Headline
Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.
Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
KAUM ibu dan anak-anak di Desa Silawan, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT) harus berjalan lebih dari 2 kilometer saat musim kemarau tiba. Banyak dari mereka membawa jeriken, bahkan juga ada yang membawa gerobak dorong.
Dua hutan adat yang masih terawat baik, yakni Hutan Adat We Kiar dan Hutan Adat Sarobon, jadi tujuan mereka. Sambil mengantre, mereka berharap banyak bisa membawa pulang air bersih untuk kebutuhan di rumah.
Cuaca panas dan kering tak jadi soal. Dua unit sumur bor maupun elevated reservoir dengan kapasitas 200 m3 yang dibangun oleh pihak swasta tak mampu jadi solusi. Ia mengering. Mendapatkan air bersih di desa terdepan ini tak semudah membalikkan kedua telapak tangan.
“Sumber mata air di Desa Silawan jadi barang yang sangat langka. Kontur demografis disini berbukit batu. Periode 2014-2015 lalu juga pernah dilanda kemarau panjang. Petani semua gagal panen,” ujar Kepala Desa Silawan, Ferdi Mones.
Pria 44 tahun tersebut menambahkan, sulitnya air bersih juga membuat warga juga tidak bisa memanfaatkan ladang pertanian untuk menanam sayur mayur. Masyarakat desa yang berada dekat Pos Lintas Batas (PLB) Mottain, perbatasan Indonesia – Timor Leste ini, memilih untuk memasak daun kelor sebagai penggantinya. Lahan yang minim air hanya bisa digarap untuk komoditas jagung dan palawija.
“Kalau toh ingin mengonsumsi sayuran lainnya, kebanyakan penduduk lebih memilih untuk membeli daripada bercocok tanam sendiri. Bukan karena malas, tapi karena tidak ada jaminan air pertanian yang baik. Mayoritas yang ditanam saat ini hanyalah mete,” ungkapnya.
Sulitnya akses air bersih juga berujung pada munculnya sengketa dengan negara tetangga, Timor Leste. Sapi-sapi milik penduduk Desa Silawan banyak yang menyeberang ke Timor Leste. Hal itu karena alam di negara tetangga menyediakan air yang cukup memadai untuk hewan ternak. Saking tingginya intensitas sapi yang menyeberang, situasi tersebut menimbulkan sengketa sosial atau salah paham.
“Yang menjadi konflik itu adalah ketika ternak kita masuk ke kebun sebelah (Timor Leste). Kasus seperti ini bila dihitung dalam 10 tahun terakhir mencapai sekitar 8 kasus sengketa antarpeternak,” lanjut Ferdi.
Ferdi menuturkan, situasi berubah sejak munculnya kebijakan Dana Desa (DD) mulai 2015 lalu. Desa diberi wewenang untuk membangun dirinya. Pada tahun pertama, pemerintah desa fokus pada penyediaan listrik dan perbaikan rumah warga. Memasuki tahun 2016, hasil musyawarah menetapkan mengalokasikan DD untuk membangun embung. Perluasan juga dilakukan pada tahun 2017.
“Sumber pembiayaan pembangunan embung berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) tahun 2016 dan 2017, khususnya untuk pos belanja Dana Desa. Pada tahun 2016 anggarannya sebesar Rp 150.000.000,- untuk ukuran 20 x 22 x 6 meter. Kemudian pada 2017 kami alokasikan sebesar Rp. 93.430.000,- untuk ukuran embung 23 x 23 x 6 meter,” terang Ferdi.
Pendamping Lokal Desa di Desa Silawan, Ani Pertiwi menuturkan, penetapan tersebut berpangkal pada hasil penyerapan aspirasi yang dilakukan oleh pemerintah desa melalui forum pertemuan warga yang diselenggarakan secara berkala (setiap sebulan sekali) dari dusun ke dusun.
Membangun embung juga sejalan dengan satu dari empat program prioritas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) selain menentukan Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades), mengembangkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dan membangun sarana olahraga desa.
“Program pembangunan embung desa dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat atas air bersih. Sehingga juga adajaminan untuk mendukung keberlanjutan kegiatan perkebunan dan peternakan yang telah berkembang. Akses penduduk terhadap air bersih diharapkan semakin dekat,” ujar Ani.
Sejak dibangun embung, lanjut Ani, masyarakat tidak mudah kehilangan sumber air di saat musim kemarau tiba. Hal itu karena embung memanjangkan daya simpan air tanah. Selain itu, intensitas selisih paham antarpeternak sapi juga menurun. Keberadaaan embung desa juga membawa dampak positif pada sektor pertanian.
Sebelum ada embung, warga Dusun Nanaeklot di Desa Silawan banyak membiarkan lahannya tidur karena tidak ada jaminan air. Kini, ada sekitar 15 Kepala Keluarga yang mulai mengembangkan budidaya komoditas tanaman koltikultura.
“Bahkan bagi anak-anak mulai tumbuh kegiatan mendorong gerobak sayur berkeliling desa, menjajakan sayuran hasil cocok tanam orangtuanya,” ujarnya. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Putro Sandjojo, mengapresiasi masifnya pembangunan yang dilakukan di pedesaan melalui Dana Desa dalam empat tahun ini.
Selain membantu memenuhi kebutuhan infrastruktur desa, Menteri Eko meyakini pemanfaatan Dana Desa juga akan membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi desa melalui inovasi-inovasi baru.
“Memang tidak ada jalan tol, tidak ada trotoar. Ini butuh inovasi. Inovasi tidak bisa top down. Ada program PID (Program Inovasi Desa). Kita harapkan dengan ini akan tumbuh inovasi-inovasi baru sehingga masyarakat bisa rasakan manfaatnya supaya tidak terpaku,” ujarnya.
Dalam empat tahun terakhir, pemerintah telah menyalurkan Dana Desa hingga Rp 187 Triliun. Jumlah yang terus meningkat setiap tahunnya menunjukkan komitmen pemerintah dalam mengimplementasikan visi Nawacita poin tiga, yakni membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat desa-desa dan daerah dalam kerangka negara kesatuan.
Pada tahun 2015 lalu, dana desa yang disalurkan yakni Rp 20,7 triliun. Kemudian meningkat pada 2016 menjadi Rp 47 Triliun. Serta pada 2017 dan 2018 meningkat lagi menjadi Rp 60 Triliun.
“Dana desa tahun depan (2019) dinaikkan menjadi Rp 73 triliun dari Rp 60 triliun. Cash for work tetap, programnya tidak ada perubahan. Cuma walau koridornya tetap, karena infrastruktur di banyak desa sudah banyak tercapai jadi itu sudah otomatis dari desadesa akan mengarahkan ke pemberdayaan ekonomi,”ungkap Menteri Eko beberapa waktu lalu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved