasan dari Desa Kalicupak Kidul, Kecamatan Kalibagor mulai beraksi.(MI/lilik)

MUSIK gamelan yang rancak terdengar begitu nyaring di areal Bumi Perkemahan Kendalisada, Kalibagor, Banyumas, Jawa Tengah, pada Senin (8/4) sore. Tepat di bawah pohon besar yang rindang, grup ebeg banyumasan dari Desa Kalicupak Kidul, Kecamatan Kalibagor mulai beraksi.

Tak hanya pemain ebeg saja yang menari, tetapi juga pengunjung ikut serta menyanyi. Biasa, kalau ada pergelaran ebeg, tidak hanya penarinya yang 'mendem' atau 'wuru' di mana mereka seperti kesurupan. Jadi, penarinya akan bertambah banyak, karena penonton banyak juga yang 'wuru'," kata salah seorang penonton ebeg, Dartam.

Kemeriahan pergelaran seni itu makin terasa karena juga digelar pementasan Lengger Banyumasan dari Desa Wlahar. Para penari menampilkan kebolehannya. Bahkan, ada kuis yang melibatkan warga dengan mengucapkan 'eling eling, sapa eling, baliya maning' artinya ingat ingat, siapa ingat, kembalilah lagi dengan suara paling panjang.

Suasana kian semarak karena diselingi tawa canda yang menggambarkan kenyataan 'guyub rukun.' Begitulah suasana Kenduri Nusantara yang melibatkan ulama dan santri, tokoh lintas agama, tokoh masyarakat dan pelaku pekerja seni. "Kami terinspirasi gerakan Kenduri Nusantara yang telah berlangsung di Solo, Pati, dan Magelang.

Kenduri Nusantara sebetulnya sebagai respons atas apa yang terjadi akhir-akhir ini. "Adanya polarisasi pilihan politik dan maraknya ujaran kebencian menjadi keprihatinan kami. Maka, gelaran Kenduri Nusantara ini sebagai upaya untuk menguatkan tali silaturahim," kata Koordinator Kenduri Nusantara Banyumas, Mulyono.

Gelaran itu memang benar-benar membuat tali silaturahim terjaga. "Kami berkumpul di sini dan bersatu untuk merawat NKRI dan menjaga Indonesia. Ibaratnya 'ngumpulna balung pisah, ngraketna paseduluran' atau mengumpulkan tulang yang terpisah, mempererat persaudaraan. Karena pada hakikatnya semua manusia bersaudara," ujar Mulyono.

Baca Juga: Waspadai Perongrong Pancasila

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo yang menghadiri Kenduri Nusantara tersebut mengapresiasi. "Ini Indonesia banget, Jateng banget. Ini adalah sentuhan di akar rumput yang mengungkapkan perasaan kolektif agar proses politik di Indonesia aman, menghasilkan pemimpin yang baik serta tidak 'gontok-gontokan'," kata Ganjar.

Sosiolog UGM Yogyakarta Ari Sujito menambahkan kenduri atau doa bersama adalah wujud kepedulian warga terhadap situasi berbangsa dan bernegara melalui tradisi lokal. "Ini perjuangan masyarakat di tengah kemerdekaan. Kondisi politik semakin diciutkan menjadi sekadar kalah-menang. Suara yang digalang bukan lagi sebagai aspirasi apalagi mandat rakyat. Manusia Indonesia dipandang hanya sebagai angka-angka, bukan sekelompok manusia berbudaya," ujarnya. Kenduri Nusantara inilah yang menjadi sebuah narasi untuk melawan perongrong keutuhan bangsa. Diperlukan upaya untuk mendinginkan suasana, salah satunya mengembalikan dimensi manusia yang berbudaya. (Liliek Dharmawan/N-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : PKL
Berita Lainnya