Headline

Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.

Fokus

Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.

Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Pembukaan Jalan Tambang di Hutan Harapan

Solmi
18/11/2018 16:15
Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Pembukaan Jalan Tambang di Hutan Harapan
(koresponden/solmi jambi )

KOALISI Masyarakat Sipil Jambi mengingatkan dan mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia menolak usulan pembangunan jalan tambang batubara sepanjang 32 kilometer di kawasan restorasi ekosistem Indonesia di Hutan Harapan yang terhampar seluas 98 ribu hektare di Provinsi Jambi dan Sumatra Selatan.

Melalui diskusi dan jumpa wartawan yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil Jambi, melibatkan belasan organisasi dan lembaga swadayamasyarakat (LSM) peduli lingkungan) di Provinsi Jambi, Sabtu(17/11) malam, pembukaan jalan tambang tersebut bakal menambah tekananpenghambatan program restorasi ekosistem di Hutan Harapan, kawasanhutan dataran rendah yang masih tersisa di Sumatra.

"Pemerintah harus menolaknya karena kontra produktif dengan programpenyelamatan hutan alam yang masih tersisa saat ini. Kami tidak akan tingal diam, akan kami kawal jangan sampai terjadi. Termasuk langkah-langkah hukum pun kapan perlu akan kami lakukan," kata Musri Nauli dari Yayasan Keadilan Rakyat Jambi.

Musri menyebutkan, Koalisi Rakyat Sipil Jambi mendapatkan informasi rencana pembuatan jalan tambang di zona inti Hutan Harapan diusulkan perusahaan tambang batubara di Sumatera Selatan, PT Tri Aryani melalui izin pinjam pakai ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2017 lalu.

Pengusulan yang terkesan dilakukan diam-diam tersebut terkabar saat ini tinggal menunggu izin dari Menteri LHK. Sebelumnya, dikatakan aktivis Koalisi Masyarakat Sipil Jambi, Gubernur Sumatra Selatan sudah memberikan rekomendasi, dan pihak perusahaan sedang berusaha mendapatkan izin atau rekomendasi dari Gubernur Jambi.

Sementara itu Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Rudi Syaf meyakini jalan yang akan digunakan untuk mengangkut batubara itu, dikhawatirkan memberi banyak dampak negatif. Di antaranya, bakal terjadi fragmentasi hutan dan deforestasi, mengganggu habitat hidupan satwa liar, serta mengancam hilangnya keanekaragam hayati hutan dataran rendah.

Tidak kalah buruknya, keberadaan jalan tersebut nantinya, semakin memperlebar akses bagi gerombolan perambah ke dalam Hutan Harapan. Selain berdampak terhadap kelestarian hutan berikut satwa dan keanekaragaman hayati adanya jalan tambang mengancam kehidupan masyarakat adat Batin Sembilan, yang selama ini mengandalkan kehidupan dari memanfaatkan hasil hutan bukan kayu.

Berdasarkan pengalaman selama ini, sebut Rudi, setiap ada akses jalan di kawasan hutan, berdampak perusakan yang masif terhadap kawasan hutan yang terkena. Baik terjadinya pembalakan liar, perambahan dan penguasaan lahan, permukiman liar hinga perburuan satwa dan fauna di dalam kawasan.

Dilaporkan pihak Koalisi Masyarakat Sipil Jambi, usulan jalan tambang sudah disampaikan PT Triaryani --bekerja dengan PT Marga Bara Jaya-- sejak 2013 lalu. Jalan dimaksud akan dibangun dari lokasi tambang di Kabupaten Musi Rawas, menuju stockpile yang berada di Desa Pulau Gading, di pinggiran Sungai Bayung Lencir, Kecamatan Bayunglincir, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatra Selatan. 

PT Triaryani, perusahaan pertambangan batubara yang bernaung di bawah bendera Rajawali Grup, memiliki wilayah konsesi seluas 2.143 hektare dan  sudah berproduksi sejak 2014.

Penyelamatan Keragaman Hayati
Keberatan yang disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil Jambi, beranggotakan 9 LSM di Jambi, berdasarkan hasil kajian yang dilakukan sebelumnya. 

Dari hasil survei yang dilakukan sejak tahun 2008, di dalam kawasan hutan dataran rendah yang tersisa di pulau Sumatra ini, ditemukan antara lain: 307 jenis burung yang 66 di antaranya hampir terancam punah, 64 mamalia, termasuk 29 Harimau sumatera, 56 reptil, 38 amphibi yang memiliki indikator kesehatan lingkungan, dan lebih dari 1.300 spesies tumbuhan.  

Ini menunjukan bahwa kawasan ini merupakan salah satu wilayah penyelamatan keragaman hayati di Pulau Sumatra.

Kawasan hutan yang dikelola PT Restorasi Ekosistem (Reki) ini tidak hanya memiliki kekayaan hayati yang tinggi, tapi juga menjadi habitat penting bagi 26 spesies langka dan kritis, yang sebagian besar dilindungi hukum Indonesia; termasuk harimau sumatera, gajah sumatera, tapir, ungko, anjing hutan, trenggiling, berbagai jenis burung serta aneka jenis tumbuhan endemis lainnya.

Pembukaan jalan yang membelah hutan, diyakini akan memberi akses baru bagi perambah hutan sehingga mempertinggi tekanan terhadap kawasan hutan dari kegiatan pembalakan liar dan perambahan hutan.  

Belum lagi dengan dampak sosial pada masyarakat adat setempat, yakni Batin Sembilan, yang menjadikan hasil hutan bukan kayu sebagai sumber kehidupan mereka.

Selain itu, pada tahun 2017, BKSDA Propinsi Jambi juga telah melepaskan ratusan ekor trenggiling, yang merupakan hasil sitaan, ke dalam kawasan hutan. Kemudian melepasliarkan dua ekor Gajah sumatera yang berkonflik dengan manusia di landskap Bukit 30, Propinsi Jambi, Januari 2017 dan September 2018. 

Di tahun yang sama, juga dilepasliarkan sekitar 650 ekor burung hasil tangkapan ke dalam kawasan hutan yang disebut sebagai landskap Hutan Harapan.

Landskap Hutan Harapan, sejak 2008 dikelola oleh PT Reki, setelah mendapat amanah dari pemerintah mengelola hutan produksi seluas 98,555 ha. Lokasinya berada  di Provinsi Sumsel dan Jambi.

Amanah tersebut tertuang dalam Surat Kementrian Kehutanan Nomor: SK. 293/Menhut-II/2007 tanggal 28 Agustus 2007, atas areal hutan produksi seluas ± 52.170  Hektar, di Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan, Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK. 327/Menhut-II/2010 tanggal 25 Mei 2010, atas areal hutan produksi seluas ± 46.385 Hektar, di Kabupaten Sarolangun dan Batang Hari, Provinsi Jambi.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2007 jo PP Nomor 3 Tahun 2008, PT Reki harus melakukan upaya pemulihan untuk mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) dan unsur non-hayati (tanah, iklim dan topografi) pada suatu kawasan kepada jenis yang asli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya.

Bertolak Belakang dengan Komitmen Pemerintah

Usulan jalan tambang untuk mengangkut batubara juga bertolak belakang dengan komitmen Pemerintah Indonesia dalam pertemuan COP di Paris (Paris Agreement) tahun, 2016, yakni berkontribusi dalam INDC (Intended National Determined Contribution) dengan pengurangan emisi sebanyak 29%, dibandingkan dengan business as usual  (BAU) scenario by 2030.

Sementara itu, restorasi hutan, termasuk Hutan Harapan, adalah upaya pemerintah untuk mendukung pencapaian INDC. Semakin banyak dilakukan upaya restorasi, maka semakin besar berkontribusi pada penyerapan emisi karbon. Dengan demikian, pemberian ijin pinjam pakai tidak hanya akan merusak dan memberikan dampak kepada keanekaragaman hayati, tetapi juga menafikan komitmen pemerintah dalam upaya pengurangan emisi karbon.

Usulan pembukaan jalan tambang barubara yang membelah kawasan hutan juga tidak sejalan dengan Peraturan Menteri LHK No.P.50/MenLHK/Setjen/ Kum.1/6/2016. Pada pasal 12 ayat 1 point a, disebutkan bahwa izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan tidak diberikan pada kawasan hutan produksi yang dibebani izin IUPHHK-RE. 

Lalu pada ayat 2 poin  G disebutkan, bahwa pinjam pakai kawasan hutan tidak dapat diberikan kepada jalan angkut tambang jika kegiatan yang berdasarkan hasil penilaian mengganggu kelestarian dan kelanjutan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu.

Manfaatkan Jalan yang Ada
Koalisi Masyarakat Sipil Jambi juga meminta PT Triaryani --yang bekerja sama dengan PT Marga Bara Jaya--  untuk menggunakan jalan lain yang sudah ada, dan berada di luar kawasan Hutan Harapan. Jalan yang dimaksud adalah melewati Desa Sako Suban, Desa Bintialo dan Desa Pangkalan Bulian --ketiganya berada di wilayah Kecamatan Batanghari Leko, Kabupaten Musi Banyuasin.

Jalan yang disebut warga sebagai jalan Conoco Philip ini, sudah lama dimanfaatkan oleh perusahaan tambang.  Selain itu juga ada jalan alternatif, yakni melalui jalan existing  PT Sentosa Bahagia Bersama (SBB), lihat pada peta terlampir.  Jalan dimaksud selama ini hanya dimanfaatkan untuk jalan Hutan Tanaman Industri.

Dengan menggunakan jalan yang berada di luar kawasan Hutan Harapan, ada tiga manfaat yang bisa didapatkan sekaligus, kawasan Hutan Harapan terhindar dari ancaman ekologis, sumber kehidupan masyarakat adat Batin Sembilan, berupa hasil hutan bukan kayu yang berada di dalam kawasan Hutan Harapan, terlindungi,dan masyarakat yang tinggal di sekitar jalan yang akan dilewati juga ikut menerima manfaat ekonomi, karena ramainya aktivitas yang melewati wilayah mereka. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya