Headline
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.
KABUPATEN Cilacap merupakan daerah zona merah. Dari pemetaan bencana, hampir semua bencana pernah terjadi di wilayah itu, kecuali erupsi gunung berapi karena di situ tidak ada gunung. Cilacap masuk peringkat pertama potensi bencana di Jawa Tengah. Bagaimana daerah mengedukasi dan mitigasi warganya di daerah rawan bencana? Berikut petikan wawancara wartawan Media Indonesia, Liliek Dharmawan, dengan Kepala Pelaksana Harian BPBD Cilacap, Tri Komara Sidhy, Sabtu (13/10).
Bisa dijelaskan potensi bencana di Cilacap?
Cilacap merupakan daerah zona merah. Bahkan, dari pemetaan yang dilakukan hampir seluruh bencana bisa terjadi di Cilacap, kecuali erupsi gunung berapi karena di Cilacap tidak ada gunung. Namun, seluruh bencana, seperti gempa, tsunami, banjir, longsor, gelombang tinggi, dan lainnya semua pernah terjadi di Cilacap. Di Provinsi Jateng, Cilacap merupakan peringkat pertama potensi bencana.
Dengan kondisi itu, apa yang dapat dilakukan?
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cilacap berusaha terus melakukan penyadaran dan edukasi kepada seluruh masyarakat mengenai potensi bencana yang bisa terjadi. Kami melakukan pendekatan mitigasi bencana dengan pengurangan risiko bencana (PRB). Dalam beberapa waktu terakhir, kami juga telah melakukan pelatihan dan edukasi serta simulasi kepada relawan, kepala desa, dan kepala kelurahan di daerah rawan bencana gempa dan tsunami. Dari pemetaan yang kami lakukan, ada sembilan kecamatan rawan tsunami, mulai Cilacap Selatan, Kesugihan, Kroya, Adipala, Binangun, Nusawungu, dan lainnya. Nah, kami mengajak 50 orang untuk dilatih dalam mitigasi bencana, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi, dan lainnya.
Tujuannya apa?
Dengan adanya pelatihan tersebut, maka PRB akan lebih maksimal. Sumber daya manusia yang telah dilatih akan bisa menularkan kepada masyarakat di sekitar guna mengenali potensi-potensi bencana yang ada di wilayah masing-masing. Memang, kami lebih cenderung untuk menyiapkan SDM dalam mitigasi bencana, upaya, dan langkah preventif.
Selain SDM, bagaimana dengan peralatan?
Dari 31 peralatan peringatan dini atau early warning system (EWS) tsunami yang terpasang di sepanjang pesisir pantai, mulai ujung barat hingga timur Cilacap, ada sembilan yang mengalami kerusakan, sedangkan 22 peralatan masih normal. Peralatan tersebut mengalami kerusakan akibat korosi. Itu wajar karena berbagai peralatan tersebut berada ditempatkan di pinggir pantai sehingga angin yang membawa uap air laut membuat peralatan menjadi korosi. Sampai sekarang peralatan tersebut belum diperbaiki karena cukup mahal. Sementara itu, anggaran BPBD Cilacap terbatas. Kami mengusulkan agar peralatan itu diganti saja karena perbaikan dengan pengadaan alat baru nilainya hampir sama. Untuk peralatan yang sederhana mencapai sekitar Rp200 juta, tetapi kalau yang bagus bisa sampai miliaran.
Apakah BPBD melakukan pengecekan secara berkala?
Iya. Jadi, BPBD Cilacap melakukan pengecekan dan uji coba peralatan setiap bulannya dua kali, yakni pada tanggal 10 dan 25. Kami menjaga peralatan yang masih bagus, meski di setiap uji coba ada saja yang rusak. Alokasi anggaran untuk pemeliharaan alat yang bersumber dari APBD cukup terbatas. Hanya Rp60 juta dalam setahun. Meski demikian, secara bertahap kami akan terus menambah peralatan EWS tsunami karena keberadaannya sangat penting. Hal itu disebabkan idealnya jumlah EWS di sepanjang pesisir Cilacap sebanyak 45 unit dan jumlahnya sekarang baru setengahnya. (N-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved