Gunung Bromo memang tidak bisa dinikmati keindahannya dari dekat minimal tiga pekan belakangan ini. Erupsi memaksa para wisatawan harus rela mengagumi keelokan Gunung Bromo dari jauh. Bahkan tidak boleh memasuki kawasan padang pasir yang mengelilingi wisata primadona di Desa Ngadisari, Kabupaten Probolinggo ini.
Pemandangan andalan macam Kawah berhias kepulan asap tipis warna putih dan sunrise yang biasa dinikmati di atas gunung pun saat pagi menyapa tidak bisa dilakukan. Kepulan abu erupsi membuyarkan keinginan itu. Namun, kondisi ini ternyata tidak menyurutkan para wisatawan membanjiri Bromo.
Pelancong domestik dan asing tetap berebut tempat terbaik memandangi Bromo yang sedang 'pilek' sejak tiga pekan terakhir. Buktinya, sepanjang jalan tanjakan ke Bromo dijejali kendaraan hartop berjejer lebih dari 2 kilo meter.
Saat subuh, Gunung Bromo menyajikan pemandangan keluarnya kepulan asap pekat bercampur abu vulkanik. Angin yang bertiup ke barat membuat perjalanan ke Bromo tidak terganggu. "Pemandangan di sini luar biasa. Bagus sekali. Ini adalah kedatangan saya pertama kali di sini. Saya senang meski tidak bisa mendaki Bromo. Kami hanya melihat dari jauh demi keselamatan karena sedang erupsi," jelas wisatawan asal Polandia Marcin Zadac ditemani istrinya Agnes Zadac ketika berpapasan saat turun dari tanjakan jalan Bromo Jumat (24/12).
Marcin yang merupakan produser sebuah televisi di Polandia ini memang menyiapkan waktu khusus untuk menikmati keindahan Bromo. Setelah sehari habiskan waktu di Bromo, pasangan yang belum dikaruniai momongan ini akan menjejakkan kaki ke Bali.
"Saya merencanakan kembali ke sini di kemudian hari. Have a nice day," ujar Marcin berpamitan sambil menggandeng Agnes.Bromo masih dijadikan tujuan wisata favorit wisatawan dalam dan luar negeri meski erupsi, tak lepas dari kampanye program Wonderful Indonesia Kemenpar. Program ini mampu ditangkap sehingga meramaikan dua kepariwisataan Indonesia. Bromo sendiri memiliki paket wisata yang aduhai, selain kawah Bromo juga ada pasir berbisik, padang rumput savana, dan sunrise Bromo. "Kami senang, wisatawan kembali banyak ke sini. Dua minggu kemarin saat erupsi, sepi," Sudarto, pedagang kupluk, kaos tangan, dan syal ini.
Meski ramai pengunjung, petugas tempat wisata tetap ingatkan wisatawan tetap waspada. Tempelan spanduk bertuliskan "Siaga Satu" bertuliskan tinta merah dengan beckground warna kuning menyapa para pengunjung saat membeli tiket masuk kawasan wisata. Untuk urusan tiket masuk, dibedakan wisatawan lokal dan asing. Untuk lokal dibanderol Rp37.500 sementara asing harus bayar tiket Rp375 ribu.
Untuk menuju ke puncak melihat panorama Bromo, pengunjung bisa memanfaatkan kendaraan hartop dengan isi enam penumpang. Untuk pulang pergi, kendaraan ini mematok tarif Rp450 ribu. Dari hotel menginap, sekitar 8 kilo meter jarak yang ditempuh ke pemberhentian. Ada 1.000 hartop siap melayani para wisatawan. Dari pemberhentian terakhir hartop, masyarakat tuan rumah siap menyambut dengan menenteng kuda.
Kuda ini siap dituntun pemiliknya menuju tanjakan tertinggi untuk menikmati pemandangan Bromo dari atas. Sekali jalan, menaiki kuda dikenai tarif Rp100 ribu.
Bagi masyarakat sekitar, Bromo yang sedang mengeluarkan asap mengepul bercampur debu itu bukan erupsi. Juga bukan mau meletus. "Kami tidak mengatakan erupsi ini persiapan meletus, tapi Bromo sedang membangun. Sekarang mungkin seperti ini tapi nanti ketika perayaan Kuningan tiba pada bulan ketujuh, langit menjadi terang karena kepulan asap dan debu vulkanik berhenti. Pemandangan pun akan semakin bagus. Ini seperti saat kejadian 2010 lalu," terang penjual kopi sedu di sepanjang jalan tanjakan Bromo, Suheni.
Rasa nyaman menikmati pemandangan Bromo juga terasa di hati. Masyarakat sekitar Gunung Bromo sangat welcome pada tamu. Pertanyaan yang keluar dijawab dengan lengkap seperti mau memberikan kepuasan ketika menjawab. Mereka juga murah senyum dan sapa. "Tuan rumah sangat bersahabat. Ini yang bikin betah," ujar Yanto, salah satu pengunjung. (P-2)