Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
DISABILITAS netra yang disandangya sejak lahir tidak lantas membuat Ni Made Arianti Putri patah arang. Dia justru terpacu untuk membuktikan bahwa dirinya pun mampu menorehkan prestasi.
Arianti lahir di Denpasar, 4 Februari 1996. Mata kanan mengalami juling, sementara mata kirinya tidak berfungsi karena katarak. Kondisi itu membuat kemampuannya untuk melihat sangat terbatas (low vision).
Namun, Arianti tidak menyerah begitu saja pada keadaan. Dukungan keluarga dan orang-orang terdekat membuatnya tegar dan percaya diri dalam menjalani hidup. Termasuk menekuni olah raga atletik yang membuatnya dikenal banyak orang seperti sekarang ini.
"Saya gemar mencoba hal-hal baru. Mulai dari teater, musik, sampai olah raga," katanya di kampus Universitas Sebelas Maret (UNS), Kota Surakarta, Jawa Tengah, Senin (24/9).
Dari sekian banyak bidang kegiatan itu, Arianti akhirnya menjatuhkan pilihannya pada atletik cabang lari. Selain karena suka, di kampung halamannya Bali belum ada atlet lari tuna netra.
"Saya putuskan untuk coba dan akhirnya seperti sekarang ini," katanya.
Debutnya dimulai dari Pekan P aralympic Pelajar Nasional (Pepapernas) 2009 di Yogyakarta. Sejak itu prestasi demi prestasi diukirnya. Terakhir, Arianti memenangi medali perak Asean Para Games 2017 di Malaysia untuk nomor lari 100 meter. Dia berhasil memecahkan rekor atas namanya sendiri dengan catatan waktu 13.04 detik.
Arianti kini kembali dipercaya untuk membawa nama Indonesia di ajang Asia Para Games 2018. Dia bertekad untuk mempersembahkan medali melalui perhelatan olah raga penyandang disabilitas terbesar di Asia itu.
Pada Asia Para Games 2018, Arianti akan turun pada nomor lari 100 meter dan 400 meter. Dia mengaku telah berlatih keras untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Saat ini catatan waktu terbaiknya untuk nomor 100 meter 13.04 detik, dan 65.45 detik untuk nomor 400 meter.
Arianti optimistis capaiannya itu masih bisa ditingkatkan lagi. Ia akan memanfaatkan waktu latihan yang tersisa untuk memperbaiki catatan waktunya.
"Kalau bisa lebih, yang penting sehat dulu," katanya.
Kesibukan sebagai atlet, tidak membuat Arianti melupakan pendidikan. Pada musim penerimaan mahasiswa baru 2018, dia mendaftar di UNS dan diterima di FKIP jurusan Pendidikan Luar Biasa.
Seperti halnya mencetak prestasi di bidang olah raga, Arianti pun bertekad untuk menyelesaikan pendidikannya. Dia ingin menjadi guru.
"Saya tidak ingin setengah-setengah. Kalau sudah melakukan sesuatu harus totalitas," katanya. (OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved