Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Bangun Lapangan Standar Nasional dari Dana Desa

(Kristiadi/N-3)
25/11/2018 08:00
Bangun Lapangan Standar Nasional dari Dana Desa
(ANTARA FOTO/Adeng Bustomi)

LAPANGAN sepak bola bertaraf nasional telah dibangun di Dusun Babakan Sukarame, Cantiga, Cisa-yong Kaler dan Cisayong Kidul, Desa Cisayong, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Lahan yang digunakan merupakan milik pemerintah desa. Dana pembangunanya diambil dari dana desa sebesar Rp1,4 miliar.

Proyek pembangunannya dimulai sejak 2017 dan dinamai Lapangan Sepak Bola Lodaya Sakti. Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Cisayong, Reno Sundara, menceritakan lapangan sepak bola berkelas nasional U-16 tahun itu dibangun di lahan 93 x 54 meter dan ditanami rumput jenis zoysia matrella atau dikenal dengan rumput manila. Renovasi lapangan menggandeng Harapan Jaya Lestarindo, tenaga ahli yang membuat lapangan di Gelora Bung Karno (GBK), Jakabaring, Bandung Lautan Api (BLA), dan seluruh lapangan untuk Asian Games.

Menurut Reno, biaya pembangunan arena olahraga ini semuanya berasal dari anggaran dana desa, bantuan provinsi, dan swadaya masyarakat.  Diharapkan, itu bisa menciptakan multiplier effect di setiap dusun dan mampu menjadi sumber pendapatan asli desa.

Selain itu, akan muncul klub sebagai  wadah untuk pembinaan atlet muda, wasit, dan pelatih.
“Dalam hitungan satu minggu bisa mendapat Rp200 juta. Keuntungan ini bisa digunakan membangun infrastruktur jalan, gang, dan perawatan lapangan senilai Rp25 juta,” ujar Reno.

Yang menggunakan lapangan, baik warga desa/kecamatan setempat maupun dari luar, akan dikenai biaya sewa. Untuk bermain bola di lapangan itu, warga dikenai biaya sewa Rp500 ribu per sekali main.

Biaya itu khusus untuk warga Desa/Kecamatan Cisayong. Untuk warga luar desa/kecamatan dikenai Rp750 ribu dan luar Kabupaten Tasikmalaya Rp1 juta. Uang sewa tersebut masuk ke BUM-Des yang nantinya diperuntukan pemeliharaan lapangan seperti pemupukan, juga pelatihan wasit agar bisa mendapatkan lisensi.

Tokoh masyarakat Desa Cisayong, Ade Sutarli, 60, mengaku sedih dan gembira dengan adanya lapangan bola bertaraf nasional ini. Sebelum direnovasi, lapangan tersebut merupakan tempat upacara bendera para siswa SD Sukarame. Kini untuk upacara, mereka pindah lokasi ke Lapangan Cinusa yang berjarak 500 meter.

“Sebelum lapangan direnovasi, biaya sewa hanya Rp20 ribu per sekali main. Kini, warga kebingungan dan pegiat sepak bola lokal tidak sanggup membayar uang sewa Rp500 ribu,” ungkap Ade.

Masyarakat di empat dusun sekitar lapangan, jelas Ade, tidak mampu menyewa lapangan di desanya yang kini megah tersebut. Padahal, lapangan tersebut dibangun dengan dana desa mereka. Lantas mengapa biaya sewanya tidak terjangkau warga.

“Tolonglah dipikirkan lagi. Ini demi pembibitan atlet daerah, khususnya warga setempat,” tandasnya.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya