Headline

Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.

Fokus

Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.

Sengat Jelatang dan Serangan Celeng

08/4/2015 00:00
Sengat Jelatang dan Serangan Celeng
Anggota Media Indonesia Adventure Team menyusuri jalur pendakian menuju puncak Gunung Tambora.(MI/BRIYANBODO HENDRO)

SUARA obrolan para pemandu dan porter di luar tenda dan dinginnya suhu udara pagi itu membangunkan kami. Ternyata, waktu sudah menunjukkan pukul 07.00 Wita. Bergegaslah kami keluar tenda.

Sambil menyeruput kopi yang dibuat Oyong, si pemandu jalan, kami menjemur pakaian yang lembap sekaligus menghangatkan badan di bawah mentari yang terlihat dari balik pepohonan. Tentunya, sambil melirik-lirik waspada andai ada pacet.

Pacet bukanlah satu-satunya momok di jalur pendakian Tambora via Pancasila. Seusai berkelit dari ranjau parasit pengisap darah tersebut sehari sebelumnya, Jumat (27/3) kami mesti bersiap menangkis sengatan meladi, alias jelatang atau jelateng, tumbuhan dengan daun berbulu.

Di Tambora, jelatang terbagi atas tiga jenis. Jelatang kecil yang merambat di tanah, lalu yang berbentuk semak belukar, dan serupa pohon besar dengan dahan menjulur. Daunnya dipenuhi bulu-bulu halus yang mengandung toksin.

Jika tersentuh, racunnya membuat kita merasakan seolah terkena bara api atau arus listrik ringan. Racun yang lebih gawat dikeluarkan pohon jelatang besar. Rasa sakitnya dapat mengendap sebulan lebih. Itu sebabnya para pendaki Tambora dianjurkan memakai baju lengan panjang, celana panjang berikut sepatu dan gaiter penutup mata kaki.

Belum sampai 1 jam sejak meninggalkan Pos III, fotografer kami, Atet, berteriak kesakitan karena tidak sengaja menggenggam jelatang dengan tangan telanjang. Atet tidak mengenakan sarung tangan karena membuatnya lebih mudah memotret.

Oyong bercerita, pernah seorang perempuan pendaki asal Bandung buang air kecil dan membasuh dengan daun. "Tahu-tahu dia menjerit. Ternyata yang dipakai itu daun jelatang. Habis itu disiram air dingin, malah makin jadi," ujarnya.

Satu jam 45 menit sudah kami berjalan sembari berhati-hati sebelum akhirnya tiba di Pos IV. Pemandangan pohon-pohon klanggo menghilang, berganti cemara.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya