Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

Bertahan di Bawah Tenda Darurat tanpa Listrik di Malam Hari

M Taufan SP Bustan dari Palu
04/10/2018 20:35
Bertahan di Bawah Tenda Darurat tanpa Listrik di Malam Hari
(ANTARA FOTO/Basri Marzuki)

MESKI aktivitas ekonomi mulai aktif di pasar, tidak semua warga Palu merasakan. Terlebih, warga yang menjadi korban gempa dan tsunami di Kelurahan Lere dan Kelurahan Baru, Kecamatan Palu Barat.

Hingga saat ini, mereka masih mendiami tenda-tenda pengungsian yang dibangun secara darurat di halaman Masjid Agung Darussalam yang terletak tidak jauh dari lingkungan kelurahan mereka yang sudah porak poranda.

Meski bantuan terus mengalir ke posko mereka, kehidupan sehari-hari jauh dari layak. Betapa tidak, ketika malam hari datang ratusan warga yang mengungsi dari dua kelurahan itu terpaksa harus gelap-gelapan. Tidak adanya aliran listrik membuat mereka juga kesulitan untuk beraktivitas.

“Kalau sudah malam semua warga di sini langsung tidur. Tidak ada aktivitas yang bisa dilakukan,” aku salah satu pengungsi dari Kelurahan Lere Muhamad Fadlin ,32, di lokasi pengungsian, Kamis (4/10).

Dia menuturkan, sudah lima hari berada di posko pengungsian bersama istri dan anaknya. Selama itu pun ia hanya pasrah, pasalnya ingin kembali ke rumah miliknya, kini tinggal tersisa puing-puing bangunan.

“Apalagi yang mau diambil di rumah kalau sudah hancur. Mau tidak mau hanya bertahan di sini saja,” ungkap Fadlin yang sehari-harinya beraktivitas sebagai nelayan.

Pascagempa itu, ia cukup bersyukur karena hanya rumah yang hancur dihantam gempa dan tsunami.

“Alhamdulillah keluarga kami selamat semua, cuman rumah itu saja yang hancur,” terangnya.

Saat terjadi gempa, Fadlin bersama keluarganya sempat terkurung reruntuhan bangunan, namun karena sigap memberishkan ia bisa meloloskan diri, sehingga saat tsunami terjadi ia bersama keluarganya tidak lagi berada di dalam rumah.

“Mungkin kalau tidak keluar sudah meninggal semua kami sekeluarga,” imbuhnya.

Nasib Fadlin bisa dibilang beruntung, namun tidak bagi Mangge Alfian ,29,. Pasalnya seluruh pemukiman warga di Kelurahan Lere menjadi salah satu titik yang terdampak paling parah.

Betapa tidak, posisi Kelurahan Lere berada persis di depan pesisir pantai Teluk Palu, sehingga pada saat gempa yang berujung tsunami, kelurahan itu menjadi daerah yang paling pertama dihantam.

Mangge Alfian mengaku, saat gempa terjadi ia tengah berjualan ikan di pasar Kelurahan Lere yang posisinya berada di pesisir pantai.

“Karena ada pasokan ikan dari nelayan saya berjualan. Itu pun baru hari pertama saya jualan,” ujarnya.

Belum lama membuka lapak, gempa pertama dan kedua terjadi. Saat itu Mangge belum merespons untuk meninggalkan lapaknya, namun di saat gempa ketiga terjadi, ia kalang kabut karena melihat dengan mata telanjang jembatan Palu IV yang berada persis di samping pasar ikan tempatnya menjual bergerak seperti mau roboh.

“Lihat itu saya langsung lari ke rumah, waktu lari itu sempat jatuh berapa kali,” akunya.

“Saya lihat di kiri - karan rumah sudah hancur, orang-orang juga berteriak lari-lari air sudah mau naik, bikin saya tambah panik dan tidak sampai di rumah karena sudah ikut tumpangan mobil warga yang juga lari,”

Karena tidak sempat ke rumah, Mangge tidak mengetahui kabar anak dan istri yang saat berjualan ditinggal tidur di dalam rumah.

Sampai di tempat yang dirasa aman, Mangge terus berusaha menghubungi istrinya melalui sambungan telepon seluler, namun tidak juga tersambung.

Sampai akhirnya ia mendapat kabar bahwa semua rumah termasuk rumahnya di Kelurahan Lere hancur bahkan bersih tinggal tanah pasca diterjang tsunami.

“Dengar kabar itu saya sudah pasrah, saya sudah tidak tahu bagaimana kondisi anak dan istri. Sampai sekarang pun sata belum dapat kabar lebih lanjut, meski memang sudah ada tim evakuasi yang bilang kalau banyak korban ditemukan di sana,”

Saat ini Mangge hanya bisa menunggu keajaiban sehingga bisa bertemu dengan anak dan istrinya.

“Saya tidak tahu lagi mau bikin apa, kemarin sempat ikut melihat rumah sudah tinggal tanah, tidak tahu anak dan istri saya ke mana,”

“Kalau memang meninggal dunia saya sudah ikhlas, karena sampai saat ini tidak ada kabar,” tandas Mangge.

Hingga enam hari pascagempa dan tsunami, tim penyelamat yang terdiri dari Basarnas dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana masih terus melakukan evakuasi korban di sejumlah titik.

Selain itu bantuan logistik pun terus mengalir ke seluruh titik pengungsian yang ada di dalam kota. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik